Tugumalang.id – Nezar Patria, seorang aktivis kampus yang bertransformasi sebagai wartawan Majalah Tempo. Lalu, dia mendirikan media Viva News, pernah menjadi pemred The Jakarta Post, hingga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Selama 23 tahun pria kelahiran Aceh itu berkiprah di dunia media. Sejak 2020 silam, dia bertransformasi sebagai birokrat. Pernah menjadi salah satu direksi di PT Pos Indonesia, kini Nezar dipercaya sebagai salah satu staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir (ET).
Pekan lalu, di sela penganugerahan Doktor Honoris Causa untuk ET, Nezar bersama Kepala Kanwil Pegadaian XII Jawa Timur Mulyono Rekso mampir ke kantor Tugu Media Group di Jalan Dirgantara, Kota Malang.
Nezar mengatakan sejak kuliah di jurusan filsafat Universitas Gajah Mada (UGM), dia menjadi aktivis kampus yang memiliki hobi membaca. Dia juga tertarik pada ilmu sosial, sejarah dan sastra. Hobi inilah yang membawanya menjadi seorang wartawan setelah lulus.
Sebelum terjun dalam bidang politik, Nezar Patria merasakan malang melintang di dunia media selama 23 tahun. Dia mendirikan media Viva News, menjadi pemred The Jakarta Post, hingga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Dalam kesempatan itu dia juga menyinggung soal good journalism. Menurutnya, usia jurnalis akan lebih panjang bila disertai dengan kualitas journalisme yang benar.
“Karena untuk mendapatkan informasi masyarakat akan berorientasi pada fakta, yang dapat memuaskan untuk meningkatkan intelektualitas mereka. Sehingga jurnalis dapat menjadi fasilitas bagi publik dalam memberikan infromasi yang bermutu, yang dapat memberikan pencerahan agar pikiran masyarakat lebih luas, cerdas dan tajam,” kata dia.
Nezar menegaskan bahwa teknologi apa pun yang digunakan media, jurnalis tetap melaporkan peristiwa berdasarkan fakta, dengan kejujuran sebagai prinsip utama dalam kode etik di mana pun.
Selain itu pria kelahiran 5 Oktober 1970 itu mengungkapkan bahwa, jurnalis dan media sosial memiliki perbedan dalam garis verifikasi.
“Seorang wartawan lebih dahulu akan melakukan verifikasi kebenaran terhadap suatu kejadian. Hal ini berbeda dengan media sosial hanya berisi laporan tanpa mencari fakta terlebih dahulu,” katanya.
“Pekerjaan jurnalis, melakukan suatu riset untuk mencari sebab-sebabnya. Jadi ada semacam upaya mencari suatu hal utama dalam sebuah peristwa,” imbuhnya.
Pria kelahiran aceh ini mengungkapkan sebuah berita yang hanya mencari trafic meskipun dibutuhkan namun akan bersifat sementara. Dia menjabarkan hal penting yang dilakukan oleh media kedepannya.
“Karena era sekarang hal apapun serba menggunakan platform sehingga pada media platform diperlukan supaya dapat mengontrol audien, melalui Instagram, YouTube, Facebook dan sejenis media sosial lainnya,” katanya.
Jurnalistik memiliki keterikatan yang kuat dengan audiens, karena keduanya tidak memiliki perantara, hal ini berbeda dengan platform dapat menghimpun semua audien. Sehingga platform diperlukan untuk menjaga keterikatan antara media audiens.
Sebuah media memiliki dua identitas penting, media dan audien. Sehingga hasil kompromi kedua hal ini dapat melahirkan informasi yang dibutuhkan.
“Saya bisa baca Tugu Media, baca Jawa Pos, Pikiran Rakyat bisa juga, baca Kompas. Saya bisa bolak balik dan saya sebagai audien yang interest pada isu-isu tertentu. Yang tahu interest itu saya dan platform itu. Maka saya akan diarahkan platform ini, untuk bacaan yang saya suka,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya, media perlu untuk menampilkan hal unik, karena publik juga suka mencari berita yang lebih unik. Maka dari itu media perlu mengenal audien. Dengan cara berlangganan dan memberikan bacaan gratis. Namun tidak menutup kemungkinan mendapat resiko media kekurangan peminat.
“Kita menerima adsen dari platform, tapi resiko kita kurang peminat, halaman kita dipenuhi oleh pop up iklan dan lain sebagai macam itu, sehingga ini jadi masalah,” tuturnya.
Nezar menjelaskan sisi positif media sosial dalam komunikasi digital. Dalam hal ini platform tersebut dapat digunakan oleh semua orang sekaligus menjadi produser dan konsumen dari informasi.
“Semua orang punya akun media sosial, bisa menjadi publisher sekaligus konsumen juga,” ungkapnya.
Oleh: M5
Editor: Herlianto. A