MALANG, Tugumalang.id – Utik Mardiati (61) menuangkan cerita-cerita yang ia temui di sekitarnya ke dalam selembar kain dalam bentuk batik. Tak heran jika batik karya warga Kecamatan Sukun, Kota Malang ini memiliki motif yang dekat dengan alam dan aktivitas manusia.
Beberapa cerita yang pernah ia narasikan dalam bentuk batik adalah petani yang sedang menanam padi, kolam di depan Balai Kota Malang, kupu-kupu di taman rumahnya.
Kemudian, penjual jamu gendong, kampung warna-warni di Jodipan, Gunung Semeru, dan lain sebagainya. Selain cantik, motif yang bercerita ini membuat batik kreasi Utik disukai oleh pelanggannya.
Baca Juga: Asyiknya Ngopi Sembari Belajar Membatik di Soendari Batik and Art Gallery, Patut Dicoba!
“Saya tidak membuat batik dengan motif ukir-ukiran. Apa yang saya lihat di alam itu menjadi inspirasi saya,” ujar Utik saat ditemui di rumahnya, Sabtu (30/11/2024).
Perempuan yang memiliki hobi berkebun ini menjelaskan kebanyakan inspirasinya berasal dari tanaman. Motif penjual jamu gendong yang cukup digemari oleh pelanggan terinspirasi dari tanaman herbal yang ia tanam di rumahnya.

Utik yang tergabung di kelompok Asmantoga ini banyak bersentuhan dengan tanaman empon-empon atau bahan untuk jamu. Akhirnya ia terinpirasi menggambar penjual jamu gendong.
Demikian juga dengan motif kupu-kupu yang juga disukai pelangannya. Ia mendapat inspirasi saat melihat kupu-kupu di taman rumahnya.
“Di rumah saya banyak bunga dan banyak tanaman, kalau pagi banyak kupu-kupu. Jadi saya tumpahkan di sini (batik),” kata Utik.
Mulai Berbisnis Batik Sejak 2018
Utik memulai bisnis batik setelah mengikuti pelatihan membuat batik tulis dan pewarnaan yang digelar di Hotel Pelangi, Kota Malang. Ia pun bertekad membuat batiknya sendiri pada 6 Juni 2018. Saat ini, ia memiliki produk batik tulis, batik cap, dan batik jumputan (tie dye).
Baca Juga: Batoga, Batik Khas Kota Batu Dibuat dari Limbah Tanaman Toga
Sebelum mengikuti pelatihan, Utik tidak banyak tahu tentang cara pembuatan batik. Meski ibunya pernah membatik, Utik tak pernah benar-benar tertarik untuk mempelajarinya. Bahkan, ia sempat heran dengan perajin batik yang mematok harga mahal untuk selembar kain.

Namun, setelah mulai memproduksi batik sendiri, ia memahami bahwa membuat batik memang tidak mudah. Utik menggambar, mewarnai, dan mencanting sendiri batik-batik yang ia produksi. Untuk produksi selembar kain batik tulis bisa membutuhkan waktu hingga 10 hari karena Utik juga mengerjakan pekerjaan lain.
“Sekarang kalau lihat batik mahal ya saya diam. Sekarang udah ngerti prosesnya seperti apa,” ujar Utik.
Memasarkan dari Mulut ke Mulut
Sejak awal berbisnis hingga saat ini, Utik memasarkan batiknya melalui sistem dari mulut ke mulut. Ia mengenalkan batiknya kepada kelompok Himpunan Wanita Karya (HWK) dan kelompok-kelompok lainnya yang ia ikuti.
Utik juga pernah mengikuti beberapa pameran yang digelar di Kota Malang. Perlahan tapi pasti, pelanggannya terus bertambah. Saat ini, ia tidak lagi mengikuti pameran dan hanya membuat batik berdasarkan pesanan.
“Tapi saya tetap punya stok untuk saya sendiri. Misalnya Bu Camat minta untuk dibawa ke pameran, saya selalu ready,” kata Utik.
Setiap lembar batik ia jual dengan harga yang beragam, bergantung pada kerumitan proses pembuatan. Batik jumputan atau tie dye biasanya ia jual dengan harga Rp185 ribu karena prosesnya cepat dan mudah.
Sementara batik tulis dijual dengan kisaran harga Rp225 ribu hingga Rp400 ribu. “Setiap batik yang saya buat itu unik. Meskipun motifnya mirip, tapi tidak ada yang benar-benar sama,” ujarnya.
Memantapkan Skill di Rumah BUMN by BRI
Meski telah lihai membuat batik dan memiliki pelanggan yang tak henti-hentinya membuat pesanan, Utik tetap bersemangat untuk mengasah keterampilannya.
Sejak bergabung di Rumah BUMN Kota Malang by BRI di tahun 2023, Utik telah mengikuti puluhan pelatihan. Mulai dari pelatihan pewarnaan naptol untuk batik, membuat batik ecoprint, pelatihan tentang legalitas usaha, hingga pelatihan pemasaran dengan menggunakan media sosial.
Utik juga mengikuti pelatihan-pelatihan lain yang tak berkaitan dengan batik, seperti membuat buket bunga, membuat parfum, membuat parcel, dan lain sebagainya. Di setiap pelatihan, Utik selalu membawa produk batiknya.
“Saya dapat banyak ilmu dari situ. Penjelasannya mudah dipahami dan kami diberi waktu untuk bertanya,” kata Utik.
Ia mengaku selalu menantikan pelatihan yang digelar di Rumah BUMN Kota Malang by BRI. Tak hanya menunggu informasi, Utik juga aktif mencari tahu di akun instagram @rumahbumnkota malang.
“Setiap kali ada yang share link pelatihan, saya selalu ikut,” kata Utik.
Ilmu yang ia dapatkan di Rumah BUMN Kota Malang by BRI tak hanya ia terapkan di bisnis batik. Utik juga memiliki usaha bawang merah goreng dan bawang putih goreng yang ia rintis sejak tahun 2020. Ilmu yang ia serap di Rumah BUMN Kota Malang by BRI juga ia aplikasikan di bisnis makanannya ini.
Rumah BUMN yang berdiri di tahun 2017 ini merupakan wadah bagi langkah kolaborasi BUMN dalam membentuk Digital Economy Ecosystem melalui pembinaan bagi UMKM untuk meningkatkan kapasitas serta kapabilitas UMKM. Di Kota Malang, Rumah BUMN disupervisi oleh BRI.
Berbagai pelatihan digelar secara rutin di Rumah BUMN Kota Malang by BRI dan gratis bagi pelaku UMKM. Melalui pelatihan ini, UMKM bisa menimba ilmu untuk mengembangkan bisnis mereka di berbagai aspek. Mulai dari produksi, pemasaran, hingga legalitas.
Fasilitas ini dimanfaatkan oleh lebih dari 38 ribu UMKM di Malang Raya, termasuk Batik Utik Mardiati. Banyak usaha mereka yang naik kelas setelah bergabung dengan Rumah BUMN Kota Malang by BRI.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A