Kota Batu, Tugumalang.id – Pameran Tunggal Bertajuk ‘Tamasya’ oleh perupa Totarist Sosial Merbawani di Galeri Raos Kota Batu selama dua hari sejak Jumat (29/11/2024) hingga Sabtu (30/11/2024) sukses digelar.
Dalam pamerannya, Totarist membawa gagasan bahwa bangunan bersejarah terutama candi candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah juga bangunan manusia yang mengintervensi lanskap. Namun kehadiran mereka yang telah melewati sejarah panjang menciptakan harmoni dan keselarasan dengan lingkungan sekitarnya.
Totarist melukiskan kembali bangunan tersebut disandingkan dengan hasil rekayasa manusia di era kini. Di atas bidang lukisan itu, Totarist memberi tirai-tirai garis bantu sebagaimana gambar rancang bangun arsitektural.
Baca Juga: Gelar Pameran Tunggal Dialog dalam Diri, Bambang Suprapto Ajak Pengunjung Merefleksikan Diri Lewat Jouska
Perspektif yang kadang berbeda arah muncul dari garis garis yang kadang tidak bertemu pada satu titik lenyap yang sama. Pameran ini menghadirkan karya-karya yang memadukan keindahan visual dengan refleksi kritis tentang pelestarian warisan budaya di tengah arus modernisasi.
Ketua Galeri Raos, Cholili menuturkan dalam pameran TAMASYA, Totarist mengusung konsep “perjalanan” yang tidak hanya melibatkan pengalaman fisik, tapi juga intelektual dan emosional. Karya-karya dalam pameran ini menggambarkan hubungan dinamis antara manusia, ruang, dan waktu.
Bangunan bersejarah, dan lanskap Nusantara dihidupkan kembali melalui garis perspektif imajiner yang menyilang, menciptakan dialog dengan situasi hari ini.
Selain itu, garis-garis perspektif yang mengintervensi lanskap dalam karyanya merepresentasikan berbagai sudut pandang dalam memahami dan merawat warisan budaya.
”Karya-karya ini juga mengundang penonton untuk merenungkan bagaimana kita dapat menjaga keseimbangan antara pembangunan modern dan pelestarian nilai-nilai tradisi,” jelas dia.
Karya-karya Totarist diawali dari ketertarikannya dalam melukiskan pemandangan alam, namun karyanya menampilkan pula ketertarikannya pada dorongan manusia untuk membangun di tengah-tengah lanskap alami.
Baca Juga: Cerita Pendidik Sekaligus Seniman Bambang Suprapto Tentang Refleksi Diri Melalui Karya Seni
Totarist yang lahir di sebuah perbukitan yang asri, terbiasa menyerap keindahan lanskap alami yang hijau dan berbukit. Namun bagi Totarist, dorongan manusia untuk membangun dan akhirnya mengintervensi lanskap adalah tak terhindarkan.
Totarist, lahir di desa Wonobodro, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, pada 11 Mei 1980, tumbuh di tengah lingkungan pedesaan yang asri tetapi penuh keterbatasan.
Meski masa kecilnya jauh dari fasilitas modern, kecintaannya pada seni muncul sejak dini. Ia belajar melukis secara otodidak dengan meniru gambar-gambar dari katalog kalender, sambil bekerja memetik cengkeh dan kopi untuk membeli alat lukisnya sendiri.
Saat ini, Totarist dikenal dengan karya-karya yang memadukan lanskap, arsitektur bersejarah, dan eksplorasi budaya. Ia juga mengelola sebuah taman wisata di kotanya, yang menjadi perwujudan nyata dari kecintaannya pada alam dan seni.
Sebagai bagian dari perjalanan kreatifnya, pameran ini mencerminkan pengalaman Totarist dalam mengelola taman wisata di kotanya. Di taman wisata ini, ia memadukan seni, estetika, dan pengalaman menikmati alam asri untuk menciptakan ruang yang menginspirasi pengunjung, sebagaimana ia juga melakukannya dalam karya-karya visualnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
Redaktur: jatmiko