Tugumalang.id – Masyarakat sudah semakin sadar dengan pentingnya menjaga kesehatan mental. Salah satu istilah yang ramai diperbincangkan yaitu toxic positivity atau obsesi selalu berpikir positif. Hal ini terdengar baik, tetapi ternyata dapat berdampak negatif atau merusak mental seseorang.
Toxic positivity adalah keyakinan bahwa tidak peduli seberapa buruk atau sulitnya suatu situasi, orang harus mempertahankan pola pikir positif. Meskipun bersikap optimis itu merupakan hal baik, namun sikap ini berarti menyangkal semua pikiran atau perasaan negatif, dan berpura-pura semuanya berjalan dengan baik padahal sebenarnya tidak.
Sikap toxic positivity dapat membahayakan orang yang sedang mengalami masa-masa sulit. Hal ini disebabkan manusia dituntut untuk menekan perasaan negatif yang dirasakannya seperti sedih, kecewa, marah atau kesal. Padahal, hidup tidak selalu positif, sangat wajar untuk memiliki emosi dan pengalaman yang menyakitkan.
Baca Juga: Apa Itu Kesehatan Mental dan Cara Menjaganya
Terdapat tanda-tanda sikap toxic positivity yang harus Anda hindari, diantaranya adalah menyembunyikan apa yang dirasakan sebenarnya; mencoba untuk tetap melanjutkan hidup dan menghilangkan perasaan negatif; merasa bersalah karena merasakan perasaan negatif; menghakimi orang lain ketika mereka tidak memiliki sikap positif; menyepelekan peristiwa buruk yang dirasakan orang lain dan menghindari masalah.
Nah, mulai sekarang, hindari kalimat toxic positivity yang kerap digunakan ini.
“Udahlah, dunia ga hancur, kok”
“Tenang, semua pasti ada hikmahnya.”
“Jangan sedih/nangis, dong”
“Yuk, bisa yuk!”
“Kamu sih masih mending, lah aku?”
“Bersyukur, ada yang lebih parah, lho”
Alih-alih berucap seperti itu, kalimat-kalimat tersebut dapat diganti dengan kalimat seperti “Ceritakan, kemampuan dan keterbatasan setiap orang berbeda. Itu hal yang wajar.” “Aku mendengarkan, apa yang bisa aku bantu?” dan “Apa yang kamu rasakan valid, wajar kok merasa seperti itu”.
Baca Juga: Tiga Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental Menurut Psikolog
Ketika orang yang sedang di masa sulitnya diberikan tanggapan toxic positivity. Kebanyakan akan merasa bersalah, dipermalukan, tidak didengar, semakin terpuruk dan apa yang dirasakan tidak valid. Hal ini akan menimbulkan stress dan dampak buruk pada kesehatan tubuh dan mental.
Untuk ‘berdamai’ dengan toxic positivity ini, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan. Pertama, Anda dapat jujur dengan apa yang sebenarnya Anda rasakan, bersikap realistis.
Saat menghadapi situasi yang sulit, sangat wajar jika Anda merasa stres, sedih, khawatir, atau bahkan takut. Jangan terlalu keras terhadap diri sendiri. Ini juga dapat diterapkan pada orang lain, mendengarkan dan memvalidasi perasaan orang lain.
Selanjutnya, tetapkan batasan diri dengan lingkungan penuh toxic positivity. Dikelilingi dengan kumpulan orang yang positif memang baik, namun bukan kumpulan dengan toksisitas positif bisa menjadi dampak buruk terhadap kesehatan mental.
Terakhir, kurangi penggunaan sosial media. Tanpa disadari, penggunaan media kerap membuat orang hanya menunjukkan sisi terbaik dalam hidupnya dan memaksakan untuk menyembunyikan perasaan positif. Maka, beristirahatlah dari penggunaan media sosial jika dirasa membawa lebih banyak dampak negatif daripada positif.
Perlu diingat, bahwa emosi negatif bukan hal buruk. Merasakan emosi negatif merupakan bagian dari hidup. Untuk itu, hindari untuk terus memaksakan diri maupun orang lain tetap bersikap positif ketika masa-masa sulit. Anda hanya akan menyakiti diri sendiri dan orang yang Anda sayangi dengan memaksakan pola pikir ini.
Penulis: Nurul Amelia Putri
Editor: Herlianto. A