Tugumalang.id – Kehidupan modern sering kali menuntut kita untuk tetap positif dan bersemangat dalam menghadapi segala tantangan. Namun, terlalu banyak berpikir positif juga bisa menjadi racun emosional yang disebut “toxic positivity.”
Psikolog Klinis, Veronica Adesla, menjelaskan toxic positivity merupakan istilah yang baru populer beberapa waktu terakhir. Ia merujuk pada upaya memberikan pesan yang positif secara berlebihan kepada orang lain.
Ya, memang benar. Toxic positivity adalah sikap atau tindakan berlebihan dalam menekankan aspek positif dalam segala situasi tanpa memberikan ruang bagi perasaan negatif atau masalah yang sebenarnya ada.
Baca Juga: Jangan Terlalu Berpikir Positif, Ini Dampaknya
Ini sering terjadi ketika seseorang mencoba menghibur atau memotivasi orang lain dengan mengatakan hal-hal seperti “jangan sedih berlarut-larut,” “tenang aja, semuanya akan baik-baik saja,” atau “kamu harus banyak-banyak bersyukur.” Dan lain sebagainya.
Meskipun niatnya baik, namun toxic positivity memiliki dampak negatif pada individu yang mengalaminya:
1. Menekan Emosi
Orang yang mengalami masalah atau kesulitan emosional mungkin merasa tidak didengar atau tidak dihargai saat mereka hanya diberikan pesan positif. Hal ini dapat membuat mereka menekan perasaan mereka sendiri, yang pada akhirnya dapat berdampak buruk pada kesejahteraan mental.
2. Mengabaikan Masalah Sebenarnya
Fokus yang berlebihan pada positivitas dapat menyebabkan orang mengabaikan atau menghindari masalah yang sebenarnya ada. Hal ini dapat menghambat kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau membuat perubahan yang diperlukan dalam hidup.
Baca Juga: Ternyata Terlalu Positif juga Berbahaya
Bagaimana Menghindari Toxic Positivity?
Berikut beberapa cara menghindari toxic positivity.
1. Dengarkan dengan Empati
Ketika seseorang berbicara tentang perasaannya, dengarkan dengan penuh perhatian dan empati. Terkadang, seseorang hanya butuh didengar tanpa harus diberikan solusi atau pesan positif.
2. Validasi Perasaan
Penting untuk mengakui perasaan seseorang dan memberikan validasi bahwa perasaan tersebut sah. Misalnya, Anda bisa mengatakan, “Saya mengerti kamu sedang kesulitan, dan itu normal untuk merasa seperti itu.”
3. Berbicara dengan Jujur
Saat berbicara dengan seseorang yang mengalami masalah, jujurlah. Anda tidak perlu selalu mencoba untuk mengubah perasaan mereka menjadi positif. Terkadang, perasaan negatif juga memiliki peran penting dalam proses penyembuhan dan pertumbuhan.
4. Jadilah Pendukung
Jadilah pendukung dengan memberikan dukungan yang sesuai dengan situasi. Ini bisa berarti menawarkan bantuan nyata atau hanya menghabiskan waktu bersama untuk mendengarkan.
5. Hindari membanding-bandingkan masalah
Setiap orang memiliki tantangan dan masalahnya masing-masing. Apa yang kamu anggap mudah dan sulit itu tentunya berbeda dengan orang lain. Bisa saja kamu merasa hal tersebut mudah padahal bagi orang lain itu sangat sulit, begitu pun sebaliknya.
Maka dari itu, tidak adil rasanya jika kamu membandingkan masalah yang kamu alami dengan masalah orang lain. Alih-alih membandingkan diri sendiri dengan orang lain, lebih baik berusaha memahami dan menghibur diri agar kondisi dan perasaanmu kembali pulih.
6. Mengurangi penggunaan media sosial
Karena media sosial dapat memicu atau memperparah toxic positivity, alangkah baiknya kamu coba kurangi penggunaannya. Kelola juga akun sosial mediamu, singkirkan orang-orang yang selalu membuat postingan kurang bermanfaat atau dapat memprovokasi emosimu.
Daripada menghabiskan waktu untuk scrolling media sosial, lebih baik buatlah dirimu produktif dengan cara menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang tertunda, mengasah kemampuan, melakukan me time, atau aktivitas lain yang membuat kamu merasa bahagia.
Penulis: Rahayu SJ/Magang
Editor: Herlianto. A