Tugumalang.id – Baru-baru ini, Bank BRI Cabang Kota Batu tengah diramaikan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi pencairan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI) fiktif. Tindakan itu ditengarai dilakukan oleh beberapa oknum internal.
Temuan itu bermula dari kejanggalan pada laporan keuangan terkait KUR dengan selisih nilai yang besar. Pengusutan kasus tersebut rupanya diinisiasi oleh pihak pengawasan internal Bank BRI melalui Kantor Cabang Malang Sukarno Hatta.
Pemimpin Cabang BRI Malang Soekarno Hatta, Adityo Budiatno menuturkan, kasus tersebut telah dilaporkan kepada Kejari Batu pada September 2023. Menurutnya, hal itu sebagai bentuk komitmen BRI dalam menerapkan praktik bisnis yang bersih.
Baca Juga: Uang Rp1,4 Miliar Milik Nasabah BRI Amblas Usai Klik Undangan APK
”Ini adalah langkah kami dari BRI yang berkomitmen mewujudkan praktik bisnis yang bersih sesuai prinsip GCG (Good Corporate Governance),” kata Adityo dalam keterangan persnya, Selasa (26/3/2024).
Kini, kasusnya tengah didalami oleh Kejari Kota Batu dan tinggal selangkah lagi menuju pada penetapan tersangka. Pihaknya menghormati dan mendukung proses hukum yang tengah berlangsung.
BRI, kata dia, selalu pro-aktif dalam pengungkapan kasus-kasus fraud dan menerapkan zero tolerance terhadap setiap tindakan fraud serta menjunjung tinggi nilai-nilai Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap operasional bisnisnya.
“Kami mengapresiasi pihak berwajib yang telah menindaklanjuti laporan BRI sejak kejadian tersebut terungkap,” tuturnya.
Baca Juga: OJK Malang Beri Penjelasan Soal Nasabah BRI yang Kehilangan Saldo Rp1,4 Miliar
Seperti diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi ini mulai diselidiki pada 13 Maret 2024. Temuan modus tersebut ditemukan terjadi pada 2021-2023. Modus operandinya diduga mengarah pada pencairan KUR dengan data debitur yang fiktif.
Kepala Kejari Kota Batu, Didik Adyotomo mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi, baik dari bank, debitur hingga pihak koperasi. Dugaan korupsi pencairan KUR Fiktif itu menggunakan dua modus berbeda.
Dua modus tersebut dinamakan modus topengan dan tempilan. Adapun, modus topengan adalah dimana pelaku membuat subjek debitut seolah mengajukan pinjaman. Namun, faktanya subjek tersebut tidak melakukan pinjaman.
“Kemana larinya uang? Pihak dari bank mengambil pencairan uang tersebut secara penuh,” kata Didik.
Lalu, untuk modus kedua yakni tempilan dilakukan dengan cara pelaku mencari subjek debitur yang memang membutuhkan pinjaman. Namun, pelaku melakukan semacam mark-up melebihi pinjaman KUR yang dipinjam debitur.
”Misalnya ada orang minjam dana melalui KUR Rp20 juta, tapi oleh pihak bank di mark-up sampai Rp50 juta. Dari pencairan itu, selisih Rp 30 juta dipakai sendiri oleh pihak pelaku,” bebernya.
Didik membeberkan, rata-rata kredit pinjaman yang dicairkan berkisar Rp50 juta per data debitur. Saat ini, pihaknya juga sudah memanggil pihak bank hingga pengawas internal bank untuk dimintai keterangan.
”Kami masih nunggu hasil perhitungan kerugian dari ahli perbankan,” pungkasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A