Tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 bukan kali pertama terjadi. Situasi yang sama pernah terjadi pada 2005 dan 2018 di markas Arema ini.
Tragedi meninggalnya 125 pendukung Arema pada laga Sabtu kemarin (1/10/22) menambah catatan hitam dalam sejarah perhelatan pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan. Dibangun pada 1997, Stadion berkapasitas 45.000 penonton ini kemudian diresmikan pada 2004.
Gelaran pertandingan Devisi I Liga Pertamina 2004 antara antara Arema Malang melawan PSS Sleman menjadi penanda pindahnya markas Arema. Sebelumnya, selama berpuluh tahun Arema menempati Stadion Gajayana yang juga menjadi kandang klub sekotanya Persema Malang.
Riwayat tragedi Di Stadion Kanjuruhan yang Pernah Terjadi
Arema mencatatkan banyak sejarah dan prestasi setelah pindah ke stadion Kanjuruhan. Mulai dari gelar juara Copa Indonesia 2005 dan 2006. Namun semua ukiran gemilang tersebut seakan sirna dengan terjadinya beberapa kejadian dan tragedi di Stadion Kanjuruhan.
- Insiden Tahun 2005
Tewasnya supporter juga pernah terjadi di Stadion Kanjuruhan pada 13 Juli 2005. Dalam peristiwa itu, ratusan penonton terinjak-injak karena terjadinya lonjakan jumlah penonton. Panitia pelaksana yang tak siap mengakibatkan seorang penonton meninggal dunia dalam laga Arema melawan Persija Jakarta.
Aremania yang mengalami nasib nahas tersebut ialah Fajar Lidia Nugraha. Bocah berusia 17 tahun itu berdesakan dengan puluhan penonton lainnya di tribun VIP sisi selatan. Dalam kejadian tersebut, pagar pembatas stadion akhirnya jebol karena tak kuat menahan beban jumlah penonton.
- Insiden Tahun 2018
Tragedi di Stadion Kanjuruhan kembali terulang pada 15 April 2018. Dalam laga Arema FC dan Persib Bandung yang digelar pada malam hari tersebut, tuan rumah berhasil selamat dari kekalahan setelah berhasil menyamakan kedudukan 2-2.
Namun penonton rupanya tetap tak puas dengan hasil pertandingan dan kemudian mencoba masuk ke lapangan. Aparat yang berjaga telah berupaya menenangkan penonton. Namun akhirnya aparat menggunakan gas air mata untuk mengendalikan massa.
Dalam catatan Bola.net, aparat keamanan menembakkan Sembilan proyektil gas air mata ke arah kerumunan massa. 3 diantara proyektil gas tersebut akhirnya mendarat di tribun penonton. Tak ayal membuat penonton yang kebanyakan wanita dan anak-anak menjadi panik dan berlarian menyelamatkan diri.
Alih-alih selamat, para supporter yang berdesakan di Gate 10 malah banyak yang jatuh pingsan akibat saling berdesakan. Mereka merasakan perih di mata dan sesak nafas karena kekurangan oksigen. Hal ini diperparah dengan kondisi gerbang yang belum terbuka.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan tersebut menyebabkan setidaknya 214 orang harus menjalani perawatan akibat luka-luka. Selain itu seorang Aremania Bernama Dhimas Duha Romli akhirnya meninggal dunia setelah menjalani rawat inap di rumah sakit.
- Insiden Tahun 2022
Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 menjadi sorotan dunia dengan tewasnya 125 orang penonton. Jumlah penonton yang meninggal ini bahkan melebihi jumlah korban dalam tragedi Hillsborough pada 1989 yang menewaskan 96 orang. Insiden ini juga menyamai jumlah korban tewas dalam tragedi di Ghana pada 2001 dengan 126 korban jiwa.
Dalam peristiwa nahas tersebut, para penonton yang kecewa dengan kekalahan Arema masuk ke area lapangan. Aparat keamanan pun berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan menembakkan gas air mata ke arah massa.
Gas air mata yang ditembakkan ke tribun penonton membuat semua orang panik dan berusaha menyelamatkan diri. Penonton lalu saling berebut untuk keluar melalui pintu keluar yang sempit. Akhirnya banyak penonton yang terinjak-injak dan mengalami sesak nafas karena kekurangan oksigen.
Penulis : Imam A. Hanifah