MALANG, tugumalang.id – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai ada indikasi obstruction of justice atau menghalangi proses penegakan hukum yang dilakukan kepolisian dalam pengusutan tragedi Kanjuruhan.
Bukan tanpa alasan, KontraS menyebut ada beberapa poin yang mendasari indikasi obstruction of justice tersebut.
“Pertama, ada informasi dari TGIPF terkait penghilangan atau rekaman CCTV,” kata Sekjen Federasi KontraS, Andi Irfan, Rabu (19/10/2022).
Kedua, Andi mengatakan bahwa sejumlah dokter tidak berani membuat keterangan yang utuh tentang hasil visum terhadap para korban yang meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.
“Kami tidak tahu itu karena ada intimidasi atau tidak. Yang jelas teman teman dokter yang kami hubungi mengaku tidak berani berkomentar tentang itu,” lanjutnya.
Ketiga, adanya intimidasi dari pihak kepolisian kepada keluarga besar korban yang hendak mengajukan permintaan autopsi jenazah korban tragedi Kanjuruhan. Hingga keluarga korban atas nama Devi membatalkan niat autopsi itu.
“Polisi secara sistematik dan persuasif mengintimidasi Devi dan keluarga sampai Devi membatalkan rencana autopsi atas jenazah kedua anaknya yang telah meninggal,” bebernya.
Keempat, yakni soal opini yang dikembangkan oleh Humas Polri tentang kematian korban tragedi Kanjuruhan bukan karena gas air mata. Opini itu juga terus menerus disampaikan tanpa menunjukkan bukti scientific dan tervalidasi.
“Itu juga menunjukkan bahwa kita semua bisa menilai bahwa polisi sedang menghindar dari tanggungjawab hukum yang seharusnya mereka hadapi,” ungkapnya.
Andi mengatakan bahwa obstruction of justice bisa merusak criminal justice system atau sistem peradilan pidana Indonesia, yang sejatinya bertumpu pada proses penyidikan polisi yang akuntabel.
“Polisi juga secara serampangan dan gegabah dalam melakukan pemanggilan kepada sejumlah korban. Padahal semua korban itu melapor ke kami belum memungkinkan untuk diperiksa karena masih sakit,” paparnya.
“Hingga hari ini kami juga tidak melihat ada akuntabilitas, keterbukaan, keterlibatan pihak ekternal mulai awal penyelidikan dan penyidikan hingga sekarang,” imbuhnya.
Tindakan tindakan yang dilakukan pihak kepolisian menurutnya semakin menguatkan dugaannya bahwa penembakan gas air mata memang terjadi secara sistematis dan sesuai rantai komando.
“Indikasi obstruction of justice itu memperihatinkan. Ini semakin menguatkan dugaan kami bahwa polisi adalah pihak yang paling bersalah. Polisi sedang melindungi aktor yang sesungguhnya, orang yang paling bertanggungjawab dalam tragedi Kanjuruhan,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Foto: Sekjen Federasi KontraS, Andi Irfan (M Sholeh)