MALANG, tugumalang.id – Lima kecamatan di Kabupaten Malang dilanda banjir sejak Sabtu (15/10/22). Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan luapan air sungai dan longsor. Salah satunya ialah Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Setelah banjir pada Sabtu telah surut, desa Sitiarjo kembali terendam banjir pada Senin (17/10/2022). Kantor Desa Sitiarjo pun ikut terendam air setinggi 50 centimeter.
Sebanyak 622 kepala keluarga (KK) atau setidaknya 1.663 jiwa terdampak banjir ini. Jumlah ini mungkin jadi yang terbesar sepanjang sejarah banjir di Desa Sitiarjo.
Banjir Sitiarjo Sejak Zaman Belanda
Tiap tahun selalu banjir. Mungkin kata-kata itulah yang melekat pada Desa Sitiarjo yang sejak dulu terus saja direndam banjir saat musim penghujan tiba.
Amaliya dan Dewi (2019) dalam artikel akademik berjudul ‘Adaptasi Bentuk Rumah Masyarakat Rowotrate Dalam Mitigasi Banjir Bandang Berbasis Kearifan Lokal’, menuliskan bahwa banjir di Desa Sitiarjo telah terjadi bahkan sejak zaman penjajahan Belanda.
Penjelasan ini mengutip dokumen histori Desa Sitiarjo, dimana disebutkan terjadi 11 kali banjir pada tahun 1939. Walau tidak ada bukti lain yang memvalidasi, namun hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada Seminar Nasional Geografi 2019 di Universitas Negeri Malang.

Dalam jurnal Analisis Kerentanan Bencana Banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumbermanjing Wetan, Almaulani (2020) menyebut jika banjir terjadi secara periodik. Diantaranya pada tahun 1957, 1965, 1973. 1985, dan 1995.
Alih fungsi lahan besar-besaran pada tahun 1996-1997 diwilayah hulu membuat periode banjir makin memendek. Selain kerusakan pemukiman dan lahan masyarakat, pada 2003 banjir juga merenggut 2 korban jiwa di Dusun Rowotrate dan 1 orang pada 2013.
Banjir di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. tak hanya menimpa Desa Sitiarjo. Pada Juli 2013, total 43 orang dari Desa Sitiarjo, Kedungbanteng dan Sidoasri yang mengungsi karena banjir. Pada banjir Desember 2014, ada 34 pengungsi dari Desa Sitiarjo.
Banjir parah kembali terjadi pada bulan Juli dan Oktober 2016. Tercatat 189 orang warga Sitiarjo harus mengungsi. Belum lagi warga terdampak dari Desa Ringinkembar dan Harjokuncaran.
Plenggrongan, Adaptasi Rumah Unik Tahan Banjir
Nama Dusun Rowotrate, salah satu dusun di Desa Sitiarjo, berasal dai kondisi geografisnya yang dahulu area rawa-rawa. Di antara keempat dusun di Desa Sitiarjo, Dusun Rowotrate merupakan daerah yang paling rawan.
Hal ini karena Rowotrate memiliki elevasi terendah dari permukaan air laut. Karena lebih rendah dari dusun lainnya, maka ketinggian banjir bisa mencapai 2,5-3 Meter saat dusun lain hanya terendam 1-2 Meter.
Bermukim di hilir aliran sungai Penguluran yang langganan banjir tak membuat warga mau pindah mukim. Seperti yang diungkapkan Mamik Misniati, Kepala Desa Sitiarjo kepada tugumalang.id, bahwa warga Sitiarjo enggan untuk melakukan bedol desa.
Selain karena puluhan tahun menetap di sana, warga Rowotrate juga punya siasat sendiri dalam menghadapi banjir tahunan. Mereka seakan menerima takdir kondisi alam daerahnya. Masyarakat Sitiarjo khususnya dusun Rowotrate sebagai dusun paling rawan punya inovasi soal bagaimana membangun rumah tahan banjir.
Namanya plenggrongan, ruang tambahan di langit-langit rumah yang dibuat khusus untuk mengevakuasi anggota keluarga dan barang berharga. Jika banjir datang, mereka akan dengan segera mengamankan diri di plenggrongan.
Karlina dan Ismanto (2017) dalam prosiding riset kebencanaan menyebutkan jika plenggrongan berasal dari kata plenggrong atau nglenggrong yang artinya berlindung atau melompat ke tempat yang lebih tinggi. Plenggrongan juga membuat warga merasa rumahnya lebih aman daripada harus mengungsi atau pindah rumah.
Plenggrongan biasanya dibuat dengan ukuran 2 x 3 meter. Namun tetap menyesuaikan dengan ukuran dan luas bangunan atap rumah. Bahan yang biasa digunakan ialah kayu yang cukup kuat untuk menahan beban. Beberapa rumah bahkan menggunakan bahan cor untuk membuat plenggrongan permanen.
Selain memodifikasi ruang atap, dalam observasi Amaliya dan Dewi (2019) menyebutkan jika rumah di Rowotrate, Desa Sitiarjo memiliki model pondasi yang lebih tinggi dari rumah umumnya. Pondasi dinaikkan menjadi 0,5-1,5 Meter agar tak mudah terendam air. Pondasi tinggi dibuat dari semen, batu bata, batu kali, dan batu gunung.
Mengapa Desa Sitiarjo?
Lalu apa penyebab Desa Sitiarjo selalu jadi langganan banjir? Panjangnya rekam jejak banjir di Sitiarjo terjadi disebabkan oleh aliran sungan Penguluran yang melintasi desa. Sungai tersebut juga menjadi muara dua sungai yaitu Sungai Bambang dan Sungai Kedungbanteng.
Belum lagi menyoal ketinggian dataran. Wilayah Desa Sitiarjo sebagai daerah hilir sungai termasuk dalam area Sumbermanjing Wetan bagian selatan. Dimana hanya memiliki ketinggian 0-25 Meter diatas permukaan laut (Mdpl).
Sedangkan wilayah tengah dan utara Kecamatan Sumbermanjing memiliki ketinggian berkisar 500-1000 Mdpl. Dengan kontur dan bentuk lahan perbukitan, Sumbermanjing memiliki tingkat lereng sebesar 0-25%.
Analisis Almaulani (2020) menyebutkan jika topografi Desa Sitiarjo yang didominasi dataran rendah menjadikannya penampung air limpasan atau air kiriman dari hulu. Lahan persawahan dan rawa yang tak mampu menahan air pun menyebabkan luapan air yang meluas.
Lebih lanjut Almaulani juga menuliskan adanya kontribusi alih fungsi lahan hulu sungai yang berada di Desa Sukodono, Kecamatan Dampit. Sehingga menyebabkan banjir kiriman ke Desa Sitiarjo.
Secara umum, Kecamatan Sumbermanjing Wetan memang dikenal sebagai wilayah dengan mayoritas tutupan lahan berupa hutan dan perkebunan. Selain Kawasan hutan lindung, juga terdapat lahan basah, lahan perkebunan, permukimam, industri hingga pertambangan.
Di sisi lain, BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Karangploso mencatat bahwa Kecamatan Sumbermanjing Wetan memiliki curah hujan sedang hingga tinggi yang berkisar antara 1000-1600 mm.
Penulis: Imam A. Hanifah
editor: jatmiko