Tugumalang.id – Nilai jelek sewaktu sekolah bukanlah ukuran segalanya untuk menjustifikasi seseorang gagal dalam belajar. Bisa jadi, pengalaman itu yang justru melejitkan seseorang untuk semakin semangat belajar hingga sukses. Ini seperti yang dialami oleh Bagus Muljadi.
Sewaktu sekolah, dia pernah memperoleh nilai raport warna merah yang berarti dia gagal di suatu mata pelajaran itu, tetapi kini menjadi Asisten Profesor di University of Nottingham di Inggris. Tentu saja, membalikkan keadaan seperti yang dialami oleh pemilik nama lengkap Bagus Putra Muljadi itu bukanlah hal mudah. Butuh perjuangan, tekat dan keyakinan yang kuat.
Dalam sebuah podcast #Endgame milik Gita Wirjawan, dia mencerikan pengalaman panjang hidupnya menjadi seperti sekarang.
Raport Merah dan Mimpi Menjadi Pelukis
Bagus lahir dan besar di Ibu Kota Jakarta dari pengusaha kecil. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), dia bukanlah siswa dengan riwayat akademik yang mumpuni.
Sama seperti siswa pada umumnya, Bagus kerap melakukan kesalahan seperti melanggar peraturan hingga mendapat raport merah dari sekolah. Dampak itu, orang tua Bagus sering dipanggil oleh pihak sekolahnya.
“Mungkin tidak patuh, jadi ada tendensi untuk selalu melanggar peraturan,” ujar Bagus saat ditanya alasan atas perbuatannya waktu itu.
Bahkan, saat Bagus duduk di Program Studi Teknik Mesin ITB juga tidak jauh berubah dengan masa lalunya. Ia merasa bukanlah mahasiswa yang menonjol, IPK yang diperoleh hanya 2,69. Ia pun menyelesaikan studi sarjananya dalam kurun waktu lima tahun dan sangat pesimis untuk mendapatkan pekerjaan kala itu.
Malah, di balik dunia teknik yang ia tekuni Bagus bermimpi untuk menjadi seorang pelukis. Satu bidang yang sebetulnya tidak linear dengan teknik.
“Sebenarnya saya bermimpi untuk jadi pelukis atau pemain band atau penulis,” ungkapnya.
Minat itu, muncul sejak dia masih SMA. Saat itu, dia kerap mengikuti kegiatan band sebagai vokalis. Kadang membaca puisi dan menggambar. Untuk melanjutkan kesenangannya di dunia seni lukis, Bagus sempat mau mengambil Jurusan Arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung.
Namun takdir berkata lain, dia memutuskan untuk mendalami dunia teknik hingga saat ini.
Tantangan di Setiap Perjalanan
Meski tanpa beasiswa, Bagus tetap meneruskan perjalanan akademiknya hingga ke Taiwan. Dengan mengambil jurusan Mekanika Terapan di National Taiwan University. Dia membagi waktu kuliahnya untuk menjadi seorang sales pompa air.
Kesulitan bahasa hingga belajar ilmu baru menjadi tantangan untuk seorang Bagus Muljadi. Namun prinsip yang tertanam pada dirinya mampu menjawab segala rintangan yang menghalangi.
Masa-masa sulit yang ia hadapi di Taiwan ternyata menjadi sebuah keberhasilan. Dia berhasil menyelesaikan studinya. Hal ini membuat kepercayaan dirinya semakin meningkat.
Siapa sangka ternyata hal tersebut yang kemudian mengantarkannya untuk melanjutkan Post Doctoral di Tolouse Perancis di bidang Matematika dan Ilmu Bumi.
Walaupun tidak fasih berbahasa Perancis, namun ia tetap yakin bisa menyesuaikan dengan baik seperti pengalaman saat ia berada di Taiwan.
“Akhirnya saya ambil kesempatan untuk pergi ke Perancis, walaupun ke departemen yang berbeda,” tutur Bagus.
Sejak itu, dia merasa bahwa karir akademiknya mengalami peningkatan hingga Imperial Collage London tertarik untuk memberikan pekerjaan kepadanya. Bekerja sebagai post-doc selama tiga tahun di Departemen Ilmu Bumi.
Dia akhirnya menemukan zona nyaman dari sekian rute perjalanan yang ia tempuh di Luar Negeri. Hal tersebut lantaran penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari yang ia gunakan untuk berkomunikasi dengan orang sekitar.
Kenyamanan itu berhasil dimanfaatkan Bagus untuk semakin mengembangkan karir akademiknya, hingga mendapatkan tenure position di University Nottingham. Saat itu, dia menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan tenure di Departemen Teknik Kimia dan Lingkungan kampus tersebut.
Impiannya untuk Indonesia Emas
Sebagai peneliti muda yang saat ini tengah hidup di negeri orang, Bagus Muljadi tetap menaruh harapan besar untuk perubahan Indonesia. Menuju usia Indonesia yang akan menyentuh angka 100 tahun, Bagus menekankan kesetaraan gender. Menurutnya, tidak ada yang membedakan intelektualitas antara laki-laki dengan perempuan.
Ia menilai bahwa yang menjadi penyebab rendahnya angka partisipasi perempuan adalah karena minat. “Minat itu sendiri menjadi hal yang bisa dimodifikasi. Padahal, ada kebutuhan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering and Math) yang memanggil bakat-bakat perempuan,” kata dia.
Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, Bagus menilai perlu adanya demistifikasi STEM di komunitas perempuan. Agar perempuan tidak menganggap bidang STEM adalah momok serius, karena selama ini cenderung di dominasi oleh laki-laki.
Penulis: M-9
Editor: Herlianto. A