Tugumalang.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang sudah mulai menerapkan sekolah tatap muka (STM) untuk SD dan SMP sejak Senin, 19 April lalu. Namun, pelaksanaan STM dengan prosedur protokol pencegahan COVID-19 ini benar-benar harus diawasi ketat.
Seperti dikatakan Anggota Komisi D DPRD Kota Malang Bidang Pendidikan, Amithya Ratnanggani Sirraduhita. Dia mewanti jangan sampai kembalinya pemberlakuan sekolah tatap muka di Kota Malang ini justru menjadi klaster penularan baru.
”Saya imbau pemerintah harus benar-benar serius. Jangan mempertaruhkan kesehatan anak-anak, apalagi mereka adalah tergolong rentan,” tegas politikus dari PDI Perjuangan ini, belum lama ini.
Menurut perempuan yang akrab disapa Mia ini, sebenarnya keputusan sekolah tatap muka di Kota Malang saat ini masih belum tepat. Mengingat, angka kasus pertambahan COVID-19 di Kota Malang juga masih fluktuatif.
Sejauh ini, meski dari Dinas Pendidikan Kota Malang sudah berupaya menerapkan sejumlah metode sekolah dengan adapatasi kebiasaan baru, tetap saja pada realitanya seringkali berbeda.
Sebab itu, diperlukan pengawasan ketat dari Dinas Pendidikan. Tidak hanya menyampaikan aturan saja, tapi juga harus dipantau dengan ketat. Terlebih pada petugas di lapangan, dalam hal ini para guru yang punya andil besar dalam menekan kemungkinan terburuk itu.
”Harusnya tiap hari dipantau, dievaluasi. Kalau ada yang berpotensi bahaya langsung cari strategi baru. Jangan nunggu ada yang ketularan dulu baru gerak,” jelas mantan Staf Ahli DPR RI 2009-2019 ini.
Jadi, sekolah tatap muka yang sudah mulai ini tidak hanya terkesan trial and error. Masalahnya, kata dia, ini yang dipertaruhkan adalah kesehatan. Andaipun si anak memiliki imun yang kuat, tetap saja dia akan berpotensi menularkan ke keluarga lain.
”Kalau gitu terus ya pandemi ini gak bakal kelar-kelar. Apalagi sekarang ada varian (virus) baru lagi. Prokes, memakai masker ini harus jadi kebiasaan. Kayak kita kalau gak pake celana, kan malu,” ujar ibu tiga anak ini.
Lebih jauh, kata dia, dalam membiasakan anak sadar akan prokes, memang susah-susah gampang. Harus membutuhkan ketelatenan luar biasa dari para orang dewasa di sekitarnya.
”Jujur aja saya sering khawatir ya, pas ngeliat anak-anak pulang sekolah itu ada yang maskernya lalu dilepas. Kalau kelihatan gurunya baru dipakai lagi. Tentu soal kesadaran ini jadi PR besar guru dan juga dinas terkait,” imbau perempuan kelahiran Malang 14 Maret 1984 ini.
”Pembiasaan ini harus dilakukan secara konsisten. Harus diingatkan terus dan supaya bisa melekat dan jadi mindset. Gak perlu sampe saksi tegas. Terpenting bagaimana caranya agar prokes ini tidak menjadi sebuah beban, tapi sebuah keharusan,” pungkasnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti