MALANG, Tugumalang.id – Tepat di tanggal 6 Februari 2025 ini, salah satu sastrawan kebanggaan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer merayakan ulang tahun ke-100. Meski telah berpulang pada 2006 lalu, di tahun 2025 ini perayaan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer digelar untuk mengenang karya-karya sastrawan dari Blora, Jawa Tengah itu.
Sastrawan yang akrab disapa Pram itu adalah penulis Tetralogi Buru dengan beberapa karyanya yang populer seperti Bumi Manusia, Perburuan, Sang Pemula, dan beberapa karya-karya sastra lainnya.
Sosok pria kelahiran Blora, 6 Februari 1925 ini dikenal sebagai salah satu sastrawan yang kritis melalui karya-karyanya. Ia pun menghabiskan hidup dari penjara ke penjara sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda hingga pemerintahan Orde Baru.
Di masa Orde Baru, Pram dianggap sebagai salah satu sastrawan yang dituduh berafiliasi dengan organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sayap kiri dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Pasca peristiwa 1 Oktober 1965, Pram harus merasakan dinginnya jeruji penjara tanpa proses peradilan serta diasingkan ke Pulau Buru, Maluku.
Baca Juga: 6 Fakta Pramoedya Ananta Toer, Penulis Tetralogi Pulau Buru
Tak hanya itu, karya-karya Pram juga dilarang beredar di masyarakat. Sehingga tak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal sosok Pram dan juga karya-karya sastra terbaiknya.
Banyak orang yang menyayangkan hal tersebut, karena sejatinya Pram bukanlah kiri dalam artian yang sebenarnya. Ia hanya berafiliasi dengan Lekra yang pada saat itu menampung karya-karyanya.
Berikut ini sederet fakta menarik Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan kebanggaan Indonesia.
1. Nominasi Nobel Sastra
Diasingkan oleh bangsanya sendiri, Pram justru pernah masuk dalam nominasi nobel sastra. Karya-karya sastra yang ditulis Pram diakui oleh publik internasional dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing.
Sayangnya hingga akhir hayat, Pram tidak mendapatkan penghargaan atas karyanya yang sangat luar biasa. Banyak dugaan yang muncul dari tidak adanya penghargaan atas karya sastra Pram. Mulai dari penerjemahan bahasa yang dinilai menurunkan bahasa sastra hingga permainan politik.
2. Raih Penghargaan Ramon Magsaysay
Pramoedya Ananta Toer tercatat pernah mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay di Filipina dalam bidang jurnalisme sastra dan seni komunikasi kreatif. Tetapi alih-alih mendapat dukungan dari sastrawan Indonesia lainnya, mereka justru menolak penghargaan tersebut diberikan Pram.
Sosok Pram dianggap pernah melakukan kesalahan di masa lalu sehingga tidak pantas menerima penghargaan tersebut. Para sastrawan yang menolak penghargaan untuk Pram juga mengirim surat protes kepada Yayasan Ramon Magsaysay, hal itu terjadi pada tahun 1995 silam.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Kartini, Pahlawan Emansipasi Melawan Belenggu Adat Pingitan Jawa
3. Hasilkan Lebih dari 50 Karya Sastra
Sosok Pram memang merupakan salah satu sastrawan yang cukup produktif dalam sejarah perkembangan sastra di Indonesia. Lebih dari 50 karya sastra ditulisnya, diantara karya-karya tersebut beberapa cukup populer di masyarakat seperti Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Arok Dedes, Perburuan, Mangir, dan Keluarga Gerilya.
Tidak hanya itu, karya Pram juga diterjemahkan ke dalam 42 bahasa asing. Ini menjadi bukti dari kualitas tulisan-tulisan seorang Pramoedya Ananta Toer.
4. Raih Banyak Penghargaan
Berkat karya sastra yang berhasil ditulisnya, Pram menerima beberapa penghargaan. Berikut ini penghargaan yang diterima oleh Pram diantaranya Penghargaan Balai Pustaka (1951), Hadiah Magsaysay (1995), PEN International (1998), Doctor of Humane Letters dari Universitas Michigan (1999).
Kemudian Fukuoka Cultura Grand Prize (2000) dan Norwegian Authors’ Union Award (2004). Penghargaan tersebut menjadi bukti kualitas karya sastra yang ditulis Pramoedya Ananta Toer.
5. Pernah Jadi Tahanan Politik
Fase paling pahit dalam hidup seorang Pramoedya Ananta Toer adalah ketika ia menjadi tahanan politik tanpa proses peradilan pada zaman pemerintahan Orde Baru. Ia ditahan dan diasingkan ke Pulau Buru karena dianggap terafiliasi dengan Lekra yang merupakan organisasi sayap kiri PKI di bidang kebudayaan dan sastra.
Pram harus merasakan hukuman buang sebagai tahanan politik selama 14 tahun. Padahal sejatinya ia bukan seorang kiri sejati apalagi anggota dari PKI. Peristiwa kelam pada 1 Oktober 1965 dan pergantian kekuasaan pada saat itu, merubah hidup seorang Pramoedya.
Tetapi semangatnya untuk terus berkarya membuat Pram berhasil menulis Tetralogi Buru yang ditulisnya saat menjadi tahanan politik.
Demikian sederet fakta menarik seputar Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan kebanggaan Indonesia.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
redaktur: jatmiko