BATU – Makam Mbah Mbatu namanya, terletak di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, tak pernah sepi pengunjung. Tiap harinya, terutama di hari-hari tertentu, selalu saja ada orang yang ziarah meminta doa dan berkah di makam ini.
Mbah Batu sendiri adalah sosok leluhur atau tokoh babat alas yang dihormati. Dari cerita yang beredar, nama aslinya ialah Dewi Condro Asmoro atau dipanggil Mbah Wastu atau Mbah Tuwo. Seiring waktu pelafalan nama itu mengalami penyingkatan menjadi Mbah Tu. Penyingkatan nama panggilan iilah yang kemudian menjadi cikal bakal penamaan Kota Batu.
Latar belakang sejarah inilah yang kemudian makam ini dianggap memiliki kekuatan magis tersendiri. Tak sedikit, masyarakat baik dari Kota Batu maupun dari luar kota selalu menyambangi makam ini untuk berziarah, meminta doa restu keselamatan hingga riyadoh.
”Orang ziarah kesini tujuannya macam-macam. Ada yang ziarah saja, ada yang meminta doa, ada juga yang pamitan mohon keselamatan sebelum melakukan perjalanan. Kalau saya, niatnya riyadoh (mendekatkan diri pada tuhan, red),” tutur Wahyudi (44), salah satu pegiat spiritual disana.
Pria asal Singosari ini mengaku bahkan menginap di kompleks makam ini sudah sejak akhir 2021 lalu. Sehari-hari, Wahyu mengisi kegiatan disana dengan beribadah dam berdiskusi dengan sesama peziarah. ”Ini karena saya dapat dawuh dari guru-guru saya,” tuturnya.
Selain Wahyu, ada juga peziarah lain yang datang dengan tujuan berbeda. Rata-rata memang para peziarah kesana untuk meminta doa restu hingga pamitan akan keluar kota. Hingga saat ini, kompleks makam Mbah Wastu ditetapkan menjadi situs resmi wisata religi bersejarah di Kota Apel ini.
Bahkan, pejabat-pejabat di Kota Batu juga selalu berziarah kesini pada momen peringatan hari jadi Kota Batu setiap 17 Oktober. Meski raganya sudah menghilang, Mbah Batu tetap dipercaya menjaga wilayah Kota Batu sampai sekarang.
”Beliau itu tokoh yang menyebarkan agama islam di berbagai daerah termasuk disini, di Kota Batu bahkan sampai akhir hayatnya juga disini,” jelas Kepala Desa Bumiaji, Edy Suyanto.
Dari sejarah lisan yang beredar, Mbah Wastu disebut sebagai tokoh bedah kerawang atau babat alas (pendiri, red) wilayah yang berada di lereng Gunung Arjuno dan Panderman ini.
Bicara sosok Mbah Wastu sendiri adalah murid dari Pangeran Rojoyo yang adalah anak dari Sunan Kadilangu, cicit dari Sunan Kalijogo. Kehadiran Mbah Wastu sampai disini karena sedang melarikan diri dari kejaran tentara Belanda.
Sesampainya disini, beliau mendirikan padepokan di kaki Gunung Panderman dan mengajarkan berbagai ilmu agama Islam kepada masyarakat. Untuk mengecoh Belanda, beliau yang juga dijuluki Syekh Abul Ghonaim ini punya nama lain yakni Kiai Gubuk Angin atau Mbah Wastu, yang kemudian disingkat jadi Mbah Tu.
Mbah Wastu sendiri terus mengajarkan berbagai ilmu dan syiar agama islam di Batu dan wilayah sekitarnya hingga meninggal di tahun 1847. Selain Mbah Wastu, di kompleks makam seluas 500 m² ini juga terdapat makam 3 tokoh lain yakni Pangeran Rojoyo, Dewi Mutmainah dan Kyai Naim.
Reporter: Ulul Azmy
editor:jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id