Tugumalang.id – DPRD Kota Malang kecewa. Upaya penanganan COVID-19 oleh eksekutif terkesan tak serius. Pasalnya, dari berbagai cara dan strategi mengatasi dampak pandemi yang ada, hingga saat ini tak ada kemajuan signifikan, dilihat dari serapan anggaran penanganan yang tak maksimal.
Sebenarnya, Pemkot Malang punya anggaran sebesar Rp 110,6 miliar untuk mengatasi pandemi. Namun hingga Juli 2021, serapan anggaran hanya ada separuh, yakni Rp 52,6 miliar.
Tak hanya itu, masih ada alokasi cadangan lewat dana Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 56,4 miliar yang juga bisa digunakan. Namun, serapannya hanya sebesar Rp 34 miliar.
Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika, menyebutkan bahwa dengan anggaran sebesar itu, harusnya penanganan pandemi bisa maksimal. Tapi faktanya, di lapangan masih banyak sektor yang carut marut, terkesan normatif. Padahal, yang sedang dihadapi adalah keselamatan warga.
”Saya kira kalau penanganan benar pasti masalah kita hari ini sudah beres. Tapikan masih banyak riak di bawah. Artinya, ada yang gak beres. Saya lihat selama ini Pak Wali Kota selalu menyampaikan yang normatif-normatif saja,” kata Made, belum lama ini.
Dari sekian anggaran yang dipakai, hingga saat ini juga tak jelas juntrungannya. Seperti dikatakan anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi PKB, Arief Wahyudi. ”Anggaran padahal ada dan jelas. Kenapa gak di tes swab PCR saja semua sekalian. Kan enak kalau ketauan bisa langsung di-treatment. Satu alat berapa sih, bisa kok,” ujarnya.
Dari kebijakan yang bertele-tele itulah, kata Arief, membuat penanganan pandemi carut-marut. Bahkan, sampai ledakan kasus positif saat inipun, eksekutif masih tak serius. Buktinya, rumah sakit overload dan warga terpaksa Isolasi Mandiri (Isoman).
Gara-gara Isoman tanpa pengawasan penuh dari tenaga kesehatan, kata Arief, membuat banyak Isoman meninggal dunia. ”Harusnya Pemkot melarang ini (Isoman). Masih banyak kok aset yang bisa dialihfungsi jadi safe house,” sesalnya.
Sengkarut masalah yang jadi bola liar inilah, disebut anggota Fraksi PDIP, Harvard Kurniawan, Pemkot Malang tak punya perencanaan kebijakan yang jelas dan terukur. Artinya, penanganan kesehatan seolah bukan menjadi prioritas.
”Kapan target vaksinasi tercapai? Kapan Kota Malang bisa zona kuning, zona hijau? Semua itu tidak pernah tahu. Padahal, kepala daerah itu mininal pasti harus punya indikator, lalu target. Jadi perencanaan kebijakannya jelas,” ucapnya.
Alih-alih pandemi, lanjut Harvard, Pemkot Malang malah sibuk mencari bantuan kesana-kesini dengan tajuk beramal. Selain itu, Wali Kota Malang juga memotong Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN untuk dipakai membantu penanganan COVID-19.
”Daripada menggalang dana, kan harusnya fokus menata kebijakan yang konkrit ya. Manfaatkan dari anggaran sendiri yang ada juga bisa kok,” sebutnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti