Tugumalang.id – Pemaparan strategi politik Gus Dur menghadapi tekanan politik era orde baru membuat pendengarnya merinding. Hal itu diungkapkan oleh Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN) Malang, Prof Zainuddin dalam peringatan Haul ke-12 KH Abdurrahman Wahid pada Selasa (4/1/2022).
Haul yang diselenggarakan secara hybrid atau gabungan virtual dan offline terbatas itu, digelar di UIN Malang dengan menjalankan protokol kesehatan ketat. Sejumlah narasumber dihadirkan mulai Wali Kota Malang, Sutiaji; putri ketiga Gus Dur, Anita Wahid; hingga Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen.
Dalam kesempatannya, Prof Zainuddin mengatakan bahwa sudah mengenal sosok Gus Dur sejak tahun 1980. Saat itu, dia masih menjadi seorang aktivis pergerakan di Yogyakarta. Dia juga mengikuti perkembangan era orde baru hingga Islam Indonesia kala itu.
Saat itu, dia juga pernah mengikuti pertemuan eksklusif terbatas bersama Gus Dur di rumah Alm Syaiful Mujab, tokoh NU di Yogyakarta. Dikatakan, saat itu tekanan politik orde baru begitu keras dia rasakan.
“Ketika Gus Dur bicara strategi politik menghadapi tekanan politik orde baru dan peta politik Islam Indonesia, itu sangat menarik dan membuat saya merinding mendengarnya,” ujar Prof Zainuddin.
Dia juga mengungkapkan saat itu banyak sekali tokoh pergerakan dan aktivis yang ditangkap. Kemudian Gus Dur menggemakan pandangan bahwa Islam akan menjadi besar jika mengedepankan politik sebagai moralitas. Bukan menjadikan politik sebagai institusi yang menguntungkan pribadi.
“Itulah yang selalu ditekankan oleh Gus Dur. Maka saya bisa mengatakan bahwa politik Gus Dur adalah politik komunikatif akomodatif atau politik silaturahim,” jelasnya.
Prof Zainuddin juga membeberkan keistimewaan Gus Dur ketika berziarah ke makam Wali Mahdum di Purwokerto. Makam wali ini merupakan makam ziarah para wali yang menjadi start keberangkatan ziarah sembilan wali.
“Saat saya berbincang dengan juru kuncinya, dia mengatakan bahwa makam itu menjadi ramai dikunjungi peziarah setelah kunjungan Gus Dur ke sana,” bebernya.
Disebutkan, Gus Dur dua kali berziarah ke makam Wali Mahdum yakni sebelum dan sesudah menjabat Presiden RI. Dia juga mendapat informasi bahwa makam tersebut sepi pengunjung.
Namun seusai Gus Dur berziarah ke sana, makam Wali Mahdum menjelma menjadi wisata religi di Purwokerto.
“Silaturahim ke berbagai tokoh tersebut, terutama setelah diangkat sebagai presiden merupakan kebiasaan Gus Dur. Bahkan menjelang wafatnyapun beliau ini masih menyempatkan diri berziarah ke makam kerabatnya,” paparnya.
“Kita tau betapa jaringan politik Gus Dur begitu luas. Mulai tokoh sipil, ormas, LSM, dan tokoh berbagai agama, bahkan tokoh pendukung orde baru. Relasi Gus Dur yang terlampau luas lintas agama dan golongan inilah yang membuat Gus Dur semakin poluper,” imbuhnya.
Menurutnya, Gus Dur memang diakui kepiawaiannya oleh lawan politiknya. Gus Dur juga telah diakui sebagai tokoh demokrat oleh dunia internasional.
“Gus Dur adalah politisi jenaka yang poluler, yang menganggap mudah masalah. Begitu saja kok repot menjadi ungkapan Gus Dur yang sangat poluler,” ucapnya.
Dalam menghadapi siapapun, Gus Dur kerap kali menyisipkan humor bahkan dengan penguasa garang sekalipun. Prof Zainuddin juga mengatakan bahwa Gus Dur mewarisi penyair Abunawas yang cerdik dan penuh kearifan lokal.
“Saya kira kita butuh pemimpin untuk bisa meneruskan perjuangan Gus Dur ini. Pejuang demokrasi, kemanusiaan, dan kaum populis. Dalam konteks pejuang kemanusiaan, Gus Dur bisa disejajarkan dengan Mahatma Gandi,” tandasnya.
Haul ke-12 Gus Dur ini didukung oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG), OJK Malang, Pertamina, Grand Mercure Malang, Bank Jatim, Climate Change Frontier dan Malang Strudel.
Reporter: M Sholeh
Editor: Lizya Kristanti