MALANG, Tugumalang.id –PN kepanjen didesak berbagai pihak untuk memberikan hukuman berat bagi MTF, pengasuh Ponpes di Tajinan Malang yang diduga telah cabuli santrinya. Kasus pencabulan itu akan memasuki tahap putusan pengadilan pada Senin (8/1/2024) mendatang.
Terdakwa merupakan pengasuh pondok pesantren NI yang ada di Desa Tangkilsari, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. MTF diduga melakukan pencabulan terhadap lima orang santri di tahun 2020. Korban diduga mencapai puluhan orang, namun banyak yang belum berani melapor dan mendapatkan tekanan dari pihak pondok pesantren.
Kasus ini dilaporkan ke Polres Malang pada 7 Januari 2022. Namun, terdakwa mangkir dari panggilan polisi dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) hingga akhirnya ditangkap pada Mei 2023 lalu.
Baca Juga: Sempat DPO, Polisi Tangkap Pengasuh Ponpes di Tajinan yang Diduga Cabuli Santrinya
Proses sidang kasus ini pun berlangsung selama hampir lima bulan sejak Agustus 2023 hingga saat ini. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa agar dipidana 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan, denda Rp 1 miliar, subsider empat bulan kurungan.
Advokat YLBHI-LBH Pos Malang, Tri Eva Oktaviani mengatakan, pihaknya telah memberikan fasilitas bagi pihak-pihak yang ingin mendukung proses penegakan hukum dalam kasus ini. Surat tersebut didukung berbagai organisasi bantuan hukum (OBH), aktivitas, komunitas, pegiat HAM, dan akademisi di berbagai universitas di Indonesia.
“Mereka memiliki satu hal yang sama, yakni ingin proses penegakan hukum yang seadil-adilnya bagi korban,” kata Tri saat dihubungi Tugu Malang ID, Jumat (5/1/2024).
Menurutnya, surat ini sebagai bentuk perhatian dan kepedulian berbagai pihak terhadap para korban kekerasan seksual, khususnya yang masih berusia anak-anak seperti para korban dalam kasus ini. Ia menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah bentuk pelanggaran HAM yang mencederai harkat, martabat, dan kehormatan perempuan.
Baca Juga: Pengasuh Ponpes di Gondanglegi Diduga Lecehkan Santriwati
Terlebih jika korbannya adalah anak-anak yang seharusnya mendapatkan jaminan perlindungan fisik, spiritual, dan mental dari orang dewasa. Ia berharap dengan adanya dukungan serta perhatian publik, tidak ada lagi kasus-kasus serupa yang menimpa anak-anak.
“Apalagi di institusi pendidikan keagamaan yang seyogyanya bisa memberikan perlindungan dan pendidikan yang baik bagi anak,” kata Tri.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko