Tugumalang – Belum usai penyakit mulut dan kuku atau PMK yang menyebabkan banyak sapi di Indonesia mati, kini muncul Penyakit Lumpy Disease Skin (LSD). Penyakit kulit ini disebabkan virus pox dari genus Capripoxvirus (CaPV).
Virus ini telah terdeteksi di Indonesia. Penyakit yang menyerang hewan sapi, kerbau, dan beberapa jenis hewan ruminansia liar ini muncul di Kepulauan Riau pada Februari 2022.
Demi melakukan pencegahan, maka Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (KPP) Surabaya turun melakukan pengawasan untuk mengantisipasi penularan penyakit tersebut. Pada tugujatim.id, Antiek Sugiharti, Kepala Dinas KPP Kota Surabaya menjelaskan bahwa hasil tinjuan di 11 kecamatan tidak ditemukan penyakit LSD. Berikut ini ulasan penyakit LSD pada sapi yang dapat menjadi referensi bagi para peternak.
Gejala Klinis Penyakit LSD pada Sapi
Penyakit LSD dapat diketahui dengan mudah dengan melihat jejak bintil-bintil pada kulit sapi. Kerusakan ini diklaim akan menyabkan kerusakan kulit permanen. Virus ini sangat rentan menular pada sapi karena dapat bertahan dan stabil di suhu lingkungan.
Umumnya, sapi akan mengalami demam tinggi hingga menurunnya nafsu makan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya jumlah produksi susu, berat badan, infertilitas dan sterilitas sapi pejantan bibit.
Kasus ini kini menjadi perhatian banyak pihak karena dapat ditularkan melalui lalu lintas sapi. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan LSD tidak menimbulkan penyakit kronis.
Namun Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. drh. Wasito, Ph.D menyarankan agar tidak mengkonsumsi daging sapi yang terkena virus LSD. Pada laman UGM () ia menjelaskan bahwa daging sapi berpenyakit LSD telah kehilangan banyak protein yang digunakan virus untuk menggandakan diri.
Cara Penularan Virus Penyakit LSD Pada Sapi
DrH. Tri Satya Putri Naipospos dalam Seminar Nasional Mitigasi LSD di Indonesia April lalu mengungkapkan bahwa LSD memiliki distribusi geografis berbeda dengan Sheepox dan Goatpox pada domba dan kambing. Sehingga capripoxvirus pada sapi tak akan menular pada hewan ruminansia lainya.
Organisasi pangan dunia, Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) mengklaim bahwa penyakit LSD tidak menular ke manusia. Penyakit ini juga disebut tidak berdampak ke manusia.
Penyakit ini rupanya dapat menular melalui gigitan serangga atau jenis anthropoda. Dalam Buku Kontingensi LSD Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2022 disebutkan bahwa gigitan spesies lalat, nyamuk dan caplak dapat menularkan vector virus ke sapi. Selain itu kontak langsung antar sapi juga menjadi perantara yang cepat.
Sejarah Deteksi Virus LSD Pada Sapi di Benua Afrika, Eropa hingga Asia
Secara global, Tri Satya mencatat LSD pertama kali muncul di Zambia pada 1929. Virus ini kembali ditemukan pada 1943 di Botzwana, Zimbabwe, dan Afrika Selatan. Hingga sekitar tahun 1981-1986 virus ini telah terdeteksi di sejumlah negara Benua Afrika.
Barulah pada 1988 hingga 2006, LSD terdeteksi di negara timur tengah seperti Palestina, Israel, Mesir, Bahrain, Kuwait, Turki, Saudi Arabia dan Irak. Benua Eropa pun tak lepas dari virus ini. Pada rentang tahun 2015 hingga 2016, tercatat negara seperti Bulgaria, Serbia, Kroasia, Yunani, Bosnia Herzegovina, dan Rumania turut terdeteksi penyakit LSD.
Penyakit LSD kemudian terdeteksi ke negara daratan Asia lainnya seperti Bangladesh, China dan India pada 2019. Penyakit ini kemudian juga diketahui muncul pada negara-negara Asia Tenggara seperti Srilanka, Thailand, Laos dan Vietnam pada 2021. Hingga akhirnya pada 2022 hewan ternak di Indonesia dan Singapura turut menjadi korban penyakit ini.
Riwayat Munculnya LSD Pada Sapi di Indonesia
Hasil survei Balai Veteriiner Bukittinggi pada 15 Februari 2022 dan sejumlah rapat ahli kesehatan hewan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 16 Februari 2022 menyimpulkan bahwa penyakit LSD terkonfirmasi positif muncul di Kepulauan Riau.
Hasil positif ini juga dikonfirmasi oleh Balai Besa Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH). Hasil uji BBPMSOH yang dikutip Tri Satya, menyebutkan jika sampel di Provinsi Riau memiliki kemiripan 98,87% dengan penyakit LSD di China.
Menanggapi hasil investigasi tersebut, Balai Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) pun mengeluarkan surat edaran pada 18 Februari 2022. Dalam surat No. 5076/KR.120/K/02/2022, diberikan arahan kewaspadaan terkait penyakit LSD pada sapi pada seluruh kepala Badan Karantina Pertanian di seluruh Indonesia.
Pencegahan dan Disinfektan Penyakit LSD
Buku Kontingensi LSD Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2022 memberi penjelasan lengkap terkait penyakit LSD yang tengah diwaspadai banyak pihak. Termausk bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
Beberapa langkah disinfeksi yang dapat dilakukan oleh peternak maupun pihak terkait yakni:
• Pembersihan menyeluruh termasuk truk dan lingkungan yang berpotensi terkontaminasi, termasuk orang yang beraktivitas dalam lingkup peternakan tersebut.
• Pembersihan dan disinfeksi peternakan termasuk tanah dan feses hewan
Bahan yang tepat untuk digunakan sebagai disinfektan virus LSD yakni mengandung fenol 2%, kloroform 20%, sodium hipoklorit 2-3%, formalin 1%, iodin, ammonium kuartener 0,5% dan virkon 2%.
Berikut daftar produk disinfektan yang dapat dipilih para peternak untuk mengantisipasi penyakit LSD di peternakannya (sertakan gambar tabel).
Vaksin untuk Hewan Ternak Sapi yang Terkena LSD
Dalam Buku Kontigensi LSD, disebutkan bahwa vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai model. Pemerintah akan mempertimbangkan vaksinasi terbatas untuk daerah perbatasan sehingga dapat memotong penyebaran. Hingga vaksinasi menyeluruh di daerah rentan.
Vaksin yang umum digunakan ialah Strain vaksin “Neethling” atau Neethling Vaccine Strain. Vaksin ini yang telah dikembangkan lebih 60 tahun dinilai masih aman untuk sebagai obat penyakit LSD. Setelah memperoleh vaksin, diperlukan 1-3 minggu pasca-vaksinasi untuk menumbuhkan kekebalan tubuh sapi melawan LSD.
Pemerintah melalui rilis Buku Kontingensi tersebut telah mempertimbangkan beberapa vaksin LSD untuk diimpor khusus ke Indonesia. Beberapa merk vaksin tersebut yakni Bovivax-LSD™ dari Moroko, LSD Vaccine for Cattle dari Afrika Selatan, dan Lumpyvax™ yang diproduksi Intervet (Pty) South Africa/MSD Animal Health.
Berdasarkan tinjauan tugujatim.id, kini Dinas KPP Surabaya telah melakukan pengawasan dan pencegahan penularan LSD. “Kami sudah mendatangi 11 kecamatan yang memiliki peternakan terbanyak. Kunjungan ke peternak tersebut dalam rangka pengawasan dan pencegahan penularan LSD kepada hewan ternak,” ujar Antiek Sugiharti, Kepala Dinas KPP Kota Surabaya pada Minggu (13/11/2022).
Guru Besar FKH UGM, Warsito pun menyarankan agar sapi yang telah terkena virus LSD segera di isolasi dari sapi lainnya. Pada laman UGM (), ia juga menyebutkan jika sapi yang telah terkena LSD harus dilakukan pemusnahan atau stumping out.
Kini pencegahan penyakit LSD perlu dilakukan dengan kerjasama oleh semua pihak, baik peternak, pedagang sapi hinga dinas terkait di setiap daerah. Hal ini demi menjaga agar penularan LSD tidak sampai merugikan petani dan peternak seperti yang terjadi pada penularan penyakit PMK.
Penulis: Imam A. Hanifah
editor: jatmiko