Tugumalang.id – Aremania licek bernama Ahmad Fajar Khoirul yang masih berusia 15 tahun, gugur dalam Tragedi Kanjuruhan. Nyawa Aremania asal Singosari itu tak tertolong saat tertindih desakan supporter yang ingin keluar dari dalam stadion. Supporter berebut keluar saat gas air mata berhamburan ke tribun penonton.
Singosari, memang salah satu daerah basis besar supporter Arema. Seperti Fajar yang juga Aremania asal Desa Watugede Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Fajar yang menonton langsung pertandingan Arema FC versus Persebaya 1 Oktober 2022, tidak bisa keluar dari stadion saat gas air mata berhamburan di tribun penonton.
Cerita Fajar ini dikisahkan Angga (17), yang merupakan teman dekat Fajar. Dia melayat ke rumah duka, Senin (3/10/2022). Angga yang menonton pertandingan bersama Fajar dan teman-teman lainnya, menjadi saksi Tragedi Kanjuruhan di tribun penonton.
“Saya sangat menyesal tidak bisa menolong Fajar. Waktu itu saya juga terinjak-injak di ‘pintu maut’. Saya sudah tak berdaya,” ujarnya kepada wartawan, (3/10/2022).
Angga menceritakan, kekaucan muncul saat pertandingan usai. Dia melihat segelintir supporter turun ke lapangan memeluk pemain Arema FC. Namun menurutnya, aparat keamanan mulai menghalau dan menembakkan gas air mata.
Saat itu kemudian, situasi jadi tidak kondusif. Angga mengajak teman-temannya, termasuk Fajar, untuk segera keluar dari dalam stadion. Celakanya kata dia, ‘pintu maut’ stadion masih tertutup. Angga berpegangan tangan dengan teman-temannya, termasuk Fajar.
Namun karena situasi semakin tidak terkendali, genggaman tangan Fajar lepas. Saat itulah kata Angga, petaka mulai dirasakan. Semua orang berebut keluar, namun akses tidak ada.
“Saya ditarik orang dalam desak-desakan itu sampai lepas dengan teman-teman. Saya tertindih-tindih, terinjak-injak. Ambil nafas saja susah, saya pasrah, sudah gak bisa apa-apa,” kata Angga.
Angga saat itu masih sadar, meskipun tidak punya banyak tenaga untuk berbuat. Karena terjadi penumpukan massa di pintu keluar yang tertutup itu. Angga melihat di sekitarnya sudah banyak supporter yang tergeletak. Entah pingsan atau tak bernyawa.
“Lalu ada yang manggil, mas… mas… mas…, saya minta tolong, gak kuat. Ayo kamu bisa,” kata Angga meningat orang minta tolong, yang saat itu Angga tidak bisa berbuat apa-apa.
Angga ingat dirinya dimintai tolong untuk menghalau orang-orang agar tidak menindih para supporter yang sudah kehabisan energi. Namun Angga tidak bisa, dia mengaku kakinya sudah kram.
Butuh waktu yang lama menurutnya untuk bisa lepas dari situasi mencekam itu. Angga tidak tahu persis berapa lama. Namun saat dia bisa berdiri, Angga mengaku melihat sudah ada korban yang tergeletak. Termasuk seorang yang berseragam polisi yang kata dia pingsan.
“Saat saya bangun, ada polisi yang juga pingsan di situ. Saya akhirnya kelaur lewat Pintu 9, karena Pintu 10 sudah sesak,” jelasnya.
Angga dan 7 temannya kemudian berhasil keluar dari dalam stadion. Namun mereka tidak mendapati Fajar. Mereka sangat panik, dan memilih masuk kembali ke dalam stadion untuk mencari Fajar.
“Kami temukan Fajar sudah tak bergerak,” kata Angga.
Dia dan teman-temannya tidak tahu persis apakah Fajar sekarat atau sudah tidak bernyawa. Dia tetap menolong Fajar. Namun kata dia, prosesnya berjalan lambat. Angga mengaku minta tolong kepada hingga 3 aparat keamanan yang ditemui.
“Yang saya kecewakan, kenapa tiga aparat itu tak menghiraukan saat kami minta tolong, teman kami sekarat. Mereka hanya menengok dan meninggalkan kami,” tegasnya.
Meski akhirnya Fajar bisa dilarikan ambulans ke rumah sakit. Namun Angga tidak tahu Fajar dilarikan ke rumah sakit mana. Dia baru mendapat kabar update sekitar pukul 03.00 dini hari (2/10/2022).
Saat itu juga ibu korban, Sumiati, mengetahui kabar gugurnya Fajar. Sumiati langsung berangkat menuju RS Hasta Husada Kepanjen. Dia menangis histeris saat mengetahui putranya sudah tak bernyawa. Saat itu juga jenazah dibawa pulang ke rumah duka.
“Sebelum meninggal, ada yang beda beberapa hari terakhir. Dia (almarhum) habis sekolah langsung tidur, bangun mandi, habis itu tidur lagi. Biasanya tidak begitu,” terang Sumiati mengingat hari-hari terakhir Fajar.
Reporter : M Sholeh
Editor : Fajrus Sidiq