MALANG, Tugumalang.id – Sebagai petani kopi, Ahmad Saiful punya cara tersendiri untuk mengembangkan usahanya tersebut. Dia menggunakan pendekatan semangat tradisi sehingga dia bisa tetap bertahan hingga hari ini.
Ahmad Saiful adalah petani kopi dari Desa Sumbertangkil, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang. Ia telah menekuni dunia pertanian kopi selama enam tahun terakhir, meneruskan tradisi yang diwariskan dalam keluarganya sejak tahun 1990.
Sebelumnya sempat bekerja di sektor industri, tapi berbagai pengalaman hidup akhirnya membawanya kembali ke ladang kopi dan memutuskan untuk merawat perkebunan kopi milik keluarganya. “Saya sempat kerja di luar bidang kopi, tetapi kemudian kembali ke kopi,” kata dia saat diwawancarai pada Sabtu, 14 September 2024, di kebun miliknya.
Baca Juga: Pemkot Batu Ajak Petani Alih Komoditas Kopi Agar Tak Kerap Merugi
Menurutnya, pertanian kopi di Desa Sumbertangkil dimulai pada tahun 1990. Ketika lahan di wilayah ini beralih dari budidaya kakao ke tanaman kopi.
Ahmad terjun ke dunia pertanian kopi didorong oleh keinginan untuk melanjutkan usaha keluarga. Meski awalnya sempat ragu karena ingin mencari pengalaman di bidang lain. Kecintaan terhadap tanah kelahiran dan usaha turun-temurun membuatnya yakin untuk kembali.
Kopi robusta adalah jenis kopi yang banyak dibudidayakan di daerah Sumbertangkil, termasuk oleh Ahmad sendiri. Kondisi ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut sangat cocok untuk jenis kopi ini.
Ahmad memulai proses budidaya dengan menyemai biji kopi untuk bibit, yang memakan waktu sekitar 6 bulan hingga siap tanam. “Setelah bibit ditanam, tanaman kopi dirawat selama 1-2 tahun hingga siap untuk diokulasi, sebuah proses penting dalam budidaya kopi,” jelas dia.
Baca Juga: Petani di Wonosari Ditemukan Meninggal di Kebun Kopi
Ahmad menjelaskan beberapa tahapan yang dilakukan untuk merawat kopi, antara lain pembersihan rumput secara berkala setiap 4 bulan sekali.
Pemupukan dua kali setahun untuk memastikan tanaman memeroleh unsur hara yang cukup, pemangkasan dahan pasca panen, serta sortasi tunas untuk memastikan tanaman siap berbuah di tahun berikutnya.
Namun, tantangan terbesar dalam budidaya kopi adalah kondisi cuaca yang tidak menentu, terutama saat tanaman kopi sedang berbunga. “Cuaca yang tidak mendukung, seperti hujan yang terus-menerus, dapat menyebabkan pembusukan bunga dan kegagalan pembentukan buah kopi,” kata dia.
Saat masa panen tiba, Ahmad menentukan buah kopi yang siap dipetik dengan memperhatikan warnanya. Umumnya, kopi yang siap dipanen berwarna merah, meskipun ada juga yang berwarna kuning.
Proses pasca panen masih dilakukan secara tradisional, yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari setelah proses penggilingan. Dahulu, penggilingan dilakukan dengan alat manual dari papan kayu. “10 tahun belakangan, telah beralih menggunakan mesin giling yang lebih efisien,” paparnya.
Kualitas kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh perawatan yang konsisten, terutama dalam hal pemupukan. Menurut Ahmad, pupuk yang digunakan harus mengandung unsur hara penting, seperti NPK (Nitrogen, Fosfor, dan Kalium).
Hal ini sangat menentukan rasa kopi robusta yang dihasilkan, yang umumnya memiliki cita rasa sedikit asam dan pahit, meskipun bervariasi tergantung klon kopi yang ditanam.
Untuk pemasaran, hasil panen kopi dari perkebunan Ahmad umumnya dijual kepada pengepul atau tengkulak yang ada di desa. Meski sempat mencoba menjual produk kopi dalam bentuk bubuk, ia merasa tidak mampu bersaing dengan produk lain yang sudah mapan di pasaran. Oleh karena itu, ia kini lebih fokus pada penjualan biji kopi kepada pengepul.
Pertanian kopi di Desa Sumbertangkil telah membawa dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama dalam meningkatkan taraf hidup keluarga petani.
Selain itu, komunitas petani di desa ini kerap melakukan studi banding ke perkebunan kopi yang lebih maju untuk bertukar pengetahuan dan meningkatkan kualitas pertanian mereka. “Kelompok tani yang ada secara aktif saling mendukung untuk memajukan pertanian kopi di daerah mereka,” papar dia.
Namun, perubahan iklim menjadi salah satu tantangan yang dihadapi para petani kopi. Curah hujan yang tinggi ketika tanaman kopi sedang berbunga bisa menyebabkan pembusukan bunga, sehingga gagal menghasilkan buah.
Untuk menjaga keberlanjutan pertanian kopi, Ahmad menekankan pentingnya perawatan yang intensif, termasuk pemupukan berkala dan penanaman bibit kopi baru sebagai langkah adaptasi terhadap perubahan iklim.
Di masa mendatang, Ahmad berharap pertanian kopi di desanya bisa terus berkembang dan semakin modern. Salah satu inovasi yang ingin ia coba adalah metode penanaman kopi dengan sistem pagar, yang sudah banyak diterapkan di Brasil. “Metode ini diyakini akan mempermudah perawatan dan dapat meningkatkan hasil panen,” pungkasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Lutfa Putri Valentina (Magang)
Editor: Herlianto. A