Oleh: Fuji Astutik*
Tugumalang.id – Pada tahun 2025-2035 Indonesia akan memasuki bonus demografi. Pada rentang tahun tersebut penduduk yang memasuki usia produktif akan mencapai puncaknya, yaitu mencapai 70,1% dari total populasi.
Bonus demografi merupakan kesempatan emas bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun dibalik bonus tersebut berbanding terbalik dengan issue kesehatan mental.
Issue tentang kesehatan mental masih tinggi. Sebagaimana data dari kementerian kesehatan bahwa pada tahun 2021 prevalensi gangguan mental di Indonesia sebesar 16,6%. Hal ini juga diperkuat dengan berbagai kasus bunuh diri dan perilaku bullying yang dilakukan oleh individu yang berada dalam rentang usia produktif. Kesehatan mental menjadi suatu yang penting bagi setiap orang karena ketika seseorang tidak sehat secara mental akan memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan seseorang.
Baca Juga: 8 Mahasiswa UIN Malang Lolos Jadi Finalis Duta Santri Nasional
Salah satunya adalah kemampuan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan yang tidak objektif dan emosional. Gangguan mental juga akan memengaruhi produktivitas kerja, kreativitas dan inovasi. Oleh karena itu jika bonus demografi tidak diiringi dengan penguatan mental yang sehat, maka harapan adanya kesempatan emas akan menjadi sulit untuk dicapai.
Ketika individu yang berada dalam rentang usia tersebut masih harus berkutat dengan kesehatan mentalnya. Bagaimana mungkin ia akan produktif sementara ia masih kesulitan dalam mengelola persoalan dirinya.
Berkenaan dengan permasalahan di atas maka perlu ada solusi atau upaya peningkatan kesehatan mental. Upaya yang bisa dilakukan selain meminimalkan factor pencetusnya, perlu adanya upaya penguatan cara penyelesaian masalah dan manajemen stress pada individu. Penguatan pribadi menjadi satu hal yang penting, karena tidak mungkin untuk memastikan bahwa setiap orang dibebaskan dengan masalah.
Namun bagaimana pribadi-pribadi tersebut diberikan penguatan pribadi untuk menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi. Lantas bagaimana cara atau siapa saja yang perlu terlibat dalam penguatan mental ini?. Dalam tulisan ini semua elemen mulai dari masyarakat, pemerintah dan dunia pendidikan.
Baca Juga: UIN Malang Selenggarakan International Conference on Green Technology
Pertama adalah masyarakat, di masyarakat perlu menyadari bahwa isu kesehatan mental itu bukan hal yang sepele. Berkenaan dengan penguatan pribadi, ketika di tengah masyarakat ada yang mengalami permasalahan mental, yang perlu dilakukan adalah menerima situasi dan memberikan dukungan.
Dukungan yang berkaitan dengan kegiatan kemasyarakatan dan melibatkan individu tersebut dengan bagian dalam masyarakat. Mengucilkan mereka yang mengalami permasalahan mental, justru akan membuatnya memandang lingkungan tidak lagi aman untuknya.
Kedua adalah pemerintah, pemerintah memiliki banyak sekali kesempatan melalui program kegiatan yang bisa dikaitkan dengan kesehatan mental. Jika membangun bangunan fisik dan sarana prasarana dirasa penting, maka membangun mental sehat bagi sumber daya manusia juga menjadi hal yang penting.
Kebijakan dan program kerja diharapkan akan memberikan ruang pada seseorang yang rentan atau yang sudah memiliki masalah psikologis untuk tetap mendapat perhatian. Salah satu contoh kegiatan misalnya, sosialisasi tentang kesehatan mental, pemberian layanan konsultasi dan konseling, pelatihan tentang pengelolaan diri dan lain sebagainya. Program bisa masuk lewat dinas, kecamatan atau bahkan kelurahan.
Ketiga adalah pendidikan, permasalahan di dunia pendidikan kerap menjadi trigger atau pemicu dalam persoalan kesehatan mental. Tentu saja ini bukan satu-satunya kesalahan dari unsur pendidikan. Namun memperhatikan kondisi psikologis dan mental peserta didik baik siswa dan mahasiswa adalah sama pentingnya dengan memperhatikan potensi akademik mereka.
Oleh karena itu dunia pendidikan diharapkan tidak hanya mampu mendidik sisi kognitif tapi juga psikologis. Para peserta didik tidak hanya dipersiapkan untuk juara dalam bidang akademik saja, namun juga juara dalam menghadapi kegagalan, menghadapi permasalahan dan tekanan hidup.
Pada akhirnya jika masyarakat sadar dan mengerti dengan isu kesehatan mental, kemudian didukung dengan program pemerintah dan proses belajar yang tidak hanya mengacu pada keterampilan akademik, maka setidaknya isu kesehatan mental akan lebih bisa diminimalisir. Setiap manusia yang hidup tidak akan lepas dari permasalahan atau kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup.
Baik itu disebabkan oleh rasa kecewa, kehilangan, kegagalan atau tekanan hidup lainnya. Permasalahan atau kejadian tidak menyenangkan ini akan membuat mental tidak sehat ketika seseorang tidak memiliki dukungan tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman dalam menghadapi situasi tersebut.
Oleh karena itu dukungan dari lingkungan disertai dengan penguatan mental individu dengan memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman penyelesaian masalah akan membantu dia dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman tersebut, sehingga pengalaman buruk atau pengalaman tidak menyenangkan tidak lagi menjadi trauma melainkan hanya jadi peristiwa hidup saja.
Terakhir, manusia memiliki kendali atas hidupnya, manusia punya kehendak bebas untuk menentukan hidupnya termasuk bagaimana ia akan menjalani hidup di dunia ini.
*Penulis adalah dosen Fakultas Psikologi UIN Malang.
Editor: Herlianto. A