Oleh: Tasya Annisa*
Belakangan ini sebagaimana kita ketahui banyak bermunculan postingan yang menggambarkan tengah viralnya salah satu sinetron percintaan. Berbagai kalangan usia baik ibu-ibu maupun kawula muda, bisa dikatakan tak sedikit dari mereka yang menyukai alur cerita tersebut dengan berbagai alasan yang dimiliki, agar dapat terus menonton kelanjutan kisahnya bahkan hingga akhir episode nanti.
Salah satu alasan yang menarik ialah, menyengaja menonton dengan dalih mencari hikmah dibaliknya. Lantas bolehkah yang demikian itu, apakah terdapat toleransi dalam artian akankah menjadi sesuatu yang dimaklumi?. Mari kita simak bersama penjelasan berikut ini.
Sinetron (sinema elektronik) sederhananya merupakan suatu tayangan yang berada di laman media elektronik. Temanya pun beragam mulai dari percintaan, kekeluargaan, hingga kisah keseharian dalam bermasyarakat. Melihat berbagai tema tersebut, sebenarnya masing-masing bisa saja dikategorikan memiliki hikmah yang bermakna apabila memandang dari segi substansinya. Oleh karena itu selain menilai dari isi atau alur kisahnya dalam artian ini, juga perlu diketahui terlebih dahulu arti dari hikmah itu sendiri.
Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab الحكمة والحوار علاقة تبادلية hikmah pada intinya merupakan kekuatan akal yang mana dapat menjadi pijakan dalam penemuan ilmu dari tempat yang tinggi, itulah akal perbuatan yang dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Sehingga dalam hal ini, bila kembali pada permasalahan tadi maka semestinya sebagai penonton alangkah baiknya dapat memilih manakah tontonan yang baik ataupun yang buruk bagi mereka dengan menggunakan akal sehat tentunya.
Dengan demikian sah-sah saja apabila menonton segala jenis sinetron dengan dalih mengambil hikmah selagi konsep di atas benar-benar mampu diterapkan dan memberikan kebermanfaatan bagi dirinya lebih-lebih bagi banyak orang pula. Adapun hal tersebut apabila merujuk pada kaidah fiqh berikut ini:
المتعدي أفضل من القاصر
“Aktivitas yang memberikan manfaat pada orang lain lebih utama ketimbang yang bermanfaat bagi dirinya sendiri”.
Terkait hikmah yang pada dasarnya menyimpan kebermanfaatan tersebut, apabila lebih spesifik merujuk pada kebiasaan sikap penganut aswaja, maka kita mengenal istilah “mabadi khoiru ummah” atau lebih detailnya ialah gerakan pembentukan identitas maupun karakter bagi warga NU melalui penemuan nilai yang digunakan sebagai prinsip dasar bagi mereka. Hal tersebut berupa as-Shidqu, al-Amanah wal Wafa bil Ahdi, at-Ta’awun, al-Adalah dan al-Istiqomah. Berikut penjabaran dari masing-masing konsep tersebut:
- As-Shidqu
Adapun as-Shidqu secara bahasa adalah kejujuran, keterbukaan, kesungguhan, dan kebenaran. Namun lebih dikenal dengan arti kejujuran, sehingga dalam hal ini bermaksud bahwa ketika menjalani kehidupan keluarga maupun bermasyarakat perlu adanya kejujuran antara satu sama lain.
- Al-Amanah wal Wafa bil Ahdi
Al-Amanah wal Wafa bil Ahdi secara bahasa adalah dapat dipercaya, tepat janji, dan setia. Dalam konsep ini juga tidak kalah penting terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab seseorang yang amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya akan lebih dipercaya dan secara tidak langsung dapat mengurangi timbulnya konflik di antara mereka.
- At-Ta’awun
At-Ta’awun sederhananya dapat diartikan tolong menolong atau gotong royong dalam kebaikan.
- Al-Adalah
Al-Adalah dapat diartikan berlaku adil pada sesama dan tidak memandang sebelah mata siapapun juga. Sehingga dapat memberikan hak maupun kewajiban secara seimbang.
- Al-Istiqomah
Al-Istiqomah secara bahasa ialah kesinambungan, keberlanjutan, dan keajegan. Dengan adanya sikap istiqomah, akan timbul banyak hikmah yang menyimpan berbagai manfaat di baliknya. Selagi istiqomah tersebut disandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan baik menurut syariat Islam.
Pada intinya segala hikmah yang menyimpan kebermanfaatan dari perbuatan terpuji apapun itu, akan diperoleh dengan mudah apabila diikuti pula dengan kemampuan dalam memilih dan memilah manakah yang akan menimbulkan dampak positif untuk banyak orang maupun diri kita sendiri terutama.
*Mahasiswa Pendidikan Agama Islam angkatan 2017
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maliki