Tragedi Kanjruhan; Duka Kelam – Duka Dunia.
Tragedi tewasnya korban jiwa (supporter Aremania) dalam insiden Kanjuruhan pada laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu 1 Oktober 2022 menjadi kisah pilu dalam sejarah sepak bola Indonesia. Bagaimana tidak jumlah korban meninggal dunia dalam tragedi ini sangat besar. Peristiwa ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki sejarah kelam di dunia sepak bola setelah Peru (Mei 1964, yang menelan korban jiwa sebanyak 318 orang dan melukai lebih dari 500 orang).
Tragedi Kanjuruhan telah menjadi catatan kelam bagi seluruh insan sepak bola Indonesia. Sebagai orang yang dipercaya untuk mengemban amanah warga Malang Raya, terus terang saya merasakan duka yang amat dalam kepada saudara-saudara Aremania yang menjadi korban jiwa maupun luka-luka dan bagi keluarga yang ditinggalkan, saya menyampaikan belasungkawa yang mendalam.
Dalam sejarah perkembangannya sepak bola telah tumbuh sebagai salah satu olahraga paling populer di Indonesia. Sepak bola terus melewati berbagai fase dalam kultur masyarakat kita dalam beberapa dekade terakhir. Pun sepakbola menjelma sebagai alat pemantik rasa nasionalisme dari sejak masa kolonial hingga saat ini.
Maka tidaklah heran, jika akhirnya para pesohor hebat bangsa Indonesia seperti Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka serta yang lainnya amat mencintai sepak bola dan menjadikannya alat untuk melawan kolonialisme. Para Bapak Bangsa Indonesia ini berdiri di barisan terdepan untuk mempersatukan rakyat dengan Sepak Bola. Faktanya hingga saat ini sepak bola telah menjadi alat pemersatu bangsa. Lihat saja bagaimana antusias warga setiap kali Tim Nasional kita berlaga di dalam negeri maupun di luar negeri. Sungguh itu adalah suasana dimana kita bisa merasakan nuansa nasionalisme yang bergelora dan berapi-api.
Namun, berselang 92 tahun sejak organisasi Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) didirikan dan dibangun dengan susah payahnya pada tahun 1930 oleh Ir. Soeratin Sosrosoegondo, kita semua malah justru dihentakkan oleh peristiwa Kanjuruhan yang kemudian akan tercatat sebagai sejarah kelam dunia persepakbolaan Indonesia. Tragedi Kanjuruhan telah menjadi duka kelam bagi sepakbola Indonesia bahkan dunia.
Jalankan Instruksi Presiden!
Namun, ada satu hal yang patut kita syukuri. Di tengah duka yang mendalam, di tangah kesediahan seluruh warga Indonesia, ada sosok yang bekerja. Sosok yang tak lain dan tak bukan adalah Presiden Joko Widodo. Tak mau menunggu lama. Hanya berselang satu hari paska insiden Kanjuruhan, beliau telah memerintahkan Menteri Kesehatan dan Gubernur Jawa Timur untuk memonitor khusus pelayanan medis bagi korban yang sedang dirawat di rumah sakit agar kiranya mendapatkan pelayanan terbaik, serta memerintahkan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga, Kapolri dan Ketua Umum PSSI untuk melakukan evaluasi menyeluruh tentang pelaksanaan pertandingan sepak bola dan juga segala prosedur pengamanan penyelenggaraannya.
Presiden Jokowi juga secara khusus meminta kepada Kapolri, Menteri Pemuda Olahraga dan PSSI untuk mengusut tuntas tragedi ini. Instruksi ini telah dijalankan dengan membentuk tim khusus untuk menginvestigasi Tragedi Kanjuruhan agar dapat diusut hingga tuntas.
Akan tetapi kerja-kerja pemerintah khususnya Pak Jokowi tidak boleh hanya berhenti sampai disitu. Tentu saja kerja kita semua tidak boleh putus di tengah jalan. Di tengah duka mendalam dan harapan insan sepak bola Indonesia yang kini meredup. Dengan adanya insiden ini, kita wajib mewanti-wanti kemungkinan potensi sanksi hukum dari FIFA maupun AFC. Beragam kemungkinan dapat saja terjadi dalam sepak bola Indonesia kedepan.
Bahkan, mengutip dari beberapa media dalam sesi jumpa pers yang digelar pada Minggu (2/10/2022), Sekjen PSSI Yunus Nusi membeberkan bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan pihak FIFA dan AFC. Menurut Yunus, induk sepak bola dunia itu tidak akan mengambil sikap yang buru-buru. Namun, apa pun alasan itu, Presiden FIFA, Gianni Infantino telah menyatakan bahwa Tragedi Kanjuruhan ini adalah “hari yang gelap” bagi sepak bola dunia.
Dengan pernyataan Gianni, bukan tidak mungkin sepak bola Indonesia dihadapkan oleh berbagai kemungkinan sanksi yang akan terjadi; Mulai dari batalnya Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023, Tim Nasional Indonesia terancam tidak bisa mengikuti Piala Asia 2023 dan Piala Asia U-20, Klub Indonesia tidak dapat berlaga di Piala AFC dan Liga Champions Asia, hingga pengurangan poin Indonesia oleh FIFA Indonesia yang akan mempengaruhi rangking Indonesia di FIFA.
Sejujurnya, ketika saya menulis catatan ini, saya sedang menyaksikan perjuangan adik-adik kita melawan Guam dalam babak kualifikasi Grup B Piala Asia U-17 yang akan berlangsung di Bahrain tahun 2023. Pertandingan saat ini telah memasuki babak ke 2 menit 69 dimana adik-adik kita sedang unggul 10-0 atas Guam. Pertandingan yang digelar tanpa kehadiran penonton untuk menghormati para korban Tragedi Kanjuruhan tidak mengurangi semangat pasukan garuda muda kita dalam berjuang membawa nama harum bangsa dan negara. Perasaan saya campur aduk dalam menyaksikan perjuangan adik-adik Tim Nasional U-17.
Belum lupa ingatan para pecinta Sepak Bola Indonesia ketika Agustus 2022 lalu, Garuda Muda U-17 menjuarai Piala AFF U-17 dan menjadi kado indah bagi Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 77. Bahkan satu minggu sebelum terjadinya Tragedi Kanjuruhan, Tim Senior kita berhasil mengalahkan Caracao, tim sebuah negara kecil yang berperingkat dunia ke 84 dikalahkan dengan skor 3-2 dan 2-1 sehingga posisi Indonesia di peringkat FIFA naik menjadi ke 152 yang sebelumnya bertengger di peringkat 155. Sungguh prestasi yang sangat luar biasa. Namun sebesar apapun prestasi yang telah diusahakan mati-matian oleh atlet sepak bola nasional kita, tidak akan ada nilainya jika pada akhirnya segala sesuatu yang telah kita upayakan tidak membuahkan hasil sama sekali. Jalankan instruksi Presiden atau tidak sama sekali!
Lima Catatan Gambaran Kejadian
Bila kita kembali kepada situasi Kanjuruhan 1 Oktober 2022, beberapa catatan penting yang saya dapat gambarkan,
Pertama, laga klasik yang mempertemukan Arema FC dan Persebaya Surabaya adalah laga yang dapat menghibur kegelisahan Aremania atas 2 pertandingan besar sebelumnya. Ketika Arema FC menjamu Persija Jakarta pada 28 Agustus 2022 lalu, para Aremania dihadapkan hasil yang mengecewakan. Persija berhasil membungkam “keangkeran” Stadion Kanjuruhan Malang dengan meraih kemenangan. Sebagai informasi, selama 19 tahun lamanya Persija tidak pernah meraih kemenangan ketika bertandang ke Malang.
Lalu pada September 2022 pertandingan antara Arema FC melawan Persib Bandung kita semua dikejutkan dengan terjadinya rekonsiliasi antara suporter Aremania dan Viking Bobotoh dimana dua kelompok suporter itu duduk di satu tribun. Langkah itu merupakan bentuk perdamaian di antara kedua suporter yang dikenal memiliki loyalitas tinggi terhadap klub kesayangannya. Pada pertandingan yang dilangsungkan di Stadion Kanjuruhan, Aremania kembali menerima kekalahan atas Persib Bandung dengan skor 1-2. Dua pertandingan tersebut berjalan lancar tanpa ada gesekan atau kejadian yang menimbulkan bentrok antar supporter. Walaupun saya tahu persis kalau kekecewaan dan kesedihan sedang menyelimuti perasaan nawak-nawak (baca: kawan-kawan) Aremania.
Namun keindahan Sepak Bola sirna ketika Arema FC menjamu Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022. Ketika itu pertandingan yang hanya disaksikan oleh suporter Aremania berkesudahan dengan kemenangan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Aremania tumpah ruah masuk ke dalam lapangan untuk menunjukkan kesedihan dan kekecewaannya kepada punggawa Tim dan Manajemen Arema FC.
Sayangnya banyak pihak berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh Aremania adalah sebuah upaya melakukan tindakan anarkisme. Namun saya punya pendapat lain. Saya tau persis nawak-nawak Aremania tidak akan merusak rumah mereka Kanjuruhan yang merupakan Stadion kebanggan mereka. Namun situasi disikapi kalau mereka akan melakukan anarkis. Saya meyakini Aremania bukan suporter yang anarkis, mengapa? Dua pertandingan klasik sebelum melawan Persebaya Surabaya berjalan dengan aman tanpa adanya bentrok walaupun Arema FC mengalami kekalahan di kandangnya. Saya melihat bahwa Aremania adalah suporter yang sedang bertumbuh menjadi suporter yang modern, mereka telah menjelma sebagai suporter yang menjunjung nilai-nilai sportifitas dan memiliki kreatifitas yang tinggi dalam mendukung tim kesayangannya selama di tribun Kanjuruhan.
Kedua, Panitia Pelaksana (Panpel) Pertandingan tidak memperhatikan usulan pihak Kepolisian agar laga digelar pada sore hari.
Ketiga, terkhusus bagi pengurus PSSI yang notabenenya sebagai anggota dari FIFA berkewajiban penuh untuk menjalankan & mensosialisasikan kepada seluruh stakeholder Sepak Bola Indonesia terkait segala bentuk aturan yang telah di tetapkan FIFA, khususnya terkait mengenai Stadium Safety and Security Regulations. Saatnya PSSI lebih fokus kepada pengembangan SDM di internal PSSI yang mampu menjalankan dan mensosialisasikam terkait regulasi tersebut.
Keempat, rekan-rekan aparat Kepolisian maupun TNI yang hadir dalam pengamanan pertandingan juga harus paham betul dengan aturan-aturan di dunia sepak bola. Tidak semua hal harus diambil dengan tindakan yang mengakibatkan resiko hilangnya nyawa manusia. Dalam regulasi FIFA mengenai Stadium Safety and Security Regulations dijelaskan untuk diketahui terdapat larangan penggunaan senjata api dan gas air mata di dalam stadion. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 19 Nomor B tentang Pitchside stewards, yang berbunyi “No fi rearms or “crowd control gas” shall be carried or used” (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau ‘gas pengendali massa’).
Kelima, infrastruktur Stadion yang ada di Indonesia. Saya melihat masih banyak beberapa Stadion yang saya anggap masih rawan akan keamanan. Stadion Kanjuruhan yang memiliki kapasitas 42,000 penonton ternyata hanya memiliki jumlah pintu sebanyak 18. Ketika tragedi tersebut terjadi, 1 pintu diakses oleh 2,300an orang dan bisa kita bayangkan bagaimana kepanikan yang dialami oleh para suporter. Mereka saling dorong dan berdesakan untuk keluar Stadion, maka tidak dipungkiri banyak korban berjatuhan. Hal ini harus menjadi evaluasi bagi seluruh stakeholder Sepak Bola untuk bisa duduk bersama agar Indonesia memiliki Stadion yang mengedepankan keamanan bagi Sepak Bola Indonesia.
Nasi telah menjadi bubur. Tragedi Kanjuruhan telah terjadi. Kapolri telah menonaktifkan Kapolres Malang usai melakukan analisa dan evaluasi terkait tragedi Kanjuruhan. Bahkan Panglima TNI juga akan mengambil tindakan tegas apabila terdapat oknum TNI yang melakukan kekerasan atau tindakan diluar kewenangannya. Menpora juga telah mendesak PSSI agar segera berbenah secara total terhadap sistem kompetisi Sepak Bola Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan akan membentuk Tim Khusus Independen yang akan menginvestigasi Tragedi Kanjuruhan. Tim tersebut akan diisi oleh pejabat dari kementerian terkait, organisasi profesi sepak bola, pengamat, akademisi, dan media massa. Kita tunggu kerja mereka dan saya berharap dapat cepat menghasilkan evaluasi terkait Tragedi Kanjuruhan.
Saya juga berharap kepada Ketua Umum PSSI juga bersiap untuk melakukan diplomasi dengan FIFA agar Indonesia terhindar dari sanksi. Peran pemerintah juga saya harapkan untuk mendukung peran diplomasi yang akan dilakukan oleh PSSI agar Indonesia tetap dapat berkiprah di ajang Sepak Bola dunia.
Pada akhirnya sebelum catatan ini saya akhiri, kiranya kepada kita semua untuk melafalkan doa kepada korban Insiden Kanjuruhan. Saya juga meyakini akan ada hikmah atas kejadian ini untuk kemajuan Sepak Bola Indonesia. Saya yakin semua akan bersatu untuk Sepak Bola Indonesia tanpa ada lagi rivalitas yang negatif. Yakinlah harapan untuk menyaksikan Tim Nasional Indonesia pada perhelatan Sepak Bola Internasional akan tetap ada. Selagi harapan masih ada, selama upaya masih ditunaikan. Indonesia akan semakin maju dengan Sepak Bola !!
Salam Indonesia Raya!
Oleh: Moreno Soeprapto, S.Sos.
(Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra)