BATU, Tugumalang – 4 warga Desa Brau, Kota Batu, Jawa Timur tengah terlilit persoalan hukum karena diduga kedapatan menebang pohon tanpa izin Perhutani. Mereka tidak menyangka 4 batang pohon yang mereka tebang bisa berbuah malapetaka.
Diketahui, peristiwa penebangan pohon jenis suren dengan diameter 10 hingga 40 sentimeter ini dilakukan sekitar sebelum Hari Idul Fitri 2022 lalu. Mereka memotong pohon jenis suren sebanyak 4 batang digunakan untuk fasilitas wisata di Taman Goa Pandawa.
Keempat warga itu bernama Rudiyanto, Wijayadi, Abdul Rohim dan Suedi. Mereka warga Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kota Batu. Mereka menebang pohon itu di kawasan hutan RPH Punten BKPH Pujon.
”Memang penebangan pohon itu atas inisiatif saya sendiri, tapi saya juga sudah bilang ke Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Punten untuk keperluan fasilitas wisata di Taman Goa Pandawa,” ujar Rudi ditemui awak media, Senin (12/12/2022).
Hingga kemudian pada Agustus 2022, pohon-pohon itu diangkut dan dipindahkan ke lokasi wisata. Namun keesokan harinya, mereka didatangi petugas dari Polres Batu. Hari itu juga mereka langsung ditahan selama 11 hari di Rutan Polres Batu.
”Selama ditahan itu saya juga gak tahu apa saya sudah jadi tersangka apa belum,” kata Rudi,
Tak lama, mereka mendengar jika pihak desanya mengajukan bantuan penyelesaian hukum lewat Restorative Justice. Pihak Perhutani pun sepakat untuk memaafkan perbuatan mereka namun dengan syarat, yakni mengganti rugi penanaman 10 ribu bibit pohon pinus.
Kesepakatan itu ditandatangani per 8 November hingga 31 Desember 2022. Sebagai alternatif, bibit pohon ini langsung dibeli di Perhutani dengan total harga Rp 26 juta. Per bibitnya dihargai Rp 2.500.
Warga sempat menawar biaya yang terbilang fantastis tersebut. Namun gagal. Akhirnya, empat warga yang berprofesi sebagai buruh tani dengan penghasilan Rp 50 ribu sehari ini hanya bisa menerima.
”Mau gak mau ya urunan, patungan. Sebenarnya berat, tapi ya mau gimana lagi. Teman saya sampai harus jual mobil pickup nya,” ujarnya.
Namun entah kenapa, baru-baru ini pihak Perhutani membatalkan kesepakatan tersebut secara sepihak. Uang senilai Rp 26 juta tersebut dikembalikan dan proses hukum atas perkara ini tetap dilanjutkan.
Kasub Seksi Hukum dan Komunikasi Perusahaan Perum Perhutani KPH Malang, Hadi Mustofa saat dihubungi menjelaskan jika kesepakatan itu dibatalkan seiring berkembangnya isu miring yang muncul pasca-kesepakatan.
Kata Hadi, isu miring itu terdrngar sampai pimpinan di Jakarta hingga Penegak Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Direktur Utama Perhutani.
”Informasinya jadi bias, bahwa kami melakukan kriminalisasi atau memberikan hukuman yang memberatkan warga kecil,” kata Hadi.
Menurut dia, konsekuensi ganti rugi 10 ribu bibit pohon itu dilakukan sebagai tindakan efek jera agar tidak lagi ada kejadian terulang. Namun, pihaknya sudah bulat untuk membatalkan kesepakatan itu.
”Kami menyatakan kesepakatan itu dibatalkan. Kami meminta kasus ini kembali tetap diproses hukum. Biar pengadilan saja yang memutuskan,” terangnya.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko