Malang, tugumalang.id – Salah satu keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih. Pasalnya, Eks Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita yang telah ditetapkan sebagai tersangka Tragedi Kanjuruhan namun tak pernah tersentuh meja peradilan.
Diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit secara langsung telah menetapkan 6 tersangka Tragedi Kanjuruhan. Hal itu diumumkan di Polreta Malang Kota sepekan setelah malam jahanam itu merengut 135 korban jiwa.
Hadian Lukita yang saat itu menjabat sebagai Dirut PT LIB atau pihak penyelenggara liga dinilai lalai lantaran tak memastikan sertifikat kelayakan Stadion Kanjuruhan benar benar aman.
“Dia bertanggungjawab memastikan setiap stadion memenuhi sertifikasi layak fungsi. Namun sertifikasi stadion (Kanjuruhan) 2022, menggunakan sertifikasi tahun 2020 yang masih memiliki catatan dan belum diperbaiki,” kata Jenderal Listyo Sigit pada 6 Oktober 2022 lalu.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, eks Dirut PT LIB itu selalu lolos dari meja peradilan. Pihak Polda Jatim yang diberi wewenang melakukan penyidikan tak kunjung merampungkan berkas penyidikan terhadap Hadian Lukita.
Menanggapi hal itu, salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia memang masih jauh dari kata adil. Masih ada kesan tebang pilih dalam penegakan keadilan.
“Itu kan yang harusnya bertanggungjawab. Tapi kenapa mereka tebang pilih dengan menyelematkan Hadian Lukita,” ucapnya saat mengikuti kegiatan Setahun Tragedi Kanjuruhan, Minggu (1/10/2023).
Devi Athok bisa dikatakan merupakan ‘simbol’ perjuangan gerakan Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan. Dia satu satunya keluarga korban yang bersedia dan mengajukan 2 putrinya yang gugur dalam Tragedi Kanjuruhan untuk diautopsi.
Namun hasil autopsi dari tim medis menyatakan bahwa kematian 2 putrinya bukan akibat gas air mata. Padahal Devi Athok memiliki bukti bahwa pakaian putrinya yang dikenakan dalam tragedi itu berbau menyengat bak racun.
Dia menilai Hadian Lukita harusnya bertanggungjawab lantaran tetap menyetujui pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya yang terkenal merupakan rivalitas bertensi tinggi itu digelar malam hari. Padahal pihak kepolisian sempat merekomendasikan pertandingan digelar sore hari agar memudahkan pengamanan.
“Kan dia harusnya bertanggungjawab karena pengaturan jam tayang yang sudah direncanakan. Harusnya diajukan sore tapi kenapa masih masih melanjutkan pertandingan malam hari,” jelasnya.
Kini, Devi Athok tak gentar untuk terus berjuang mencari keadilan untuk 2 putrinya dan korban Tragedi Kanjuruhan lainnya. Dia mengikuti konvoi dari Stadion Gajayana menuju Stadion Kanjuruhan untuk menggelar doa bersama sekaligus mengenang Setahun Tragedi Kanjuruhan.
Devi Athok juga mengibarkan bendera bertuliskan “We Need Justice, Malang Kucecwara”. Bendera itu juga bergambarkan wajah 2 putrinya yang sudah gugur mendahuluinya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko