Tugumalang.id – Pada era digital, berita hoaks adalah sesuatu yang dianggap manis bagi sebagian orang. Kenapa dianggap demikian? karena bagi sebagian orang, hal tersebut dapat menghasilkan uang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hoaks merupakan bagian dari berita itu sendiri.
Talk show kali ini bertema “Lawan Hoaks dengan Kecakapan Bahasa” yang dibawakan oleh Ketua Departemen Sastra Inggris Universitas Negeri Malang, Dr Suharyadi SPd MPd.
Sebagai awal pemaparan materi, dia menganalogikan bahwa berita mengalahi kecepatan cahaya matahari ke bumi. “Dulu yang tercepat adalah kecepatan cahaya matahari ke bumi, sekarang yang tercepat adalah berita hoaks yang seringkali langsung dibagikan. Berita sampai mengalahi kecepatan cahaya dari matahari ke bumi. Itu merupakan hal yang harus didiskusikan,” ucapnya, pada acara Talkshow #MakinCakapDigital, pada Rabu (27/07/2022).
Dr Suharyadi mengatakan bahwa ada dua hal untuk menangkal berita hoaks, yang pertama adalah literasi seperti yang telah dipaparkan Diskominfo pada sesi sebelumnya dan yang kedua adalah critical thinking atau berpikir kritis.
“Terdapat dua latar belakang yang menyebabkan berita hoaks mudah tersebar. Sisi satu, tingkat literasi kita masih terbilang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari 0,001 persen penggemar literasi yang artinya dapat diumpamakan dari 1.000 orang hanya ada satu orang yang gemar membaca. Berdasarkan data, tingkat literasi di Indonesia masih tergolong sangat rendah. Bahkan menempati posisi 71 dari 77 yang artinya berada pada urutan ke-6 dari bawah,” bebernya.
Di sisi lain, fakta bahwa Indonesia memiliki populasi sekitar 265,4 juta jiwa, pengguna internetnya telah mencapai sekitar 132,7 juta jiwa. Berarti hampir separuh dari populasi menggunakan internet. 130 juta dari 132, 7 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial.
Menurut Badan Intelejen Negara, kata dia, informasi terkait hoaks itu sudah mencakup 60 persen dari konten media sosial yang kemungkinan akan terus bertambah. Selain itu, menurut Kominfo, terdapat sekitar 800 ribu situs penyebar hoaks.
“Dapat disimpulkan bahwa latar belakang permasalahan berita hoaks pada era digital seperti saat ini ada dua yakni literasi rendah, pengguna internet tinggi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan yang semestinya,” sebutnya.
Kata dia, solusi untuk permasalahan itu adalah:
1. Jadilah orang yang memiliki literasi tinggi
Dilansir dari UNESCO, literasi merupakan kemampuan mengidentifikasi, memahami, menginterpretasi, membuat, dan mengkomunikasikan. Secara singkatnya, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis.
Makna dari membaca sendiri yaitu jika ada suatu informasi, tidak hanya dibaca saja namun harus memahami isi dari bacaan, benar atau tidaknya, dibuat oleh siapa, dan bersumber darimana. Sedangkan tulisan merupakan sebuah sumber dalam bacaan.
2. Gunakan critical thinking untuk menyaring berita
Indikator dari adanya berpikir secara kritis adalah berani bertanya dan berani membenarkan jika ada hal yang salah.
Terdapat dua aspek yang berlawanan, yang pertama secara teori dan yang kedua berdasarkan penelitian. Berdasarkan penelitian, critical thinking itu sangat penting untuk menyaring berita hoaks. Di sisi lain, secara teori budaya Jawa, orang yang selalu bertanya dianggap kurang sopan. Hal itu mengakibatkan masyarakat, umumnya di kalangan siswa ataupun mahasiswa, cenderung memilih diam karena adanya stigma harus patuh pada guru atau orang yang lebih tua.
“Orang Jawa memiliki kecenderungan manut atau menurut yang diindikasikan sebagai sikap kurang kritis. Mengkritisi atau bertanya disinyalir sebagai tindakan gak manut,” ucapnya.
Tentu saja, kata dia, critical thinking itu penting untuk menangkal yang namanya hoaks. “Karena jika menerima informasi itu sendiri tanpa kita saring yang terjadi adalah berita hoaks akan bertebaran dimana-mana. Literasi tinggi dan kritis terhadap berita yang kita peroleh adalah kunci untuk terhindar dari berita bohong,” pesannya.
Suharyadi juga menambahkan bahwa berita bohong itu tidak harus selalu dari sumber berita yang dipercaya. “Kemungkinan berita yang kita baca, prosesnya tidak melalui check and recheck,” ucapnya.
Mau menangkal hoaks tapi literasi susah, tentu saja hal itu akan sulit. Oleh karena itu, kata dia, jika melakukan kedua tahap itu, proses melawan hoaks akan lebih mudah. “Selain itu, untuk lawan hoaks, kita harus memiliki reading skill, selecting skill, serta sharing skill,” ucapnya.
Talkshow dan Workshop Malang #MakinCakapDigital digelar atas kerja sama antara Tugu Media Group, ICT Watch, Relawan TIK, Portkesmas, APJII, Suara.com, Siber Kreasi, dan Kementerian Kominfo.
Reporter: Dian Tamara
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id