MALANG, Tugumalang.id – Aktivitas perburuan liar diduga menjadi penyebab kebakaran hutan di Lereng Gunung Arjuno pada Sabtu (26/8/2023). Rupanya, aktivitas ilegal ini masih marak terjadi di hutan-hutan yang ada di Malang Raya.
Founder Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, mengatakan baru dua minggu yang lalu pihaknya memergoki dua pemburu satwa yang beroperasi di Gunung Kawi yang berada di wilayah Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
“Mereka kami pergoki saat kami patroli hutan,” ujar Rosek saat dihubungi oleh Tugu Malang ID, Selasa (29/8/2023).
Baca Juga: Mengunjungi Wisata Edukasi P-Wec yang Markas Profauna Indonesia
Kendati masih marak terjadi, Rosek mengatakan bahwa aktivitas ini sudah tidak sesering dulu. Sejak tahun 2019, perburuan satwa di Malang Raya sudah menurun sebesar 80 persen. Aktivitas tersebut banyak dilakukan saat musim kemarau seperti sekarang.
Menurutnya, para pemburu ini tidak menargetkan jenis satwa tertentu. Mereka akan memburu hewan apa saja yang mereka temui.
“Artinya kalau ketemu monyet ya monyet yang dibawa, kalau ketemu babi hutan ya itu yang dibawa. Begitu juga dengan kijang. Jadi mereka berburunya tidak spesifik,” sebut Rosek.
Profauna Indonesia sebagai yayasan yang bergerak di bidang konservasi hutan dan perlindungn satwa liar telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah perburuan terjadi di hutan yang ada di Malang Raya.
Baca Juga: Selama 27 Tahun Profauna Indonesia Berupaya Lindungi 42 Ribu Hektare Hutan di Malang Raya
Rosek menyebut salah satu upaya yang mereka lakukan adalah dengan memasang papan berisi larangan beburu berkualitas tinggi yang bisa bertahan 15 tahun dari faktor cuaca. “Kami sudah pasang di Lereng Arjuno wilayah Malang-Batu, Gunung Kawi wilayah Malang, dan wilayah Malang Selatan seperti Sumbermanjing Wetan,” kata Rosek.
Selain itu, Profauna Indonesia juga membina petani-petani yang memiliki lahan di dekat hutan agar mereka bisa turut aktif dalam mencegah perburuan liar. Biasanya, para pemburu yang akan masuk hutan melewati lahan milik petani terlebih dahulu. Sehingga petani lah yang bisa mengetahui adanya aktivitas perburuan di hutan dekat lahan mereka.
“Kami melibatkan masyarakat sekitar hutan menjadi agen (untuk mencegah) perburuan dan itu yang kami dorong. Masyarakat lokal kalau tahu ada pemburu mau masuk hutan, harus berani melarang dan memberikan informasi. Kalau pemburunya bandel, biasanya masyarakat kontak Profauna,” tutur Rosek.
Perburuan satwa merupakan aktivitas ilegal yang diatur oleh undang-undang. Rosek menyebut kegiatan ini dilarang pada Pasal 50 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Bagi yang melanggar akan diancam pidana satu tahun.
“Di dalam pasal ini, perburuan semua jenis satwa yang ada di hutan itu tidak boleh. Baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi,” tegasnya.
Kemudian perburuan juga diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Namun, pasal ini hanya mengatur khusus untuk perburuan satwa yang dilindungi.
“Selain itu, ada juga Peraturan Kapolri yang melarang penggunaan senapan untuk memburu satwa. Senapan hanya boleh untuk olahraga tembak,” kata Rosek.
Apabila ada masyarakat yang mengetahui aktivitas perburuan liar di hutan. Rosek menyarankan untuk mengambil video atau foto sembari memberikan informasi larangan berburu di wilayah tersebut.
“Menurut petani hutan, ketika mereka sudah menginformasikan itu, pemburu balik arah. Mereka tidak jadi masuk ke hutan,” kata Rosek.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A