MALANG – Perburuan liar di kawasan hutan di Malang Raya masih menjadi masalah, beberapa waktu lalu heboh ditemukan mayat lutung jawa di lereng Gunung Butak yang diambil dagingnya dan hanya menyisakan kepala serta kulitnya. Terbaru di hutan wilayah Pujon juga didapati perburuan satwa kijang yang jumlahnya semakin menurun.
Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, saat melaksanakan live Instagram bersama tugumalang.id mengatakan jika satwa-satwa tersebut dagingnya memang diambil untuk mabuk-mabukan.
“Jadi, kijang dan lutung jawa itu diambil dagingnya, ada beberapa komunitas kecil yang suka makan daging binatang langka. Itu banyak dipakai untuk teman minum minuman keras atau bahasa Malangnya ‘tambur,” ungkapnya saat melaksanakan live Instagram bersama tugumalang.id untuk membahas Memburu Pemburu Bersama Profauna Indonesia pada kamis (23/04/2021).
Beberapa orang percaya, jika meminum minuman keras ditemani daging satwa langka akan menambah intensitas mabuk orang tersebut.
“Katanya kalau minum ditemani daging lutung atau kijang itu semakin jos efek mabuknya,” ungkapnya.
Rosek mengakui jika perburuan liar hewan-hewan langka dilindungi masih menjadi problematika yang terus menerus ada dan sulit dihilangkan sepenuhnya. Namun, Profauna berkomitmen untuk terus memburu pemburu satwa sampai ujung dunia sekalipun.
“Pemburu memang selalu ada meskipun sudah ada peraturan perundang-undangan, karena memang hutan di Malang Raya sendiri sangat luar mencapai 42 ribu hektare dan banyak sekali pintu masuk hutan. Bahkan sore tadi menjelang Maghrib ada 2 orang pemburu membawa anjing masuk hutan melalui Kecamatan Wagir,” ucapnya.
“Selama ini jarang kasus perburuan diproses hukum, baru ketika tim Profauna melakukan patroli itu mulai (diproses) seperti kita tangkap pemburu di lereng Gunung Arjuno dan prosesnya ditangani oleh Polres Malang. Kemudian yang terbaru sebenarnya sidah tertangkap pemburu kijang di Pujon, tapi dia melarikan diri, tapi kawan-kawan Polres Batu komitmen bahwa ini akan ditangkap karena sudah unsur pidananya sudah kuat karena ditangkap OTT (Operasi Tangkap Tangan),” imbuhnya.
Selain itu, isu-isu simpang siur yang tidak jelas kebenarannya juga membuat usaha memburu pemburu liar tidak kunjung usai, salah satunya isu bahwa Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin) diperbolehkan menembak satwa di hutan.
“Ada juga isu bahwa berburu itu boleh asal merupakan anggota Perbakin (Persatuan Menembak Indonesia), itu keliru. Perbakin sendiri sudah mengeluarkan sirat edaran kepada para anggotanya untuk tidak menggunakan senjata untuk menggunakan senjata untuk menembak satwa,” tegasnya.
Pria ramah senyum ini mengatakan jika Perbakin sendiri melarang penembakan satwa di hutan kepada para anggota merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012.
“Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 itu ditegaskan bahwa tidak boleh menggunakan senjata api baum senapan angin dan sejenisnya untuk melukai binatang atau satwa. Dan dijelaskan di situ bahwa senjata hanya diperbolehkan untuk olahraga tembak sasaran,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan melarang menangkap satwa apapun baik langka maupun tidak di hutan juga tidak diperbolehkan.
“Untuk burung di Indonesia ada sekitar 1.700 spesies dan yang dilindungi tidak sampai 10 persen. Tapi menurut peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 bahwa menangkap satwa jenis apapun baik yang langka maupun tidak, kalau dari kawasan hutan itu sudah tidak boleh dan itu pidana,” tandasnya.
Rosek sendiri mengungkapkan jika saat ini warga sendiri terganggu dengan adanya pemburu, karena seringkali para pemburu merusak tanaman warga.
“Beberapa petani juga merasa sejak burung-burung ditangkap oleh pemburu ini membuat lahan pertanian mereka rusak, hal ini karena burung-burung yang ditangkap ini dulunya memakan hama. Dan sejak burung ini ditangkap, membuat hama ini jadi semakin banyak dan membuat gagal panen atau hasil panen menurun,” tuturnya.
Bahkan, beberapa warga desa dan petani sudah mulai berani mengusir pemburu yang masuk ke wilayah mereka.
“Warga sekarang sudah mulai sadar untuk melarang adanya’ perburuan, bahkan di beberapa desa yang dekat hutan membuat banner besar untuk melarang pemburu masuk. Dan sekarang petani desa sudah berani mengusir pemburu,” pungkasnya. (Rizal/noe)