MALANG, Tugumalang.id – Untuk pertama kalinya, Workshop Bantengan yang dihadiri oleh para pegiat bantengan di seluruh Kabupaten Malang digelar. Workshop ini membahas esensi, keluhan, serta rekomendasi berkaitan dengan praktik kesenian bantengan yang saat ini semakin merajalela.
Workshop Bantengan yang digelar di Pendopo Panji Kabupaten Malang, pada Sabtu (8/6/2024) ini dibuka langsung oleh Bupati Malang, Sanusi. Workshop akan berlangsung selama dua hari hingga Minggu (9/6/2024).
Di dalam sambutannya, Sanusi mengatakan dirinya berharap akan ada pola bantengan di Kabupaten Malang yang muncul dari workshop ini. Dalam pelaksanaannya, kesenian bantengan harus bisa menghibur masyarakat, bukannya menggangu dan meresahkan.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Terharu Disambut 1.000 Bantengan di Tengah Hujan di Kota Malang
“Cara bermainnya nanti diupayakan tidak menjadi gangguan, apalagi sound horeg yang (dimainkan) di kampung bisa menimbulkan persoalan,” kata Sanusi.
Ia mengusulkan agar kesenian bantengan yang menggunakan sound horeg bisa digelar di tempat yang lebih memadai, seperti Pantai Balekambang. “Itu walaupun sound systemnya sampai 5 ribu Watt tidak masalah karena di sana tidak ada penghuni,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti waktu pelaksanaan kesenian bantengan yang bisa mencapai dini hari. Menurutnya, ini juga bisa mengganggu masyarakat, khususnya jika digelar di perkampungan yang padat penduduk.
Baca Juga: Polisi Siapkan Pengamanan Kegiatan Harlah Muslimat NU dan 1000 Bantengan di Kota Malang
“Maka dari workshop ini nanti dicari formula agar ke depannya bantengan ini benar-benar akan menjadi hiburan dan tontonan di masyarakat,” ujar Sanusi.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto menambahkan dalam workshop ini ada banyak keluhan yang disampaikan peserta. Ia berharap keluhan serta aspirasi yang dikemukakan di workshop ini bisa menjadi dasar untuk membuat aturan bagi pegiat bantengan.
“Kesepakatan dan rekomendasi yang dihasilkan di workshop ini nanti dibawa ke kami dan akan kami laporkan ke pimpinan (Bupati Malang). Apakah aturannya dalam bentuk surat edaran, Perbup, atau naik ke Perda, nanti kami bicarakan lagi,” tutur Purwoto saat ditemui di sela acara workshop.
Keluhan yang disampaikan peserta di antaranya adalah waktu bermain yang terlalu malam. Apalagi saat ini marak bantengan dengan pemain yang masih berusia pelajar. Akibat kelelahan, mereka bolos sekolah.
Keluhan lainnya berkaitan dengan penggunaan musik DJ dan hadirnya perempuan seksi yang dinilai tak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Tak ketinggalan, ada juga keluhan tentang konsumsi minuman keras yang dilakukan oleh seniman bantengan.
Purwoto mengatakan perlu adanya aturan yang disepakati ole para pegiatn bantengan. Ini dilakukan agar kesenian bantengan bisa diterima seluruh masyarakat dan tidak menimbulkan stigma negatif.
“Kalau diskusi antartokoh bantengan itu sudah sering. Tapi kalau yang kumpul hanya beberapa orang kan tidak bisa. Makanya saya minta gimana caranya bisa dikumpulkan tokoh-tokoh bantengan di 33 kecamatan,” ujar Purwoto.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A