Oleh: Irham Thoriq*
Tugumalang.id – Salah seorang mentor saya menyebut bahwa dalam hidup ini kita harus punya mentor. Saya menambahkan: jika kita punya tiga mentor, pastikan satu di antaranya adalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam (SAW).
Nabi Muhammad hidup jauh ketika dunia digital menyergap kehidupan sehari-hari kita. Beliau cuma berumur 63 tahun. Berdakwah menjadi rosul (utusan Allah SWT), sekitar 23 tahun. Tapi, miliaran manusia hingga kini menjadi pengikutnya. 1434 tahun berlalu dari beliau wafat, tapi cahaya yang beliau bawa berupa Islam, tidak memudar, justru semakin bersinar.
Di desa-desa, di masjid-masjid, di rumah-rumah, saat-saat ini kita menemukan banyak orang membaca shalawat secara bersama-sama. Itu untuk menghormati datangnya robiul awal, bulan di mana Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Seorang bayi, yang kata Halimatus Sa’diyah, ibu susu Nabi Muhammad, bayi itu memendar cahaya ke segenap penjuru, di saat malam nan pekat datang.
Baca Juga: Rokok dan Lontong Sayur Kuswiyoto
Catatan ini mungkin tidak ada yang baru tentang Muhammad, tapi penulis ingin mengingatkan agar Muhammad selalu hidup di hati kita. Hidup di pikiran pemuda-pemuda kita. Menjadi suri tauladan. Menjadi kompas kehidupan kita. Penunjuk arah, serta penenang bagi jiwa kita, di tengah isu mental health yang kini datang begitu masifnya.
Begitu indah akhlak Muhammad. Begitu besar pengaruh kepemimpinannya. Tapi, entah kenapa, kita justru ke sana ke mari menggemari yang lain. Mencari teladan yang lain, padahal teladan itu ada begitu dekat dengan kita, ada di dalam hati kita. Sebagaimana kata Habib Umar Bin Hafidz, jika ada satu sosok yang harus memenuhi pikiran kita, pastikan sosok itu adalah Nabi Muhammad SAW.
Beliau adalah alasan kenapa bumi dan seisinya diciptakan. Saking mulianya Nabi Muhammad SAW, sampai-sampai Nabi Musa meminta untuk dijadikan umat Muhammad. Ini juga menunjukan bahwa umat nabi Muhammad, adalah umat paling mulia dari pada umat-umat nabi sebelumnya.
Baca Juga: Jeda
Sebagai teladan, jamak kita ketahui, Muhammad punya empat sifat utama yakni sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathonah (cerdas), tablig (orang yang menyampaikan). Jika empat sifat itu kita miliki, akan luar biasa hidup kita.
Bukankah sekarang kita kekurangan orang yang jujur. Kekurangan orang yang bisa dipercaya. Kekurangan orang yang rendah hati, untuk terus menerus belajar sehingga orang tersebut menjadi orang cerdas yang terus naik kelas. Serta kekurangan orang yang tidak hanya menyampaikan kebaikan, tapi menjadikan kebaikan itu sebagai keteladanan. Bukankah, sebagaimana yang ada di shalawat simtut duror, Muhammad SAW, tidak berkata dan melakukan, kecuali itu sebuah kebaikan.
Muhammad oh Muhammad, apakah kita bisa meniru akhlak yang agung itu, meski cuma sedikit.
Dalam sebuah riwayat, sahabat Abu Bakar bertanya kepada putrinya Aisyah RA, sepeninggal Rosul SAW. ”Apa gerangan amal Rasul SAW yang belum kuamalkan?”
Aisyah berkata.”Sudah semuanya ayahku, kecuali satu hal,”
”Katakanlah,” jawab Abu Bakar.
”Beliau sering pergi ke pojok pasar untuk menyuapkan makanan kepada seorang pengemis buta yahudi…”
Lalu, setelah itu berangkatlah Abu Bakar ke lokasi yang dimaksud. Di lokasi, di temukan seorang yang lusuh, kumal dan dekil, sedang menengadahkan tangan ke atas, memohon derma kepada siapapun yang melintas. Dengan mulut yang terus mengolok-ngolok Nabi Muhammad SAW.
”Muhammad itu orang gila, sinting, tukang sihir, jangan dengarkan dia. Ajarannya sesat, merusak dan berbahaya,”
Abu Bakar menangis. Mendekati pengemis itu, dan menyuapkan makanan ke mulutnya. Tiba-tiba pengemis itu menyergah.’’siapa kamu?”
”Aku yang biasa menyuapimu,” jawab Abu Bakar.
”Kamu bohong! Orang yang biasa menyuapiku tidak melakukannya dengan cara begini. Makanan yang diberikannya sangat lembut dan cara menyuapkannya juga sangat lembut,”
Tangis Abu Bakar sontak pecah. Dia teringat kekasihnya yang sudah pergi.
Dia lalu berkata.”Aku memang bukanlah lelaki yang biasa menyuapimu,”
”Ke mana lelaki itu,” jawab yahudi buta itu.
”Dia telah tiada. Dialah orang yang kamu hina-hina selama ini,” jawab abu bakar.
Pengemis itu menangis seketika. Suaranya melengking, penuh kesedihan. Sekaligus penyesalan yang amat mendalam karena telah menghina orang yang selalu menyuapinya.
Begitulah indahnya akhlak Muhammad. Begitu banyak cerita lain tentang keindahan akhlak beliau. Bagaimana beliau melarang malaikat Jibril menimpakan gunung kepada penduduk Thaif yang sudah melempari Muhammad dengan batu.
”Janganlah Jibril, boleh jadi kelak dari darah daging mereka akan lahir orang-orang yang beriman kepadaku dan mencitaiku,” kata Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada sakit hati. Tidak ada dendam. Itulah yang diajarkan nabi Muhammad saw kepada kita. sifat welas asih Allah begitu melekat kepada kekasihnya itu.
Oh Muhammad, bisakah kau hidup di hati dan pikiran kita.
Tampaknya itu sangat bisa. Pertama mungkin yang bisa kita lakukan dengan membaca shalawat serta meneladani sifat beliau. Dengan seperti itu, semoga keteladanan Muhammad bisa hidup dalam diri kita. Toh, bukankah Muhammad sangat mencintai ummatnya yang tidak pernah berjumpa dengannya, tapi sangat mencintai Muhammad lebih dari kecintaan kepada apapun. Dan cinta paling mudah itu, bisa kita lakukan dengan memperbanyak shalawat.
Selamat hari lahir Nabiku. Rosulku. Kekasihku. Kekasih Allah. Izinkan kita bisa memandang wajahmu. Izinkan kita meniru akhlak muliamu.
*Penulis adalah Chief Executive Officer (CEO) Tugu Media Group (tugumalang.id & tugujatim.id).
Editor: Herlianto. A