Hidup butuh jeda. Jeda butuh untuk kehidupan. Karenanya, pemerintah mengatur ada tanggal merah. Ada weekend. Cuti. Jam kerja yang ada batasnya. Libur bersama. Libur bersama-sama. Semua diadakan untuk jeda. Mengambil jarak dengan kesibukan sehari-hari. Agar manusia tak seperti mesin.
Meskipun, ungkapan ini tak sepenuhnya benar. Mesin juga butuh jeda. Tidak ada mesin yang sanggup hidup terus menerus. Apalagi, mesin tua seperti mesin mobil saya. Yang disarankan oleh bengkel agar berhenti ketika perjalanan panjang. Ya, minimal berhenti lima jam sekali. Untuk pendinginan mesin. Jeda.
Hidup kian membutuhkan jeda, di tengah banjir informasi seperti saat ini. Informasi, terutama di pesan instan WhatsApp, mengintrupsi kehidupan kita sehari-hari. Belum selesai kita membalas dan menuntaskan pesan dari orang lain, pesan lain datang mencuri perhatian.
Lalu, kita terpancing untuk membalas pesan lain itu. Begitu seterusnya. Ada banyak interupsi dari pesan WhatsApp tersebut, yang terpaksa kita abaikan, atau secara tidak sengaja kita abaikan. Itu karena terlalu banyaknya interupsi. Atau singkatnya, terlalu banyak pesan yang masuk.
Itu masih urusan WhatsApp. Belum urusan media sosial yang lain. Yang kadang remeh temeh sekali apa yang kita lihat: berapa jumlah orang yang melihat story Instagram kita. Belum lagi di Facebook, media sosial ‘paling tua’ bagi generasi 1990-an, yang tentu saja banyak kenangan kita tertanam di media sosial tersebut.
Kenangan itu, lalu ditampilkan lagi oleh mesin Facebook. Lalu, kita hanyut membagikan kenangan itu, memberi komentar, mencolek teman-teman. Selanjutnya, kita tahu yang akan terjadi: postingan lama itu akan kembali ramai dengan aneka rupa komentar.
Aneka rupa kegiatan kita di media sosial tersebut menjadi jeda di tengah pekerjaan yang datang silih berganti. Beraktivitas di media sosial, bisa menjadi hiburan, juga pengingat: bahwa banyak teman-teman kita yang lebih sering ditemui di dunia maya, dibanding yang kita temui di dunia nyata.
Tapi, tampaknya yang terjadi akhir-akhir ini, hidup kita bisa semakin crowded karena terlalu banyak bermain di media sosial. Tentang hal ini, saya pernah menonton video di Instagram dari seorang penceramah, mungkin juga motivator. Saya lupa namanya.
Intinya, otak kita akan sulit rileks, ketika banyak intrupsi yang hadir di gawai kita. Intrupsi itu seperti pesan singkat di whatsApp kita yang datang silih berganti. Karenanya, penceramah ini menganjurkan kita untuk memiliki jeda.
Tidak hanya jeda dari pekerjaan, tapi juga jeda dari bermain handphone. Sehari, empat jam saja kita tidak bermain handphone, saya kira kita akan merasakan healing yang luar biasa. Misal, empat jam itu dibagi dua yakni dua jam sebelum tidur, dan dua jam setelah bangun tidur.
Sebelum tidur, kita bisa tanpa handphone dengan menggantinya bercengkrama dengan keluarga. Membaca buku, ngobrol dengan tetangga, dan kegiatan ringan nan produktif. Lalu, setelah bangun tidur di pagi hari, kita bisa olahraga, jalan kaki di taman-taman kota, morning talk dengan istri, hingga makan tahwa di Taman Slamet, Kota Malang, sebagaimana rutinitas saya dan istri di pagi hari.
Ketika empat jam itu sudah kita lalui, kita bisa berpuasa media sosial lebih panjang lagi. Hingga akhirnya, puasa media sosial delapan jam, sama persis dengan durasi tidur kita dalam sehari. Yakni delapan jam. Dengan demikian, kita melihat-lihat media sosial kita mungkin hanya di waktu delapan jam. Di sela-sela bekerja, atau bermain media sosial sambil bekerja.
Tulisan ringan ini saya beri judul jeda, juga karena dengan menulis ini, saya ingin memberi jeda dengan tidak bermain handphone. Juga mengembalikan hobi lama: menulis hal remeh temeh di sela kesibukan yang mendera. Apalagi, dalam tiga tahun terakhir, saya jarang sekali menulis, salah satunya, karena kesibukan ngomset (mencari omset,red) serta kesibukan lain.
Tulisan ala kadar ini semoga menjadi awal yang baik, untuk munculnya tulisan lain pada rubrik jeda di www.tugumalang.id. Karena hidup menurut saya hanya soal dua hal: soal kesibukan, dan soal jeda di tengah-tengah kesibukan itu. Entah kita sedang sibuk, atau sedang jeda (untuk tidak menyebut sedang menganggur) patut kita nikmati, tentu saja dengan secangkir kopi.
Selamat menikmati dan membuat jeda dalam hidup Anda.
*Penulis adalah CEO Tugu Media Group (www.tugumalang.id dan www.tugujatim.id)
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id