Oleh: Jakfar Shodiq, asisten dosen FIA Universitas Islam Malang
Tugumalang.id – Mengapa ada Hari Guru Nasional? Pertanyaan yang sering terlewatkan ketimbang semangat merayakannya. Telah kita ketahui bersama bahwa hari ini adalah hari besar bagi segenap guru di republik ini, tepatnya pada 25 November selalu dirayakan sebagai hari guru nasional.
Tanpa menafikan peran guru sebagai pencetak generasi penerus bangsa, pahlawan tanpa jasa dan lain sebagainya perayaan ini menimbulkan pertanyaan sejak kapan hari guru itu ada? Mengapa harus ada? Dan latar belakang sejarahnya seperti apa?
Dalam kesempatan ini penulis akan memberikan sedikit informasi seputar hari guru nasional yang rutin kita rayakan dalam kurun waktu 29 tahun terakhir. Tepatnya pada tahun 1994 di mana kala itu presiden yang sedang menjabat yakni Soeharto melalui keputusan presiden No 78 Tahun 1994, Tentang Hari Guru Nasional. Maka sejak itulah setiap 25 November selalu dirayakan sebagai hari guru nasional hingga saat ini.
Baca Juga: Dekan FEB Unisma Resmi Closing Interest 2023, Dihadiri 18 Perguruan Tinggi Indonesia
Dengan penetapan tersebut pemerintah berusaha menggiring masyarakat Indonesia untuk lebih pay attention kepada para guru karena guru adalah orang yang paling berjasa dalam kehidupan bangsa setelah orang tua, hingga kemudian digelari orang tua kedua setelah ayah dan ibu.
Walau digelari pahlawan tanpa jasa, sebenarnya guru sangat banyak jasanya bagi kecerdasan anak bangsa, mengapa tidak? Karena tidak akan pernah kita bisa menulis dan membaca opini ini tanpa jasa guru yang telah mengajarkan kita bagaimana cara menulis dan membaca, dan masih banyak lagi jasa-jasa guru yang perlu ribuan halaman jika kita uraikan dalam bentuk tulisan.
Terlepas dari keputusan presiden tersebut sebenarnya yang melatarbelakangi hari guru ini adalah dibentuknya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB), yang kemudian berganti nama menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tahun 1912. Dari terbentuknya persatuan ini, organisasi-organisasi lain akhirnya bermunculan juga, misalnya Perserikatan Guru Desa, Perserikatan Normaalschool dan lain sebagainya.
Baca Juga: Zero Wasting Farming, Dosen Unisma Hasilkan Inovasi Telur Rendah Kolesterol
Namun dewasa ini sangat miris jika melihat etika murid-murid kepada gurunya, yang terkadang walau ada gurunya lewat mereka tidak memberikan penghormatan selayaknya murid pada sang guru.
Ada beberapa murid yang melawan ketika guru memarahi yang sebenarnya sang guru sedang mendidik agar tidak mengetahui bahwa yang sedang dilakukan adalah perbuatan salah agar dikemudian hari tidak dilakukan kembali, bahkan pada beberapa kasus guru dilaporkan ke polisi juga dipenjara akibat cara mendidiknya yang agak kasar.
Tak hanya itu dari aspek kesejahteraan ekonomi para guru sangat jauh dari kata sejahtera. Pada beberapa guru yang bekerja sebagai sukwan (suka relawan) di beberapa daerah di pelosok negeri ini hanya mengantongi upah di bawah satu juta per bulan. Sangat tidak seimbang jika dibandingkan dengan jasa-jasa dan pengorbanan para guru itu.
Maka dari itu dengan adanya hari Guru Nasional ini besar harapan untuk membuat kita untuk bisa lebih menghargai para guru terkhusus guru guru yang telah mendidik dan mencetak kita seperti hari ini. Dan juga surat terbuka penulis sampaikan kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia juga pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para guru kita.
Editor: Herlianto. A