Oleh: drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM*
Tugumalang.id – Entah firasat apa yang menggerakan hati beliau malam itu, beliau memerintahkan ajudan pribadinya untuk ikut bersamanya keluar istana berjalan kaki dengan menyamar menggunakan pakaian biasa layaknya masyarakat biasa. Jalan demi jalan beliau lewati, lorong-lorong sempit dan gang-gang sempit beliau masuki dengan curahan munajat akan kemakmuran masyarakatnya.
Betapa kagetnya beliau saat masuk di gang kecil menjelang tengah malam itu, beliau menjumpai ada pria paruh baya yang tertelungkup tidak sadarkan diri, spontan beliau melihat pria tersebut dan ternyata di dapati pria itu sudah tak bernyawa.
Spontan Sang Sultan berteriak, “kenapa tidak ada satupun di antara kalian yang membantu pria ini..?” tanyanya sambil berteriak kepada kerumunan masyarakat yang berada di sekitar jenazah pria itu.
“Orang ini adalah pemabuk, orang ini biasa ke pelacuran, orang ahli maksiat dan kezaliman, lantas kenapa aku harus menolongnya,” jawab salah seorang dari kerumunan itu.
“Bukankah dia ini juga umat Nabi Terkasih Muhammad SAW,” jawab Sultan sambil berteriak kepada kerumunan masyarakat. Tidak ada satu pun yang menjawab, semua terdiam, kerumunan itu mendadak membisu setelah Sang Sultan yang belum diketahui identitasnya itu berkata.

Singkat cerita, jenazah pria paruh baya itu akhirnya dibawa oleh Sang Sultan dan ajudan pribadinya ke rumahnya, sesampai di rumahnya sang istri berkata sambil histeris “Allah merahmatimu wahai kekasih Allah.”
Sang Sultan dengan pakian biasanya dan tidak ada satupun orang yang tahu bahwa beliau adalah kepala negara saat itu semakin heran, di luar sana pria yang meregang nyawa ini dijuluki ahli maksiat, namun istrinya menyanjungnya sebagai kekasih Allah.
“Suamiku ini semasa hidupnya setiap hari selalu membeli minuman keras di seluruh kota ini, kemudian membawa pulang minuman itu dan membuangnya ke toilet, sambil ia berkata “Aku telah meringankan dosa kaum Muslimin,” terang istri pria paruh baya yang telah meninggal dunia tersebut.
Selain itu suamiku juga sering mendatangi tempat pelacuran, dia menemuai sejumlah pelacur dan memberinya uang, dan menyuruh pelacur-pelacur tadi untuk tutup dan tidak melacur, dan setiap pulang dari tempat itu dia berkata “Alhamdulillah malam ini aku telah meringankan dosa para pelacur itu dan pria-pria Islam.”
“Saya pun pernah menyampaikan kepada dia, untuk menghentikan aktivitas itu, karena jika engkau nanti mati, tidak akan ada orang yang mau mengurus jenazahmu,” terang sang istri kepada Sultan.
Diapun selalu menjawab, “kamu tidak perlu merisaukan hal itu, karena kalau aku nanti mati maka yang akan mengurus jenazahku adalah Sultanku, aku akan disalati Sultan terkasihku.”
Mendengar cerita itu, Sultan langsung menangis, beliau pun kemudian menyebutkan bahwa beliau adalah Sultan Murad IV yang sedang menyamar dan berjalan ke lorong-lorong kota untuk melihat kondisi masyarakatnya dari dekat. Saat itu juga Sang Sultan menyampaikan akan mengurus jenazah pria itu sampai dikuburkan.
Tangisan haru pecah dari mata sang istri, bagaimana tidak, sang suami yang telah meninggalkannya, benar-benar jenazahnya diurus oleh Sang Sultan dan proses pemakamannya dihadiri oleh seluruh ulama dan penduduk kota.
Pria paruh baya yang biasa membeli miras dan membayar pelacur itu memberikan banyak pelajaran berharga kepada kita, bahwa perbuatan baik akan selamanya berakhir baik apabila dikerjakan secara istikamah. Bahwa tidak ada balasan kebaikan kecuali adalah kebaikan yang akan dihadirkan oleh Allah SWT.
Sultan Murad IV yang memerintah pada fase kedua dari Daulah Turki Usmani ini adalah pemimpin terbaik yang ada 400 tahun yang lalu. Beliau yang menjabat sejak usia 11 tahun adalah salah satu pemimpin Turki terbaik yang memiliki kebiasan menyamar seperti rakyat biasa berjalan kaki ke lorong-lorong kota untuk mengetahui kondisi masyarakatnya.
Beliau yang memimpin kurang lebih 17 tahun menggantikan Pamannya Mustafa 1, telah membawa dampak perubahan besar bagi kemajuan umat Islam di Turki saat itu, hingga pria paruh baya yang meninggal itu terinspirasi oleh kebijakan Sang Sultan untuk meniadakan minuman keras dan pelacuran.
Saya jadi teringat akan sebuah penggalan Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 90, tentang perintah kepada kita sebagai manusia untuk senantiasa “menegakkan keadilan dan merawat kebajikan.”
Bahwa memang benar jika seluruh manusia di muka bumi ini yang diberikan amanah kepemimpinan di segala level bisa memiliki mindset untuk menegakkan keadilan dan merawat kebajikan maka bisa dipastikan negara yang kita cintai ini akan tumbuh dengan makmur, aman, sejahtera dan setosa.
Menegakan keadilan bukan berarti meniadakan segala hal yang tidak sesuai dengan pemikiran dirinya sebagai seorang pemimpin, akan tetapi dia mampu memberikan solusi atas permasahan masyarakat yang terjadi.
Inti dari orang berbuat kejahatan, kemaksiatan dan tindak kezaliman adalah ketidakmakmuran dan kemiskinan yang dialami, solusi kongkrit yang dihadirkan oleh pemimpin dalam merespons hal tersebut akan memberikan dampak solutif kepada mereka.
Merawat kebajikan berarti seorang pemimpin sadar betul bahwa menjadi bijaksana dan senantiasa memvibrasikan kebijaksanaan menjadi hal yang sangat penting dalam keseharian aktivitas kepemimpinannya.
Merawat kebajikan bagi seorang pemimpin adalah dengan menghabiskan hari-harinya untuk berpikir yang berorientasi pada timbulnya kemakmuran masyarakatnya. Dia lebih mementingkan kemakmuran dan kedaulatan rakyatnya daripada keuntungan pribadi dan kelompoknya. Pemimpin yang bijak juga akan selalu memproduksi banyak kebaikan dalam seluruh proses kepemimpinannya.
Semoga terlahir di bangsa ini para pemimpin sebagaimana Sultan Murad IV yang bukan hanya mampu membuat makmur masyarakatnya, akan tetapi juga mampu menjadi sumber inspirasi kebaikan bagi seluruh masyarakat, yakni menjadi seorang pemimpin yang memproduksi keadilan dan merawat kebajikan.
*Founder RSU Wajak Husada sekaligus Presiden Nusantara Gilang Gemilang
Editor: Herlianto. A