MALANG – Inilah kampung gerabah yang tercatat sudah ada sebelum tahun 1960. Kampung Getaan, Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang.
Saat ini tercatat sekitar 153 pengrajin gerabah yang masih tetap eksis. Para warga Kampung Getaan sendiri kebanyakan menghasilkan gerabah tradisional yang produksinya mulai langka di pasaran.
Selain menjadi sentra penghasil gerabah, Kampung Getaan kini juga bertransformasi menjadi kampung wisata edukasi. Tujuannya memperkenalkan dan melestarikan kerajinan gerabah.
Perwakilan Pokdarwis Desa Pagelaran, Widayat, mengatakan, sebenarnya sempat khawatir dengan regenerasi pengrajin gerabah di Desa Pagelaran.
“Awalnya kami khawatir kerajinan gerabah ini tidak ada yang melanjutkan. Terutama pada generasi mudanya. Mungkin waktu itu karena daya jual gerabah yang masih murah,” ungkapnya.
“Tapi dengan model gerabah kreasi yang mengikuti tren, Alhamdulillah itu sekarang sudah mulai berkembang. Dan sekarang generasi muda sudah mulai mau melanjutkan kerajinan gerabah ini,” katanya.
Oleh sebab itu Widayat berharap, para pemuda bisa ikut membangkitkan kerajinan gerabah lagi agar bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat kampung Getaan.
Pokdarwis Desa Pagelaran juga sudah memetakan jenis-jenis wisatawan yang akan berkunjung ke Kampung Getaan ini.
“Nanti penyambutannya akan dibagi dua, seperti wisatawan lokal yang sekedar melihat-lihat, berfoto atau selfie. Sampai membeli gerabah untuk souvernir,” katanya.
Ada pula wisatawan dari sekolah-sekolah khusus, menurut Widayat, yang memang datang untuk belajar. Karena sekolah-sekolah khusus ini lebih mengutamakan proses pembuatannya.
”Sekarang hal itu sudah bisa diterapkan. Untuk anak sekolah karena pandemi ini jadi bekum bisa aktif. Tapi persiapan sudah mulai dilaksanakan saat ini,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Paguyuban Pengrajin Gerabah Desa Pagelaran, Sutrisno bersyukur karena saat ini generasi muda sudah mau meneruskan kerajinan gerabah
“Kalau perkembangannya mulai saat ini sudah banyak yang meneruskan untuk membuat gerabah kreasi,” ucapnya.
Pasalnya, ia mengakui sendiri jika membuat gerabah bukan perkara mudah yang bisa dipelajari semalam. Untuk belajar membuat gerabah sendiri minimal butuh waktu 15 hari. ”Itupun tergantung keinginan anaknya. Kalau masalah membuat gerabah itu terkait niat dan semangat individu,” tuturnya.
Kalau niatnya benar-benar tinggi, lanjut pria yang akrab disapa Tris ini, nanti pasti cepat bisa. ”Jadi dengan kemampuan ingin bisa itu bakal membuat anak cepat bisa membuat gerabah,” imbuhnya.
Tris kemudian menjelaskan jenis-jenis gerabah yang diproduksi warga beserta harganya. Harganya mulai dari Rp 2000 sampai Rp 700.000.
Warga di Kampung Getaan ini membuat bermacam-macam gerabah. Mulai dari kendi, kemaron, cobek, pot hias, guci, sangan sampai gendok. ”Kalau harganya mahal itu karena faktor kesulitan pembuatannya, dan besar kecilnya ukuran gerabah,” pungkasnya.