Kita merekam Jakarta Selatan dari sudut pandang yang lain
Suatu hari di medio Oktober lalu, saya terbangun sekitar pukul 05.00 WIB. Di jam itu, ada dua orang meriung, berdiskusi, ada slide yang ditampilkan juga. Dua orang itu tampaknya membahas seputar dunia wakaf.
Pada hari yang lain, saya terbangun pada jam yang sama. Ada pemuda yang sedang membaca Alquran di pagi hari. Ketika mungkin mayoritas warga Jakarta sedang berjibaku berangkat kerja, atau sedang terlalap tidur, ada pemuda yang sedang membaca Alquran padahal tempat yang kita tinggali itu bukan pesantren.
Tempat itu adalah sebuah rumah yang disulap menjadi penginapan, plus co-working space yang dibebaskan bagi siapa saja yang hendak menggunakan. Karena konsepnya penginapan dan co-working space. Maka kasur yang disediakan adalah kasur lipat. Ketika selesai tidur, kasur dimasukan gudang, sehingga tempat tidur lagi bisa digunakan sebagai tempat kerja.
Rata-rata yang menempati tempat tersebut adalah alumnus Institute Teknologi Bandung (ITB) yang sedang bekerja di Jakarta. Di antaranya Kamal Muzakki dan mas Agis. Keduanya adalah mantan Ketua Yayasan Rumah Amal Salman ITB.
Awalnya tempat itu adalah rumah Salman Subakat, CEO Nurhayati Subakat Entrepeneur Institute (NSEI) part of Paragon Corp. Karena lama tidak digunakan, rumah itu lantas direnovasi dan dijadikan tempat menginap bagi para anak muda dan juga tempat kerja.
Tempat tersebut sekarang diberi nama Sanggar Swadarma atau Salman Jackspace, Jakarta Selatan. Jarak rumah ini dengan kantor pusat Paragon Corp (Wardah, Kahf, Emina, Make Over, ect) di Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, hanya berjarak sekitar dua kilometer.
Saat kami dari Tugu Media Group menginap di tempat tersebut sekitar empat hari, Salman Subakat sempat mengunjungi rumah tersebut. Setelah selesai direnovasi, baru kali ini Salman berkunjung. Mungkin saking banyaknya aset yang dimiliki, Salman Subakat sampai lupa kalau rumah tersebut ada lantai dua di bagian belakang.”Owh ada lantai duanya ya,” kata Salman.
”Salah satu tugas saya di sini adalah merenovasi rumah Pak Salman, lalu setelah dibenahin, diaktivasi menjadi tempat bermanfaat seperti ini,” kata Kamal Muzakki yang juga konsultan di PT Paragon Technology and Innovation.
Salman Subakat sangat senang membina anak muda. Kita ke Jakarta, juga dalam rangka ingin dimentorin Salman. Dan ternyata, ketika sampai Jakarta, kita selalu mendapatkan vibe yang berbeda. Kita di daerah yang mungkin sering terjebak dengan berpikir kecil, ketika ke Jakarta, sering mendapatkan aha momen tentang tata cara mengelola perusahaan. Aha momen itu, tentu saja memancing kita untuk berpikir besar, juga menjalankan dengan cara-cara baru.
Ketika kita baru sampai Jakarta, Salman langsung menghentak pikiran kita.
”Mudahlah perusahaan dapat Rp 10 miliar, kalau Tugu ingin dapat Rp 10 miliar, perlu menginap sebulan di Maxima, karena itu Maxima follower Instagram sekitar lima ribu, tapi omset bisa sampai Rp 10 miliar setahun,” kata Salman.
Maxima, perusahaan yang dipimpin Ivan Ahda ini fokus terhadap Social Impact Agency. Perusahaan ini seperti menjadi agency antara perusahaan yang ingin memberi dampak melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), dan masyarakat sebagai penerima manfaat CSR tersebut.
Maxima adalah satu dari banyak lembaga yang tergabung dalam Parakawan Ecosystem. Yakni sebuah ekosistem yang dijahit serta mungkin ditenun oleh Salman Subakat. Lebih dari 17 entitas yang tergabung dengan Parakawan ini.
Ada yang bergerak di bidang pendidikan, NGO, startup, konsultan, media dan lain-lain. Ada yang berbentuk perusahaan, yayasan, komunitas, dan lain sebagainya.
Sejumlah entitas yang tergabung dalam Parakawan ini diantaranya adalah pemimpin.id, pondok inspirasi, genara art, improva, everidea interactive, feedloop, ruber academy, semua murid semua guru (SMSG) dan lain sebagainya.
Entitas di parakawan ini bisa dibilang unik. Karena penggawa-nya adalah anak-anak muda dengan segudang inovasi. Dan tampaknya, hobi Salman Subakat memang membimbing anak muda, untuk bisa terus naik kelas. Dalam sebuah percakapan, Salman menyebut bahwa dia sangat senang ketika melihat orang lain bertumbuh.
Entitas yang berada di Parakawan tersebut memang entitas yang kebanyakan masih baru, dan sedang mencari bentuknya. Tapi, justru dari entitas itulah, kami dari daerah bisa banyak belajar untuk terus bertransformasi, berinovasi, dan kreativitas. Dan tentu saja kita bisa berefleksi bahwa kita harus senantiasa kembali kepada akar yakni produk dari bisnis dan layanan kita.
Melalui tulisan ini juga penulis ingin mengajak para pelaku wirausaha, khususnya di daerah untuk sesekali sering bermain ke Jakarta. Atau paling tidak bisa ikut komunitas bisnis. Karena dengan sering main ke kota besar, dan juga ikut komunitas, pikiran kita menjadi terbuka, dan sadar bahwa dunia benar-benar luas, dan kita tak boleh berada di zona nyaman.
Siapa tahu, nanti kita bisa menyusul Salman Subakat, yakni sampai lupa kalau salah satu rumahnya ada lantai dua-nya….hehe…
Salam pertumbuhan.
Penulis: Irham Thoriq (CEO Tugu Media Group, tugumalang.id dan tugujatim.id)
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
editor: jatmiko