Masykuri Bakri*
(Rektor Universitas Islam Malang)
MOMENTUM Ibadah Haji merupakan ibadah yang sangat dirindukan umat Islam seluruh dunia. Bahkan bisa dikategorikan Muktamar Spiritual, sosial, kekuatan fisik dan mental terbesar tahunan di Arab Saudi.
Berbagai cara bagi umat Islam untuk mewujudkan impian, menabung dan menyisihkan sebagian penghasilannya untuk daftar Haji. Hal itu bisa ia lakukan dengan cara mendaftar reguler (antri berpuluh-puluh tahun), Haji Plus (biaya juga mahal, akan tetapi masih butuh antri sampai 5 tahun), Haji Furoda’ (berbayar relatif mahal, tapi bisa tahun ini juga berangkat), undangan Kerajaan Saudi, petugas haji dan lain sebagainya.
Nah saya ini termasuk yang reguler menunggu 13 tahun dan saya berada di tengah jutaan umat Islam berkumpul di Tanah Suci Makkatul Mukarromah dan Madinatul Munawarah. Mereka berasal dari berbagai negara.
Melintasi udara, darat, laut matapun meleleh karena meninggalkan anak istri, suami dan sanak saudara. Bercampur dengan hati gembira hendak menjumpai Tuhan di Baitullah, rumah pertama yg ditunjuk Allah, yakni Makkatul Mukarromah Ka-bah. Berbagai kemampuan ia siapkan: mulai dari niat, materi, tenaga, pikiran, mental-spiritual dan segala hal untuk mendukung dalam melaksanakan ibadah hajinya.
Di antara calon jamaah haji yang bersama-sama saya dengan latar belakang pendidikan beragam, ada yang tidak lulus sekolah, lulusan sekolah dasar, lulusan sekolah menengah pertama, lulusan menengah atas, lulusan pesantren bahkan ada yang lulusan perguruan tinggi.
Dengan jenis pekerjaan yang berbeda pula: yakni sebagai petani, pedagang, pengusaha, pegawai negeri, dokter, tentara, polisi, pengacara, pegawai swasta, seniman, guru, dosen, Kyai, muballigh hingga politisi. Mereka dengan usia yang berbeda-beda pula, mulai belasan tahun hingga di atas 80 tahun bahkan ada yang 93 tahun.
Dalam perjalananpun sangat unik mulai di asrama haji, ada yang bisa tidur nyenyak saat di asrama, ada yang tidak bisa tidur karena belum pernah naik pesawat dan membayang-bayangkan rasanya naik pesawat. Mereka ada yang sudah pernah menunaikan ibadah haji, ada yang sudah pernah umroh, ada yang belum pernah haji dan umroh, dus semua punya pengalaman yang berbeda-beda.
Uniknya saat di pesawat, karena durasi penerbangan Indonesia – Jeddah hampir 9 – 12 jam lamanya, ada yang kecapean duduk di pintu pesawat dan dapat peringatan keras dari pramugari, ada yang berdiri saat pesawat hendak lending dan menuju ke kabin saat pesawat hendak mendarat. Pramugaripun berteriak agar penumpang duduk kembali. Namun ada yang kurang menggubris. Hingga masker yang dikenakan pramugari dilepas agar suaranya lebih lantang. Pokoknya unik-unik gambaran situasinya.
Keragaman latar belakang pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan usia itu tidak menyurutkan niat untuk sama-sama segera nenjumpai Allah SWT, di Baitullah Ka’bah dengan bersimpuh di hadapan Allah SWT melalui bacaan talbiyah, takbir, tahmid, tahlil, istighfar, shalawat dan membaca al Qur’an melalui towaf sa’i dan shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, ada yang linangan air mata begitu terharunya melihat Ka’bah. Berdoa di Multazam, Arofah, bukit Shofa dan Marwah, Raudhah dan di tempat-tempat mustajabah lainnya.
Tapi ada pula yang merasa biasa-biasa saja, ada yang emosi karena terdesak saat thowaf, ada yang menunjukkan kekuatan fisiknya dengan menghempas orang disekitarnya, ada yang sabar dan mengikuti lenturnya perjalanan, bahkan ada yang kurang peduli apa yang ada di sekitarnya. Itulah gambaran karakter manusia terlihat saat prosesi pelaksanaan ibadah haji.
Dari latar belakang jamaah haji yang beragam itulah, dibutuhkan manajemen yang profesional, dengan melibatkan berbagai pihak baik elemen-elemen di Indonesia maupun di Arab Saudi, dan ini tidak mudah, karena salah satu elemen lemah dalam mengelola Haji, akan sangat berpengaruh pada kelancaran pelaksanaan penyelenggaraan Ibadah Haji yang lain, karena itu harus tersistem dengan baik.
Pelaksanaan di Indonesia misalnya, pelayanan haji bisa kita lihat dalam dua dimensi, yakni dimensi administratif dan penyelenggaraan. Pertama, dalam dimensi administratif pendaftaran ibadah haji langsung ditangani oleh Bank Syari’ah Indonesia, bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Bahkan langsung dapat porsi haji setelah diserahkan bukti pembayaraannya di Kantor Kementerian Agama setempat.
Kedua, dalam penyelenggaraannya Kementerian Agama telah bekerja sama dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) untuk bimbingan calon haji, termasuk Kementerian Agama juga menyelenggarakan pemantapan, perbankan dalam mendaftar, imigrasi untuk melayani Paspor dan Visa, catering kebutuhan makan, pihak transportasi darat, maupun udara dengan pemerintah Arab Saudi.
Terkait dengan pelayanan dalam negeri semua beres tidak ada kendala dan telah berjalan dengan baik-lancar. Termasuk cadangan maupun kuota tambahannya yang digagas oleh Gus Men (Yaqut), untuk mengurangi antrian jama’ah haji yang berkepanjangan telah dilakukan.
Penyelenggaraan di Makkah, Kementerian Agama telah kerja sama dengan Mashariq Arab Saudi, baik terkait pemondokan, transportasi, penyelenggaraan ibadah haji di Arofah, Musdalifah dan di Mina (karena ini kebijakan pemerintah Arab Saudi). Di sini Kementerian Agama RI melakukan komitmen dengan Masyariq. Namun komitmen tidak terealisasi dengan sempurna oleh Masyariq Arab Saudi, terutama saat di Arofah dan Mina tempatnya yang berdesakan.
Bahkan banyak yang tidur di luar tenda karena kapasitas tenda yang tidak mencukupi, terlambatnya catering, lebih-lebih alat transportasi dari Musdalifah ke Mina yang tidak lancar mengakibatkan jamaah Haji Indonesia terlantar hingga jam 13.30 WAS, di bawah terik matahari antara 45°c – 50°c menyebabkan jama’ah haji banyak yang pingsan, dan yang pingsan kebanyakan tidak makan malam dan makan pagi, dengan usia jamaah yang beragam.
Dari peristiwa itulah, Gus Men (Yaqut Cholil Qoumas) Gercep (gerak cepat) dan protes keras kepada pihak Mashariq Arab Saudi, yang tidak menepati komitmennya dalam melayani jama’ah haji Indonesia, terkait sarana alat transportasi yang kurang cepat dan kurang memadai. Catering yang tidak tepat waktu maupun tenda yang kurang memadai ketika prosesi haji di Musdalifah, MCK yang sangat terbatas.
Misalnya, saya melihat persis kelemahan pihak Masyariq bagaimana pelaksanaan di lapangan dalam mengendalikan alat transportasi, sampai-sampai petugas di lapangan menyandera bus yang bukan wewenangnya untuk mengangkat Jamaah Haji Indonesia dan terjadi pembicaraan yang sengit, agar siap mengangkut jamaah haji Indonesia.
Ini berarti tidak profesional dari pihak Mashariq Arab Saudi, dan jeda antara bus 1 dengan berikutnya lebih dari 30 – 45 menit. Sehingga jama’ah haji terbengkelai di Muzdalifah. Saat jamaah haji datang AC masih belum bisa dihidupkan, kasur busa untuk tidur masih numpuk berserakan dan seterusnya.
Nah, setelah Gus Men (Yaqut) protes keras kepada Masyariq Arab Saudi atas peristiwa Arofah, Muzdslifah dan di Mina, maka kini berangsur pulih perbaikan, baik dari sisi catering telah datang justru lebih awal ketimbang jadwal yang telah ditetapkan. Alat transportasi bus sholawat juga lebih cepat datang di sektor-sektor jamaah haji Indonesia, dan tidak sampai 5 menit menunggu, bus sudah datang sebagai alat transportasi jamaah haji Indonesia dari hotel ke Masjidil Haram maupun sebaliknya.
Gus Men termasuk Menteri Agama RI Pemberani dalam mengambil keputusan dan resiko. Terutama mengalokasikan 30% lebih lansia (butuh penanganan ekstra dari para petugas) dari total jamaah haji Indonesia 221.000 orang di tahun 2023 ini, dibandingkan 2022 hanya mencapai 100.051 orang.
Maka saya sampaikan kepada para petugas haji, anda adalah “Pahlawan Sejati”. Telah memberikan layanan terbaik di tengah keterbatasan kepada para jamaah haji yang jumlahnya sangat besar, namun petugas yang direkrut terutama bidang kesehatan dan layanan lansia sangat terbatas.
Anda capek tetapi tetap tersenyum. Pelayanan anda membuat banyak orang jadi sehat karena melayani dengan hati. Anda memiliki semangat seperti Gus Men. Karena anda terpilih untuk mewujudkan impian Gus Men yang ibaratnya anda diarahkan untuk melindungi, membimbing, mengayomi dan mengamankan seperti halnya anda menjaga kakek, nenek, ibu, bapak, kakak, adik dan saudara anda sendiri.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana para Petugas Haji melayani para Lansia dengan menggendong, mendorong pakai kursi roda, mengantar ke Hotel ketika tersesat di Masjidil Haram, menyuapi makanan, mencucikan baju, memasakkan bubur bahkan sampai menceboki ketika buang hajat. Itulah didikan Gus Men (Yaqut) kepada para petugas haji, sungguh arif, bijak dan menyejukkan sekali dalam melayani jamaah Haji.
Berangkat dari pelajaran penyelenggaraan ibadah haji 2023 ini, konon pemerintah Arab Saudi tidak akan mengapling wilayah terkait tempat baik pemondokan, tenda di Arofah maupun Mina pada musim haji tahun 2024.
Tetapi pihak pemerintah Arab Saudi akan memberikan posisi tempat didasarkan pada negara mana yang lebih dulu menyelesaikan administrasi dengan Arab Saudi, maka dialah yang akan menempati tempat yang lebih baik. Inilah tantangan buat pemerintah Indonesia terutama DPR RI dan Pemerintah RI dalam mengambil keputusan tentang subsidi biaya haji 2024 nanti.
Tapi yang harus dipahami secara umum, bahwa pada umumnya jamaah haji satu sama lain saling bahu membahu, membantu satu sama lain. Kebersamaan terlihat dalam gerak dan langkahnya menuju Masjidil Harom. Terbayang 100.000 (seratus ribu pahalanya) bila shalat jamaah, dan 1.000 (seribu) pahalanya shalat di masjid Nabawi.
Membayangkan menjumpai Allah dengan ketenangan batin saat ibadah di Haromain ini, yang spirit ibadahnya berbeda saat di tanah air. Spirit di tanah suci juga membuat mereka hati-hati dalam berbicara, bersikap dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Semoga para jamaah haji mendapatkan predikat haji mabrur dan mabrurah, sikap dan prilakunya lebih baik dan banyak memberi manfaat pada diri, keluarga dan masyarakat luas. Amien (*)
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google NEWS
editor: jatmiko