Tugumalang.id – Jarang sekali narasi seputar pendidikan menghiasi halaman depan atau minimal jadi headline di media massa. Padahal, pendidikan menjadi sektor yang harus diperhatikan di samping isu politik, ekonomi, dan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan masih menjadi isu yang kurang populer.
Jika menilik, setiap problema yang ada di bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya yang sedang dihadapi bangsa, akar persoalannya terletak pada lemahnya perhatian media terhadap pendidikan. Pendidikan adalah gerbang utama yang dapat membawa perubahan pada masyarakat.
”Jika media mulai mengarusutamakan pendidikan jadi isu utama, saya yakin akan menjadi sumbangan terbaik jurnalis terhadap kemajuan bangsa,” demikian intisari dari paparan Frans Surdiasis, salah satu Mentor dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV, pada Rabu (23/2/2022).

Wartawan senior yang kini sibuk menjadi pengajar Mata Kuliah Jurnalistik di Universitas Atmajaya Jakarta ini berharap banyak agar isu pendidikan jadi perhatian utama para jurnalis.
”Saya kira ini adalah ikhtiar panjang bersama Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) ini,” harap Frans.
Lebih lanjut, pengarusutamaan isu pendidikan harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas dengan membangun jurnalisme berkualitas. Artinya, media harus membantu masyarakat memahami duduk perkara sesuai fakta dan arah perspektif yang jelas dan relevan.
Selain itu, jurnalisme berkualitas adalah jurnalisme yang juga menawarkan solusi. Tidak hanya sekedar data dan fakta, tapi juga harus bisa memberikan insight dan foresight sehingga dapat membantu mengarahkan masyarakat menentukan keputusan yang tepat.
”Media harus jadi partner masyarakat yang baik. Dari karya jurnalistik yang bernas hingga kemudian menjadi bahan diskusi publik dan solutif,” pesan Kepala Litbang Jakarta Post ini.
Tentu untuk membangun atmosfir ini, dia akui perlu proses yang panjang dan ekstra kerja keras. Dunia jurnalisme saat ini sudah harus bergeser. Dari yang tadinya berlomba-lomba menulis berita paling awal, kini sudah harus berlomba-lomba mengelola suatu informasi jadi komprehensif dan mendalam.
”Masa depan jurnalisme itu tidak perlu jauh-jauh dicari kemana, tapi cukup dari dekat yaitu dari dalam diri. Jurnalis harus menumbuhkan kualitas dirinya karena dia adalah garda terdepan perubahan bangsa,” pungkasnya.
Jurnalisme Pendidikan: Membangun Militansi dan Jejaring

Di lain sisi, M Nasir, mantan wartawan Kompas era 1989-2018 yang juga Mentor FJP 2022 sepakat jika upaya membangun jurnalisme pendidikan yang berkualitas adalah ikhtiar panjang. Perlu militansi, kompetensi, kerja keras, dan jejaring yang luas.
Selain membekali diri dengan kompetensi, jurnalis juga dituntut memiliki jejaring yang luas. Syaratnya, menjadi jurnalis memang dituntut luwes, srawung. Tidak mementingkan ego dan idealismenya sendiri tanpa memandang orang lain.
Pria yang juga dikenal banyak meliput peristiwa perang ini berpesan agar jurnalis banyak-banyak berteman, terutama di lingkup bidang liputannya. Jika bergerak di skup pendidikan, setidaknya di kontak ponsel terdapat semua narasumber dari berbagai kalangan mulai pemangku jabatan, guru, kepala sekolah, hingga wali murid.
”Berapa banyak? Ya sebanyak mungkin. Semakin luas jejaringnya, semakin berwarna pula karyanya. Dia punya cakrawala pemikiran yang luas untuk mengembangkan liputannya,” kata Nasir.
Setelah semua itu ditempuh, lanjut Nasir, jurnalis akan mencapai titik tertingginya yakni menjadi celebrity journalist alias wartawan spesialis yang akan dikenal di kalangan dunia pendidikan. Baik dari para narasumber bahkan sesama kalangan jurnalis.
Semakin bernas karya jurnalistiknya, maka semakin besar pula potensi jurnalis akan diakui ”Maka bersiaplah menjadi celebrity journalist. Bahkan bisa jadi kalian akan dipercaya menjadi narasumber atau bahkan malah dipandang sebagai ahli,” ucapnya.

Direktur Pelaksana GWPP, Nurcholis MA Basyari menambahkan bahwa untuk mewujudkan jurnalisme pendidikan berkualitas, maka dibutuhkan integritas, kedisiplinan, dan profesionalitas.
”Meski begitu, juga jangan sampai jurnalis terjebak dengah rutinitas karena nanti akan jadi seperti robot. Padahal tugas utama jurnalis dituntut untuk membuka mata, telinga, dan hati kepada sekitar. Bahwa tugas utama jurnalis adalah melayani publik,” pesannya.
Perlu diketahui, FJP diinisiasi oleh PT Paragon Technology and Innovation berkolaborasi dengan GWPP. FJP yang akan berlangsung hingga Mei 2022 secara virtual melalui Zoom ini, akan mencakup aspek pelatihan, praktik, dan pendampingan.
Ada lima mentor kapabel yang akan mendampingi yakni Nurcholis MA Basyari, M Nasir, Haryo Prasetyo, Frans Surdiasis, dan Tri Juli Sukaryana.

Dalam FJP Batch IV ini kembali dipilih 15 peserta jurnalis dari berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya Wartawan tugumalang.id, M Ulul Azmy yang terpilih menjadi salah satu peserta.(*)
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti