Oleh: Busairi Yanto, mahasiswa Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri)
Tugumalang.id – Wilayah Madura didominasi oleh tanah-tanah tegalan yang hanya bisa di tanami singkong dan jagung tetapi memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Misalnya, pertanian padi di kabupaten Sumenep. Menurut Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, apabila dikelola dengan baik dapat memenuhi kebutuhan beras seluruh Kabupaten Madura.
Madura juga dikenal sebagai salah satu wilayah dengan potensi kekayaan laut yang luar biasa terutama di Kabupaten Sumenep. Kabupaten paling timur di Madura ini memiliki 126 pulau dan laut terluas di Madura. Ini menjadikannya sebagai salah satu wilayah penghasil ikan laut terbesar di Jawa Timur.
Tetapi karena kurangnya perhatian dari pemerintah daerah baik dalam hal akses pasar, modernisasi pengetahuan dan akses ke teknologi terbaru maupun pabrik pengolahannya membuat kedua sektor ini tidak diminati oleh generasi mereka sendiri.
Baca Juga: Psikodrama Pesan Islami Kendalikan Risiko Ide Bunuh Diri?
Selama ini, di kedua sektor ini sering kali mengalami surplus produksi tetapi karena tidak adanya akses pasar yang memadai membuat petani dan nelayan terpaksa menjualnya ke pengepul yang tentunya dengan harga jauh di bawah standar pasar nasional.
Hal inilah yang kemudian membuat sebagian besar orang-orang Madura menggantungkan hidupnya dengan merantau ke wilayah di luar Madura baik dalam negeri maupun luar negeri. Banyak dari mereka yang berprofesi sebagai pedagang maupun menjadi pekerja bangunan.
Belakangan yang sedang tren adalah fenomena orang Madura membuka toko kelontong di beberapa kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bali hingga Surabaya.
Ritel-ritel tradisional ini beroperasi selama 24 jam non stop dengan dijaga rata-rata oleh dua orang. Ini agak memprihatinkan karena selain mereka harus bekerja selama 24 jam kebanyakan dari toko-toko ini tidak semuanya menguntungkan dan terkadang mereka bekerja bukan untuk miliknya sendiri.
Baca Juga: Pelayanan Jemaah Haji yang Prima
Seharusnya, ini menjadi perhatian bagi pemerintah karena fenomena semacam ini menunjukkan adanya indikasi perekonomian di Madura tidak berputar dengan baik.
Jembatan Suramadu tak Sesuai Harapan
Pun jembatan Suramadu yang pada awal pembangunannya diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian dan kesejehteraan masyarakat Madura melalui perpindahan arus barang yang semakin cepat dan murah, ternyata belum mampu memberikan dampak yang cukup penting terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini bisa dilihat dari tingkat kemiskinan yang tinggi dan indeks pembangunan manusia (IPM) yang masih rendah.
Data BPS Maret 2023 menunjukkan, empat kabupaten Madura masuk ke dalam 10 kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Timur. Posisi tertinggi adalah Kabupaten Sampang dengan tingkat kemiskinan 21,75 persen dan menempatkanya pada peringkat pertama tertinggi di Jawa Timur.
Kemudian, disusul Kabupaten Bangkalan peringkat ke-2 dengan tingkat kemiskinan 19,35 persen, Kabupaten Sumenep peringkat ke-3 dengan tingkat kemiskinan 18,7 persen, dan Kabupaten Pamekasan peringkat ke-7 dengan tingkat kemiskinan 13,85 persen.
Di sisi lain, indeks pembangunan manusia (IPM) di Madura masih merupakan yang terendah di Jawa Timur. Data dari BPS tahun 2021-2023 menunjukkan, empat kabupaten di Madura berada pada posisi 10 besar terendah dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Sampang dengan nilai (63,44), Bangkalan (65,05), pamekasan (67,11) sementara Sumenep 67,84. IPM ini paling rendah di Jawa Timur adalah Sampang di peringkat ke-38, disusul Bangkalan peringkat ke-37.
Sumenep dan Pamekasan meskipun bukan paling rendah tapi masih termasuk dalam sepuluh besar yang terendah di Jawa Timur dengan masing-masing berada pada peringkat ke-32 dan 34.
IPM yang rendah ini menunjukkan perlunya perbaikan kualitas pendidikan, akses kesehatan, dan standar hidup layak yang masih terkedanla di Madura.
Fakta bahwa Madura berada pada tingkat kemiskinan tertinggi dan juga IPM yang rendah di Jawa Timur menunjukkan selama 15 tahun pasca pembangunan jembatan Suramadu ternyata belum mampu memberikan dampak yang berarti terhadap peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Tanah Garam.
Ini semua seharusnya menjadi bahan diskusi dan evaluasi bagi pemerintah di pulau Madura dan termasuk pemerintah provinsi dan pusat.
Berdasarkan teori para ahli, seharusnya Jembatan Suramadu dapat meningkatkan perekenomian, meningkatkan IPM dan menurunkan tingkat kemiskinan bagi masyarakat Madura, tetapi faktanya jauh panggang dari api.
Michael Fangman dalam The Economic Impact of Trade Facilitation menunjukkan bahwa arus pergerakan barang yang efisien akan meningkatkan pula pajak daerah yang pada akhirnya mendorong penerimaan daerah lebih baik guna mendorong tersedianya fasilitas publik yang di butuhkan masyarakat.
Hal senada diungkapkan Normaz Wana Ismail dan Jamilah Mohd Mahyideen bahwa perbaikan infrastruktur memainkan peranan penting untuk mendorong terjadinya percepatan perpindahan barang yang berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi apa yang terjadi di Madura justru sebaliknya. Pertanyaan mengapa demikian?
Ketersediaan Akses Pasar hingga Pengetahuan
Meskipun petani dan nelayan termasuk dalam kelas menengah ke bawah yang kadang kala tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah terutama mereka yang berada di daerah kepulauan. Padahl merekalah yang memainkan peranan penting dalam perputaran perekonomian di Madura.
Hal ini terefleksi dari gerak perekonomian setelah tiba musim panen atau musim ikan, ekonomi masyarakat bergerak menggeliat penuh gairah.
Daya beli meningkat, perputaran uang dan barang di pasar semakin cepat dan para pedagang ikut senang karena pendapatan mereka turut meningkat.
Ini berbeda dengan sektor ekonomi lainnya misalnya ASN atau buruh yang ketika tanggal gajiannya tiba perekonomian tetap sepi, daya beli masyarakat tidak meningkat seperti tidak terjadi apa-apa.
Penyediaan akses terhadap dua sektor ini amat sangat diperlukan, seperti akses ke fasilitas permodalan, akses pasar maupun akses ke teknologi terbaru. Karena dua sektor ini masih termasuk dalam ruang lingkup petani konvensional dan nelayan tradisional.
Kiranya perlu pemerintah membangun pertanian komersial dan industialisasi produk-produk pertanian serta mengenalkan penggunaan teknologi-teknologi terbaru di bidang pertanian kepada para petani. Poinnya agroteknologi dan agribisnis perlu ditanamkan dalam-dalam bagi masyarakat Madura.
Juga para nelayan yang selama ini bekerja dengan fasilitas yang sangat minimalis. Mereka memerlukan alat tangkap yang lebih canggih, pabrik pengolahan ikan dan yang terpenting bagi nelayan khususnya di daerah kepulauan adalah akses pasar.
Selama ini para nelayan hanya bisa menjual hasil tangkapan mereka ke para tengkulak maupun ke kapal-kapal pembeli ikan. Misalnya, nelayan di Kepulauan Masalembu.
Meskipun mereka berada di wilayah laut dengan potensi ikan yang luar biasa besar, namun karena tidak adanya akses pasar yang aman, mereka menjualnya ke pengepul maupun kapal-kapal pembeli ikan dari Jawa dan Kalimantan. Tentunya dengan harga di bawah standar pasar nasional.
Amartya Sen dalam Development As Freedom mengatakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksebilitas.
Akibat keterbatasan dan ketiadaan akses, manusia menjadi terbatas atau bahkan tidak ada pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali manusia menjalankan secara terpaksa apa yang dapat dilakukannya saat ini (bukan yang seharusnya dalakukan).
Berangkat dari pendapat ini kita bisa mengetahui bahwa tersedianya akses merupakan salah satu modal dasar bagi suatu daerah atau wilayah dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraannya.
Kesimpulannya, akses perekonomian baik berupa insfrastruktur maupun pengetahuan sangat diperlukan bagi masyarakat Madura untuk meningkatkan taraf hidupnya yang saat ini masih dalam kategori miskin.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Editor: Herlianto. A