TuguMalang.id — Provinsi Jambi mempunyai hutan mangrove terluas yang berada di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Luasnya 500 hektare dan sejak 31 Desember 2019 diresmikan Bupati Safrial, sebagai Ekowisata Hutan Mangrove Pangkalbabu.
Secara administratif, Ekowisata Hutan Mangrove Pangkalbabu berada di Desa Tungkal Satu, Kecamatan Tungkal Ilir, tepatnya di sebelah timur Kuala Tungkal, Ibu Kota Kabupaten Tanjung Barat. Jaraknya dari pusat kota Kuala Tungkal 10 kilometer, dengan waktu tempuh berkendara 20-30 menit. Sedangkan dari pusat Kota Jambi berjarak sekitar 137 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.

Menariknya, siapa pun bebas ke sana tanpa dikenai tiket masuk kecuali cuma bayar parkir Rp 5 ribu. Pengunjung bisa sepuasnya berjalan kaki di atas jalur papan di tengah kerimbunan hutan bakau, salah satu jenis tanaman yang mendominasi vegetasi Hutan Mangrove Pangkalbabu. Pengunjung pun bisa menikmati panorama hutan mangrove dari menara pandang yang berada di ujung lintasan, sekalian bisa melepas jauh pandangan ke perairan Laut Cina Selatan.
Namun, sejak April tahun lalu kondisi Ekowisata Mangrove Pangkalbabu mengenaskan. “Tidak sampai berusia dua tahun, ekowisata itu sudah tidak terurus. Alasannya karena ada pandemi Covid-19,” kata Wahyu Jati, Manajer Kampanye Yayasan Lawang Kalbu merangkap relawan pelestari mangrove Tanjung Jabung Barat, Jumat, 20 Mei 2022.
Menurut Wahyu, banyak fasilitas wisata rusak parah. Kayu-kayu jalur trekking lapuk, patah, dan berlubang di mana-mana. Akses jalan ke sana yang sepanjang 2 kilometer juga bergelombang dan terkelupas aspalnya, serta sebagian jalan memang masih bertanah liat.
Keterangan Wahyu diperkuat M. Hatta, Ketua Kelompok Sadar Wisata Pangkalbabu. Kerusakan fasilitas membuat mereka membiarkan saja orang-orang memasuki hutan mangrove tanpa menarik uang parkir. “Padahal, lumayan banyak orang yang datang waktu lebaran,” kata Hatta.
Mereka terpaksa tidak memungut uang parkir karena ogah bertanggung jawab jika terjadi hal buruk terhadap pengunjung. Yang penting mereka sudah memberitahukan kerusakan Hutan Mangrove Pangkalbabu kepada para pengunjung. Lagi pula, kata Hatta, jangankan pengunjung, mereka sendiri sering kesusahan untuk masuk ke dan keluar dari hutan mangrove saat hujan deras mengguyur.
Wahyu dan Hatta sangat berharap kepada Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat untuk segera membenahi seluruh kerusakan di ekowisata hutan mangrove satu-satunya di Jambi itu.
Mereka mengingatkan pentingnya ekosistem hutan mangrove dipertahankan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan sekaligus sebagai sabuk hijau untuk pelestarian flora dan fauna kawasan pesisir, yang berfungsi mencegah abrasi, memecah ombak besar, termasuk dapat mengurangi kedahsyatan tsunami.

Hutan mangrove di sana menyimpan beragam jenis tanaman, terutama Rhizophora sp alias bakau, lalu Avicennia sp (api-api), Bruguiera sp (tancang), Sonneratia sp (pidada), Lumnitzera sp (teruntum), Ceriops sp (mentigi), Xylocarpus sp (nyirih), Excoecaria sp (buta-buta), Nypa sp (nipah), Aegiceros sp (perpat kecil), dan Scyphyphora sp (perpat).
Pengunjung bisa belajar lingkungan bahwa Hutan Mangrove Pangkalbabu menjadi habitat banyak burung, reptil, ikan, udang, kepiting, dan biota laut lainnya. Mangrove yang lestari memudahkan nelayan mendapatkan nilai ekonomi dari hasil laut.
Provinsi Jambi mempunyai delapan kecamatan pesisir, yakni Seberang Kota, Tungkal Ilir, dan Kuala Betara di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat; serta Mendahara, Kuala Jambi, Muara Sabak Timur, Nipah Panjang, dan Sadu di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Berdasarkan dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), kawasan konservasi pesisir Provinsi Jambi berada di sepanjang delapan kecamatan itu.
Pada 1990-an, hutan mangrove di pesisir Pangkalbabu banyak berubah jadi tambak. Eksploitasi besar-besaran mangrove juga dampak dari pertambahan populasi penduduk. Akibatnya, luasan hutan mangrove di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terus menyusut dan berkondisi kritis, terutama di Kecamatan Tungkal Ilir dan khususnya di Pangkalbabu, Desa Tungkal Satu.
Penyusutan luasan hutan mangrove juga berdampak buruk terhadap kebun-kebun kelapa milik warga. Banyak kebun kelapa diterjang air pasang besar alias rob sehingga masyarakat sering mengalami gagal panen dan keseringan merugi. Warga yang jadi nelayan juga terpaksa harus pergi jauh untuk mendapatkan ikan, udang, dan kepiting.
Perekonomian warga membaik sejak kondisi hutan mangrove dipulihkan dan disusul dengan pembukaan Ekowisata Hutan Mangrove Pangkalbabu. Namun, kini, ekowisata yang mereka banggakan malah terlantar.
Reporter: Abdi Purmono
Editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id