MALANG – Komunitas Averroes yang fokus terhadap isu-isu demokrasi di Malang Raya, terus berupaya mengembangkan partisipasi perempuan dalam ranah publik.
Kali ini, Averroes menggagas Program Gender Equality Academy (GEA) melibatkan 35 peserta pegiat isu-isu gender di Malang Raya.
Program hasil kerjasama dengan Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste ini merupakan wadah bertemunya para pegiat gender dari beragam latar belakang di Malang Raya. Bertempat di Hotel Sahid Montana Dua, Senin (7/2/2021),
Mereka membahas terkait Strengthening Womens Active Participation in Democracy through Capacity Building, Training and Outreach in Malang.
Ketua Komunitas Averroes, Dr Sutomo menerangkan bahwa diskursus pengarusutamaan gender di Indonesia harus terus dilakukan. Selama ini, representasi dan partisipasi perempuan di ruang publik masih jauh dari harapan.
Di Malang, masih ada masalah ketimpangan gender yang dihadapi perempuan. Mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan sosial-budaya. Sebab itu, peran serta perempuan di ruang publik tetap penting karena itu menjadi bagian demokrasi.
Nah, penguatan itu tentunya juga harus adaptif, baik dengan beragam latar belakang individu maupun perkembangan zaman. Melalui GEA, tentu menjadi ajang untuk menyamakan persepsi sehingga impact yang dihasilkan bisa lebih masif dan terstruktur.
Selaih itu, dengan bertemunya pegiat gender dari berbagai macam latar belakang, juga menghasilkan metode gerakan yang relevan dengan situasi dan problem gender sesuai konteks lokal di wilayah Malang Raya.
”Jadi dalam gerakan itu tidak terjebak dengan gaya gerakan gender di negara lain. Harus punya gaya metode sendiri berkaca dari situasi permasalahan gender di Malang sendiri,” paparnya.
Peserta GEA sendiri memang datang dari beragam kalangan. Mulai aktivis, mahasiswa hinggga masyarakat umum. Sebut saja PC Fatayat NU, Suara Perempuan Desa Kota Batu, Yayasan Paramitra, Forum Anak, Nasyaatul Aidyah, Imawati dan masih banyak lagi.
Dari pertemuan individu beragam latar belakang itu diharapkan menemukan pola pengarusutamaan gender seperti apa yang efektif dilakukan nantinya. Tentu dengan mempertimbangkan banyak hal dan tantangan.
”Yang pasti, kita harus kreatif mengisi situasi yang berkembang, pandemi misalnya dengan konten-konten yang berhubungan dengan pengarusutamaan gender,” imbuhnya.
Selain itu, dari GEA ini nanti diharapkan lahir semangat kolaborasi dan saling menguatkan antar berbagai elemen masyarakat. Sehingga tidak terkesan bergerak sendiri-sendiri.
”Tapi bukan berarti GEA ini jadi lembaga baru. Ini sifatnya sebagai media, wahana mempertemukan sejumlah agen atau lembaga penggerak yang sudah ada. Berbagi pengalaman, berbagi wawasan, itu yang kita fokuskan,” jelasnya.
Sementara, Project Manager Averroes, M. Fahrul Ulum menambahkan, pertemuan ini tidak hanya menjadi gerakan seremonial semata, namun berkelanjutan. Penguatan agen-agen perubahan ini dilakukan selama 1 bulan nonstop dan masih akan berlanjut dalam tahapan pendampingan lainnya.
Narasumber yang dihadirkan dalam program GEA ini pun tak tanggung-tanggung. Sebut saja nama-nama pegiat gender seperti Prof. Dr. Mufidah Ch., M.Ag., Sutiah dari LPKP Jawa Timur. Lalu juga ada pejabat, anggota dewan, akademisi, aktivis hingga praktisi lainnya.
Ke depan, output dari GEA ini diharapkan lahir kampanye-kampanye baik melalui medsos, podcast hingga webinar masing-masing elemen lembaga masyarakat yang terlibat dalam GEA.
”Merekalah agen-agen yang diharapkan tumbuh dari forum ini nantinya sehingga penguatan peran dan partisipasi perempuan di berbagai bidang di Malang Raya bisa terus ada,” harapnya.