Oleh: Lizya Kristanti*
“Kami ucapkan selamat Anda telah lolos untuk mengikuti Residensi Antikorupsi ‘Mewartakan Jurnalisme Hukum’,” begitu bunyi pesan masuk di emailku pada Rabu pagi, 27 Juli 2022.
“Yes, Jakarta, i’m coming!,” teriakku dalam hati, kegirangan. Akhirnya aku kembali mendapat fellowship di bidang jurnalistik.
Langkah pertama yang aku siapkan adalah mencari info vaksinasi COVID-19 sebagai syarat perjalanan antar kota. Sebab, aku baru menerima vaksin dosis pertama. Cari sana-sini, tanya sana-sini, akhirnya aku mendapat vaksin dosis kedua di Klinik Mediska Madiun.
Hari keberangkatanpun tiba. Aku memilih naik kereta api dari Stasiun Madiun pada Senin, 8 Agustus 2022, pukul 15.13 WIB dan turun di Stasiun Pasar Senen Jakarta pada Selasa, 9 Agustus 2022, pukul 01.47 WIB.
Dari Pasar Senen, aku langsung menuju Grand Cemara Hotel di Menteng, Jakarta Pusat, untuk check-in. Tidur sebentar, sekitar jam 7 pagi aku bangun, sarapan, dan melakukan swab antigen sebelum memasuki kelas Residensi Antikorupsi.
Satu-satunya Peserta dari Jatim
Di dalam kelas, aku melihat sudah ada beberapa peserta lain. Mereka berasal dari 13 provinsi di Indonesia. Aku satu-satunya peserta yang berasal dari Jawa Timur.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Izza Akbarani, yang menyelenggarakan Residensi Antikorupsi itu, menjelaskan soal asal usul kelayakan 15 peserta dari 13 provinsi itu.
“Dari proses pendaftaran terbuka sejak 11–24 Juli 2022, mereka terpilih berdasarkan penilaian atas kelayakan proposal liputan dengan tema yang ditentukan yaitu di bidang hukum dan monitoring peradilan serta proporsi gender dan persebaran wilayah domisili peserta,” jelasnya padaku, beberapa waktu lalu.
Proposal, gender, dan persebaran wilayah jadi alasan aku beruntung menjadi salah satu peserta fellowship yang diselenggarakan TII berkolaborasi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia atas dukungan dari Uni Eropa itu.
Acara dibuka oleh Charge d’Affaires a.i European Union Delegation to Indonesia and Brunei Darussalam, Mr Margus Solnson. Berlanjut ke materi pertama yakni Pengantar Jurnalisme Hukum oleh Anggota Majelis Pertimbangan AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni.
Redaktur Jubi.co.id ini banyak menjelaskan soal istilah-istilah hukum, perbedaan pidana umum dengan khusus, dan lainnya. 45 menit dan 30 menit sesi diskusi rasanya kurang karena semua peserta berebut mengajukan pertanyaan.
Untungnya, Aryo juga menjadi pemateri untuk materi kedua yakni Teknik Penulisan Berita Hukum (in depth news) dan Media Etik. Dia menjelaskan soal apa yang harus ada dan tidak ada dalam berita persidangan.
“Nama forum, nomor perkara, majelis hakim, nama jaksa penuntut umum, dasar gugatan atau permohonan dalam perkara non pidana atau pasal dalam perkara pidana itu harus ada,” tegasnya.
Selain itu, Aryo juga menyebutkan bahwa tahapan-tahapan persidangan harus diikuti oleh jurnalis sebagai prinsip keberimbangan. “Kalau meliput dakwaan jaksa, harus meliput putusan,” contohnya.
Materi ketiga yakni Teknik Liputan Berbasis Data datang dari Trainer Jurnalisme Data AJI Indonesia, Adi Marsiela. Dia membeberkan situs-situs yang bisa jurnalis gunakan untuk mencari data liputan.
Selesai tiga materi di hari pertama, para peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Aku berada di kelompok tiga dan mendapat mentor Linda Trianita, Redaktur Desk Hukum Majalah Tempo. Aku memanggilnya mba Linda.
Kepada mba Linda, aku membeberkan rencana liputanku yakni mengangkat dana desa di Kabupaten Malang. Akhirnya disepakati liputanku adalah jurnalisme data.
Hari pertama Residensi Antikorupsi usai sekitar pukul 20.00 WIB. Para peserta kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Ada yang memilih jalan-jalan di ibukota, ada yang memilih ngopi, namun aku memilih tidur lebih cepat karena badan sudah tidak bisa diajak kompromi.
Peserta dari Papua Positif COVID-19
Hari kedua diawali dengan swab antigen lagi. Lalu panitia membuka acara dan memberi pengumuman bahwa Residensi Antikorupsi luring akan berlanjut dengan 14 peserta saja karena satu peserta dari Papua positif COVID-19 setelah menjalani swab PCR.
Satu ruangan sontak kaget dan cemas. Untungnya, hasil swab antigen 14 peserta lainnya dipastikan negatif. Acarapun berjalan normal kembali.
Materi pertama di hari kedua datang dari Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Dia membahas Judicial Corruption, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Peran Media dalam Agenda Pemberantasan Korupsi.
Materi selanjutnya yakni Keamanan Digital Jurnalis oleh Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFENet, Nenden Sekar Arum. Lalu materi Indeks Persepsi Korupsi oleh Alvin Nicola dari TII.
Setelah kedua materi itu, para peserta diminta presentasi proposal liputan. Aku maju paling pertama. Presentasiku berjalan lancar dan mendapat masukan agar memperkuat tulisanku dengan modus pelaku korupsi dana desa.
Hari kedua Residensi Antikorupsi diakhiri dengan penjelasan persiapan kunjungan ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) oleh panitia.
Hari ketiga Residensi Antikorupsi dimulai dengan berkumpul di lobi hotel dan berangkat ke MA di Jakarta Pusat menggunakan mobil online. Di MA, kami disambut oleh Biro Hukum dan Humas MA. Mereka menjelaskan tentang MA dan Keterbukaan Informasi Pengadilan.
Selepas dari MA, kami bertolak ke KY, masih di Jakarta Pusat. Di sana, kami disambut oleh Jubir KY, Miko Ginting. Dia menjelaskan tentang KY dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Kaitannya dengan Integritas Hakim.
Dari KY, kami kembali ke hotel untuk istirahat. Lalu acara berlanjut dengan sharing dari LBH Pers mengenai Advokasi Jurnalis dan Kasus Kekerasan terhadap Pers oleh Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin. Sharing ini berlangsung antusias karena banyak peserta yang berebut bertanya. “Wah bahas ini bisa sampai pagi. Ini yang kami cari,” celetuk salah satu peserta.
Residensi Antikorupsi pun berakhir dengan sesi foto bersama. Para peserta diharapkan mengirim sebuah karya jurnalistik maksimal dalam tiga bulan ke depan.
Secara keseluruhan, Residensi Antikorupsi ini membuka mataku bahwa jurnalis adalah profesi yang rawan dikriminalisasi. Maka, Kode Etik Jurnalistik penting dan wajib diterapkan oleh pelaku media agar terhindar dari upaya-upaya yang melemahkan kerja jurnalis Indonesia.
*Penulis merupakan Redaktur Pelaksana tugumalang.id
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id