Husnul Hakim*
BEBERAPA hari ini masyarakat dikagetkan dengan munculnya dugaan penyewengan dana umat yang dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT), sebuah lembaga yang dikenal khalayak sebagai lembaga pengumpul dana donasi umat, memberikan bantuan kepada masyarakat dalam kondisi tidak mampu, kemiskinan, kebencanaan dan lainya.
Beberapa media mengungkapkan bahwa ada indikasi penyelewengan penggunaan dana yang diterima oleh platform penyalur donasi baik secara online ataupun secara langsung kepada pengelola. Bahkan PPATK telah mengendus adanya transaksi yang melanggar.
Yang lebih mengagetkan lagi bahwa gaji pimpinan dan pengelola dari ACT mencapai ratusan juta rupiah yang diambil dari dana donasi umat.
Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi pertama kali diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan pada 21 April 2005. Berkantor di Menara 165, lantai 15, Jl. TB. Simatupang Kav. 1, Cilandak Timur, Jakarta Selatan, 12560, Indonesia.
Berdasarkan dalam website act.id bahwa Tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Untuk memperluas karya, ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, hingga mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf.
ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Sejak tahun 2012 ACT mentransformasi dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program sekarang sudah sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Secara umum, ACT memang terlihat sebagai lembaga yang profesional dan dikelola secara modern sehingga mendapat banyak kepercayaan publik.
Namun dibalik semua itu, masyarakat dikagetkan dengan munculnya dugaan penyelewengan dana donasi umat tersebut oleh pengelola bahkan menurut beberapa media, gaji pengelolanya mencapai ratusan juta rupiah. Sebuah ironi sebagai lembaga pengumpul dana umat untuk kemanusiaan.
Memang masyarakat Indonesia dikenal memiliki sifat Filantropis yang menjadi kultur tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia memang dikenal paling dermawan apalagi dibalut atau dibungkus dengan agama, hal ini sesuai dengan hasil riset Word Giving Index Charities Aid Foundation (CAF) 2021 yang menyatakan Indonesia menjadi negara paling dermawan. Sehingga menjadi lahan empuk untuk lembaga-lembaga semacam ACT dalam penggalangan dana sosial kemanusiaan.
Penggalangan donasi sosial yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut biasanya menggunakan beberapa modus dalam meyakinkan masyarakat. Di antaranya adalah dengan menggunakan foto palsu, menggunakan nama institusi resmi, mencatut nama publik figur. Dengan cara tersebut masyarakat akan yakin bahwa donasinya akan dikelola dengan benar.
Belajar kasus dugaan penyelewengan donasi yang dilakukan ACT, yang hingga saat ini masih ramai diperbincangkan, maka publik harus lebih jeli dan teliti dalam memilih lembaga untuk menyalurkan donasinya. Sehingga dana yang disumbangkan dapat tersalurkan dengan tepat dan benar, serta lembaga yang dipilih betul-betul lembaga yang memiliki tanggungjawab tinggi dan amanah dalam mengelola serta menyalurkan dana donasi dari umat.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan jika ingin menyalurkan donasi, baik secara langsung maupun secara daring adalah harus dipastikan mengenal secara detail lembaga atau organisasi tersebut. Artinya, telah mengenal kredibilitas sebuah lembaga penggalang donasi serta mengenal siapa pengelolanya dengan benar dan apakah lembaga tersebut masuk dalam database Kementerian Sosial.
Selanjutnya, masyarakat harus mengetahui informasi secara benar terkait lembaga tersebut baik melalui website, maupun melalui media sosial yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Kemudian masyarakat harus bisa mengakses berbagai informasi terkait laporan keuangan serta laporan pertanggungjawaban secara komprehensif oleh penggalang donasi. Baik secara langsung maupun melalui kanal website dan media sosial. Apakah sudah dilakukan audit melalui akuntan publik dengan benar.
Selanjutnya, untuk lebih meyakinkan masyarakat bisa langsung melakukan cross check pada salah satu program yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Apakah dilakukan dengan benar atau tidak. Sehingga masyarakat mendapatkan data valid terkait pelaksanaan program lembaga tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya adalah masyarakat harus melihat apakah lembaga tersebut memiliki jaringan hingga ketingkat paling bawah. Ini menjadi penting untuk menghindari adanya lembaga abal-abal yang baru dibentuk kemudian melakukan penggalangan donasi.
Beberapa hal terebut jika dilakukan akan menghindarkan masyarakat pada penyaluran donasi yang tidak tepat dan berpotensi diselewengkan oleh pengelola penghimpun donasi.
Belajar dari kasus ACT, masyarakat indonesia diharapkan dapat lebih selektif lagi dalam memilih lembaga untuk menyalurkan donasinya. Sehingga dana yang didonasikan dapat tersalurkan kepada yang memang berhak menerima. Yakni para dhuafa, yatim piatu dan masyarakat kurang mampu lainya. Bahkan dapat tersalurkan kepada masyarakat yang sedang tertimpa musibah kebencanaan.(*)
**Wakil ketua Pw Ansor Jatim.
Wakil sekretaris PCNU kab malang
Dosen IP unira Malang
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id