Oleh: Dr. M. Ainul Yaqin, Dosen Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Meningkatkan Efisiensi versus Mengurangi Tenaga Kerja
Tugumalang.id – Automasi proses bisnis telah menjadi topik panas dalam dunia manajemen dan teknologi. Seiring berkembangnya alat-alat seperti kecerdasan buatan dan robotik, perusahaan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi operasional mereka.
Namun, muncul pertanyaan besar: apakah automasi ini benar-benar meningkatkan produktivitas atau hanya menghilangkan pekerjaan?
Dari sudut pandang manajemen proses bisnis, teori yang dikemukakan oleh Michael Hammer dan James Champy dalam buku mereka “Reengineering the Corporation (1993)” mungkin memberikan pandangan yang relevan.
Baca Juga: Psikodrama Pesan Islami Kendalikan Risiko Ide Bunuh Diri?
Mereka berargumen bahwa perusahaan harus memikirkan kembali dan merancang ulang proses-proses bisnis mereka untuk mencapai peningkatan dramatis dalam kinerja.
Automasi, dalam konteks ini, adalah alat yang dapat memfasilitasi transformasi radikal ini dengan mempercepat proses, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan konsistensi.
Di lain pihak, manajemen produksi, yang diteori oleh Frederick Winslow Taylor (1886) dalam prinsip-prinsip manajemen ilmiahnya, juga mendukung penggunaan teknologi untuk mengoptimalkan output.
Taylor menekankan pentingnya efisiensi kerja dan standarisasi tugas. Dengan automasi, banyak pekerjaan repetitif dan mekanis dapat dilakukan lebih cepat dan dengan biaya yang lebih rendah, memungkinkan pekerja untuk fokus pada tugas-tugas yang memerlukan keterampilan tinggi dan kreativitas.
Baca Juga: Bagaimana Teknologi Memengaruhi Pengalaman Beribadah? Simak Penjelasannya
Namun, dari perspektif manajemen sumber daya manusia, automasi dapat dilihat sebagai pedang bermata dua. Menurut Teori X dan Teori Y yang dikemukakan oleh Douglas McGregor (1960), persepsi dan pengelolaan sumber daya manusia bisa sangat berbeda tergantung pada situasi.
Teori X menunjukkan bahwa manajemen cenderung melihat karyawan sebagai individu yang perlu diawasi dan dimotivasi secara eksternal, sementara Teori Y mendorong lingkungan yang lebih partisipatif dan mempercayai karyawan untuk mengambil inisiatif.
Dalam konteks automasi, perusahaan mungkin perlu berpindah dari pendekatan Teori X ke Teori Y, mempromosikan lebih banyak peluang bagi karyawan untuk mengembangkan keterampilan baru dan mengambil peran yang lebih strategis.
Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan apakah automasi meningkatkan produktivitas atau menghilangkan pekerjaan tidak sepenuhnya hitam putih.
Ini bergantung pada bagaimana perusahaan mengimplementasikan dan memanfaatkan teknologi tersebut dalam kerangka kerja operasional mereka.
Sementara automasi bisa saja mengurangi jumlah pekerjaan tertentu, ia juga membuka peluang baru yang membutuhkan keterampilan yang berbeda dan lebih kompleks.
Dampak Otomasi pada Struktur dan Kualitas Pekerjaan
Kita lanjutkan diskusi tentang dampak automasi dalam proses bisnis, penting untuk mempertimbangkan bagaimana otomasi memengaruhi karyawan dan struktur organisasi secara keseluruhan.
Perubahan ini tidak hanya terbatas pada peningkatan efisiensi tetapi juga pada pergeseran dalam kualitas pekerjaan dan peran karyawan.
Dalam konteks manajemen sumber daya manusia, automasi dapat membawa perubahan signifikan dalam cara organisasi mengatur tenaga kerjanya.
Peter Drucker (1971), seorang pemikir terkemuka dalam manajemen modern, sering menekankan pentingnya penyesuaian dalam organisasi yang dihadapkan pada perubahan teknologi.
Menurut Drucker, automasi tidak hanya mengeliminasi tugas-tugas rutin tetapi juga menciptakan kebutuhan untuk pekerjaan yang lebih berbasis pengetahuan, yang menuntut keterampilan analitis dan interpersonal yang lebih tinggi.
Sejalan dengan itu, teori motivasi dua faktor oleh Frederick Herzberg (1968) juga relevan dalam menggambarkan bagaimana automasi bisa memengaruhi kepuasan kerja.
Herzberg mengidentifikasi faktor-faktor seperti pencapaian, pengakuan, dan pekerjaan itu sendiri sebagai motivator yang meningkatkan kepuasan kerja.
Dengan automasi mengambil alih tugas-tugas yang monoton dan kurang memuaskan, karyawan dapat mengalihkan fokus mereka ke pekerjaan yang lebih memuaskan dan menantang yang sering kali menawarkan peluang lebih besar untuk pencapaian dan pengakuan.
Namun, transisi ke automasi juga menimbulkan tantangan signifikan dalam manajemen produksi. Dalam teori batasan yang dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt (1988), penting untuk mengidentifikasi dan mengelola keterbatasan (atau ‘bottleneck’) dalam proses produksi.
Dalam kasus automasi, bottleneck mungkin berpindah dari operasi manual yang lambat ke masalah seperti pemeliharaan mesin otomatis atau integrasi sistem.
Manajer produksi perlu merancang ulang alur kerja untuk memastikan bahwa automasi tidak hanya menggantikan tenaga kerja tetapi juga meningkatkan alur kerja secara keseluruhan, mengurangi limbah, dan meningkatkan output.
Dengan demikian, penting bagi organisasi untuk tidak hanya memasukkan teknologi automasi tetapi juga mempertimbangkan bagaimana alat-alat ini diintegrasikan ke dalam struktur dan budaya perusahaan.
Mempertimbangkan dampak automasi tidak hanya pada produktivitas tetapi juga pada kesejahteraan dan pertumbuhan karyawan adalah kunci untuk memastikan bahwa teknologi mendukung tujuan bisnis jangka panjang.
Strategi Efektif Implementasi Automasi: Meminimalisir Dampak Negatif
Selanjutnya, kita akan fokus pada strategi implementasi yang efektif dan bagaimana perusahaan dapat meminimalkan dampak negatif sambil memaksimalkan manfaat yang ditawarkan oleh automasi.
Automasi seharusnya menjadi alat yang membantu perusahaan mengadaptasi dan berkembang dalam lingkungan yang berubah cepat, bukan menjadi ancaman bagi tenaga kerjanya.
Salah satu pendekatan yang dapat diambil dalam mengelola transisi menuju automasi adalah dengan menerapkan konsep “Change Management” yang dicetuskan oleh Kurt Lewin (1982).
Lewin menyatakan bahwa perubahan organisasi melibatkan tiga langkah: unfreezing, changing, dan refreezing. Langkah ini dapat diaplikasikan dalam pengimplementasian automasi untuk memastikan bahwa karyawan merasa terlibat dan mendukung perubahan.
Pertama, unfreezing melibatkan penciptaan kesadaran tentang kebutuhan akan perubahan dan mengurangi resistensi. Kedua, changing adalah proses mengadopsi teknologi baru dan cara kerja baru. Ketiga, refreezing melibatkan penguatan dan normalisasi praktik baru dalam budaya perusahaan.
Selain itu, penting juga untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip “Lean Management (1930)” yang dikembangkan oleh Taiichi Ohno dalam sistem Toyota Production System.
Prinsip ini menekankan eliminasi pemborosan dan peningkatan aliran kerja. Dalam konteks automasi, ini berarti tidak hanya mengautomasi tugas-tugas, tetapi juga memastikan bahwa automasi berkontribusi pada proses yang lebih ramping dan efisien, memungkinkan karyawan untuk fokus pada pekerjaan yang lebih strategis dan kreatif.
Akhirnya, untuk memastikan bahwa automasi memberikan manfaat jangka panjang, perusahaan harus berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan.
Ini adalah sentimen yang didukung oleh teori pembelajaran organisasi yang dicetuskan oleh Chris Argyris dan Donald Schön (1996).
Mereka menekankan pentingnya pembelajaran ganda loop, di mana organisasi tidak hanya membuat penyesuaian untuk tujuan jangka pendek tetapi juga mempertanyakan dan memodifikasi norma dan kebijakan untuk memastikan pertumbuhan dan adaptasi berkelanjutan.
Dengan strategi yang tepat, automasi bisa menjadi katalis untuk inovasi dan pertumbuhan, bukan hanya pengurang pekerjaan.
Ini mengharuskan perusahaan untuk berpikir secara holistik tentang bagaimana teknologi dapat mengintegrasikan dan mengoptimalkan proses bisnis, sambil memperkuat dan memperluas kapasitas karyawan mereka.
Melalui pendekatan yang terukur dan fokus pada pembangunan kembali kapabilitas karyawan, automasi dapat dilihat bukan sebagai penghapus pekerjaan tetapi sebagai alat pembebasan dari tugas-tugas rutin, membuka jalan bagi pekerjaan yang lebih menantang dan memuaskan secara intelektual.
Editor: Herlianto. A
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News