Oleh: Tismen Yoga Pradana, Guru SMP Laboratorium UM Malang
Tugumalang.id – Seorang siswa berusia 13 tahun dilaporkan cacat akibat menerima hukuman yang diberikan oleh guru. Hukuman ini adalah buntut dari ketidakdisiplinan siswa ketika mengikuti kegiatan sekolah.
Tuntutan dilontarkan oleh Lu, ibu sang anak di Shandoong, China, kepada pihak penyelenggara kegiatan kemah. Didapati bahwa anaknya dihukum squat sebanyak 1000 kali karena ketahuan berbicara dengan teman lainnya. Di squat yang ke-200, sang anak tersungkur dan malah ditendang oleh guru yang menghukumnya.
Kasus guru menghukum siswa ini bukanlah satu-satunya. Bulan lalu, di Deli Serdang, Sumatera Utara, seorang siswi tewas usai dihukum 100 kali squat oleh gurunya karena tidak bisa menghapal ayat kitab suci.
Baca Juga: Media Ajar di Sekolah Bisa Pakai Teknologi Artificial Intelligence, Tapi Perlu Empati
Akhirnya, guru tersebut dinonaktifkan. Contoh kasus tersebut merupakan salah satu cerminan pendidikan yang ada di Indonesia.
Pendidikan memiliki berbagai cara agar siswa mencapai tujuan pembelajaran. Hukuman bukan satu-satunya cara. Pemberian hadiah juga merupakan cara lain agar siswa termotivasi dalam proses belajar.
Tata tertib dalam kegiatan biasanya disampaikan oleh guru di awal pertemuan sebagai batasan agar suasana kelas terjaga dan kenyamanan dapat dinikmati bersama.
Dalam konteks ini, guru perlu mencari pendekatan yang lebih positif dan konstruktif. Pertama-tama, penting bagi guru untuk memahami bahwa hukuman yang bersifat fisik atau psikologis tidak hanya tidak efektif, tetapi juga dapat menyebabkan trauma bagi siswa.
Baca Juga: Rencana Perbaikan Gedung Sekolah, Pj Wali Kota Malang: Fokuskan Percepatan dan Skala Prioritas
Sebagai gantinya, guru bisa menerapkan hukuman yang bersifat mendidik, seperti memberikan tugas tambahan yang relevan dengan kesalahan yang dilakukan. Misalnya, jika siswa terlambat, mereka dapat diminta untuk menulis esai tentang pentingnya disiplin waktu.
Metode ini tidak hanya membantu siswa memahami kesalahan mereka, tetapi juga memberikan kesempatan untuk refleksi. Dengan cara ini, siswa diajarkan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Mereka tidak hanya melihat hukuman sebagai bentuk pembalasan. Ini menciptakan kesadaran dan pemahaman yang lebih dalam tentang perilaku mereka.
Selain itu, sistem penghargaan juga perlu diterapkan. Memberikan pujian atau penghargaan kepada siswa yang menunjukkan perilaku baik dapat meningkatkan motivasi mereka untuk belajar. Misalnya, guru bisa memberikan poin tambahan atau izin khusus kepada siswa yang aktif berpartisipasi dalam pelajaran.
Dengan cara ini, siswa tidak hanya merasa dihargai, tetapi juga termotivasi untuk berprestasi lebih baik. Penghargaan yang diberikan bisa beragam, mulai dari sertifikat, pengakuan di depan kelas, hingga kesempatan untuk mengikuti kegiatan ekstra.
Guru harus menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif. Metode pembelajaran yang inovatif, seperti pembelajaran berbasis proyek, permainan edukatif, atau diskusi kelompok, dapat membuat siswa lebih terlibat.
Ketika siswa merasa senang dan tertarik pada pelajaran, mereka akan lebih disiplin dan patuh pada aturan yang ada. Kegiatan pembelajaran yang interaktif juga dapat memfasilitasi kerja sama antar siswa, membangun kepercayaan diri, dan mengembangkan keterampilan sosial.
Guru juga harus dilatih untuk memahami karakteristik siswa mereka. Setiap siswa memiliki cara belajar dan respons yang berbeda terhadap aturan. Dengan memahami perbedaan ini, guru dapat menyesuaikan pendekatan mereka.
Misalnya, beberapa siswa mungkin lebih termotivasi dengan pendekatan yang lebih mendukung dan empatik, sementara yang lain mungkin memerlukan dorongan lebih tegas namun tetap positif.
Akhirnya, komunikasi yang baik antara guru, siswa, dan orang tua sangat penting. Dengan melibatkan orang tua dalam proses pendidikan, guru dapat menciptakan sinergi yang mendukung perkembangan siswa.
Pertemuan rutin dengan orang tua untuk membahas kemajuan anak dapat meningkatkan kesadaran dan komitmen semua pihak terhadap disiplin dan etika belajar.
Selain itu, komunikasi yang terbuka akan membantu orang tua memahami peran mereka dalam mendukung anak-anak di rumah, menciptakan konsistensi antara aturan sekolah dan rumah.
Dengan menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi dan mendidik, diharapkan guru dapat menjaga disiplin tanpa harus mengorbankan kesejahteraan emosional dan fisik siswa.
Pendidikan seharusnya menjadi proses yang menyenangkan, di mana guru dan siswa bisa belajar bersama dengan bahagia. Ketika siswa merasa aman dan dihargai, mereka akan lebih cenderung untuk terlibat dalam pembelajaran dan menghormati aturan yang ada.
Dengan demikian, pendidikan bukan hanya tentang pencapaian akademis, tetapi juga tentang membangun karakter dan keterampilan hidup yang positif untuk masa depan.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Editor: Herlianto. A