MALANG, Tugumalang.id – Dawet atau cendol rupanya sudah disantap oleh masyarakat Jawa sejak ratusan tahun lalu. Ini dibuktikan dengan adanya catatan tentang dawet di manuskrip Kakawin Kresnayana yang ditulis pada tahun 1100-an.
Dawet juga disebut-sebut di serat centini yang ditulis pada tahun 1814. Bahkan, dawet atau cendol masuk ke dalam kamus Bahasa Belanda yang diterbitkan pada tahun 1866.
Kakawin Kresnayana ditulis oleh Mpu Triguna yang hidup pada masa Kerajaan Kediri. Manuskrip tersebut bercerita tentang kisah cinta Prabu Kresna dan Rukmini. Kresna harus melakukan penculikan terhadap Rukmini yang pada saat itu akan dinikahkan dengan Suniti. Penculikan berhasil dilakukan dan keduanya pun melangsungkan pernikahan.
“Dawet telah disajikan di upacara-upacara yang ada di Jawa seperti ‘dodol dawet’ di upacara pernikahan dan juga di upacara tujuh bulanan (mitoni),” ujar Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman dalam video berjudul Origins of Cendol: Singaporean, Malaysian, or Javanese yang diunggah oleh CNA Insider beberapa waktu lalu.
Penyajian dawet dalam upacara pernikahan disebut dengan dodol dawet atau jualan dawet. Hingga saat ini, praktik dodol dawet masih dilakukan. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi pernah melakukan odol dawet pada prosesi siraman pernikahan anak kedua mereka, Kahiyang Ayu.
Fadly mengatakan tradisi dodol dawet merefleksikan kehidupan masyarakat Jawa. Pada tradisi dodol dawet, orang tua dari mempelai berjualan dawet kepada para tamu undangan. Akan tetapi, bukan uang yang diberikan sebagai alat tukar, melainkan pecahan tembikar.
Menurut Fadly, pecahan tembikar ini adalah simbol Bumi. Dodol dawet dilakukan dengan tujuan agar kehidupan pemilik hajat diberi kelancaran.
“Dodol dawet juga merupakan cermin dari ketetapan hati atau kesiapan orang tua dari mempelai untuk merelakan anak-anak mereka dalam menjalani kehidupan yang baru,” kata Fadly.
Di dalam video yang sama, pakar kuliner William Wongso mengatakan bahwa saat ini cara membuat dan penyajian dawet dilakukan menurut interpretasi dan selera masing-masing orang. “Saya tidak tahu siapa yang membuat dawet untuk pertama kalinya,” ujarnya.
Secara umum, dawet disajikan bersama dengan santan dan gula aren. Namun, setiap warung dan restoran bebas menambahkan komponen lain agar membuat hidangan mereka lebih menarik.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko