Tugumalang.id – Pendidikan dinilai menjadi tempat paling efektif untuk menggantungkan harapan. Tampaknya inilah yang dialami oleh Ahmad Zakaria, 19 tahun, santri dari Pesantren Anak Jalanan Attamur, Cibiruhilir, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Pesantren ini disebut pesantren anak jalanan karena beberapa di antaranya adalah dari anak jalanan. Selain itu, juga ada beberapa santri dari warga kurang mampu dan pengguna narkoba yang sudah bertaubat.
Kepada tim “Jelajah Jawa-Bali, Mereka yang Memberi Arti” oleh Tugu Media Group dan Paragon Technology and Innovation, Zakaria bercerita tentang hidupnya.
“Saya ada masalah dengan paman saya, lalu saya dikirim ke sini pada 2016 lali,” kata pria yang belum lulus Sekolah Dasar (SD) ini saat ditemui di pesantrennya.
Meski sudah menjadi santri, ketika itu, Zakaria tetap menjadi pengamen dari angkot ke angkot, dan dari terminal ke terminal. Menjadi anak jalanan itu sudah dia jalani sejak 2011. “Mama saya meninggal tahun 2010, setelah itu saya mengamen,” imbuhnya.
Ketika sudah menjadi santri, Zakaria mengamen dari pagi sampai siang. “Kita mengikuti teman-teman saja, kalau teman-teman pulang, saya juga pulang,” ucapnya.
“Sedangkan sore dan malam, saya mengaji Al-Qur’an dan kitab,” imbuhnya.
Namun, sejak 2021 lalu, Zakaria sudah tidak lagi mengamen. “Karena di terminal sekarang ada preman yang minta setoran Rp 50 ribu, sehari, sedangkan pendapatan tidak mesti,” katanya.
Saat ini, Zakaria ingin mengikuti sekolah persamaan paket A atau setara SD. Dia diminta pengasuh pesantren, Gus Syamsudin, untuk mengikuti paket A.
Selain itu, Zakaria juga ingin menekuni usaha martabak manis. Kebetulan, ada alumni pesantren tersebut yang sukses menjadi pengusaha martabak manis. “Ini sudah diajari oleh beliau,” katanya.
Sementara itu, Lurah Pondok atau Ketua Pondok Pesantren, Hasbulloh Yusuf mengatakan, di pesantren ini memang datang dari berbagai latar belakang. “Kalau Zakaria ini memang dulu mengamen, tapi tetap mengaji,” katanya.
Karena datang dari berbagai kalangan, pesantren ini tidak terlalu agresif mencari santri. Saat ini, ada sekitar 20 santri di pesantren yang berdiri sejak 2008 ini. “Kita tidak boleh pasang papan nama oleh pengasuh, jadi yang tahu saja yang ke sini,” pungkasnya.
Catatan ini adalah bagian dari program Jelajah Jawa-Bali, tentang Inspirasi dari Kelompok Kecil yang Memberi Arti oleh Tugu Media Group x PT Paragon Technology and Innovation. Program ini didukung oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Pondok Inspirasi, Genara Art, Rumah Wijaya, dan pemimpin.id.
Reporter: Irham Thoriq
Editor: Lizya Kristanti