Tugumalang.id- Sembilan warga Indonesia terlantar dan tak bisa pulang ke Indonesia karena kapal yang mereka tumpangi tertahan di Pulau Guam, Amerika Serikat.
Total, sudah lima bulan ini mereka hidup terkatung-katung di atas kapal MV Voyager milik bos asal Kanada yang diduga kabur tak bertanggung jawab memulangkan mereka.
Diketahui, empat orang dari mereka adalah warga Kota Malang, dua orang warga Kota Batu, dan sisanya warga Sidoarjo, Blitar, dan Lumajang.
Mereka adalah Agus Brigianto dan Ali Akbar Cholid, warga Kota Batu. Lalu, empat warga Kota Malang yakni Bambang Suparman, Gunawan Soeharto, Dicky Wahyu, dan Fajar Nur. Sisanya, tiga orang lain adalah Muhammad Khafid asal Lumajang, Fery Sujatmiko asal Blitar, dan Yusman Shobirin asal Sidoarjo.
Selama lima bulan, kebutuhan harian mereka seperti makan dan minum terbantu oleh salah satu agensi kapal di sana.
Hidup terkatung-katung selama lima bulan di sana, para ABK ini tidak memiliki uang sepeserpun. Bos pemilik kapal diduga kabur karena tak bisa menggaji para ABK dan juga tak bisa memulangkan mereka.
Saking kalutnya, mereka sampai membentangkan spanduk di badan kapal dengan pesan tulisan yang menyayat hati. ”We want to repatried, to be paid our salaries (5 months). Our family at home into danger. No income for living & study fee. Our mentality completely down. Our family needs our support,” tulis mereka.
Salah seorang ABK asal Kota Batu, Ali Akbar Cholid (27), saat dihubungi lewat sambungan telepon membenarkan bahwa dirinya bersama awak lainnya terlantar hidup di atas kapal sejak Juli 2021 lalu.
Awalnya, mereka berangkat dari Bali menuju Guam untuk menjual kapal tersebut. Namun, sesampainya di sana si calon pembeli urung membeli kapal tersebut.
”Saat kami hubungi pemilik kapal, kami hanya diberi janji-janji saja. Kami hubungi KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) di AS juga begitu, masih proses-proses terus. Sudah dua bulan KJRI bilang masih diproses. Suruh berdoa terus saja,” terangnya, pada Kamis (28/10/2021).
Ketidakjelasan itu semua membuat mereka bahkan tidak bisa turun ke daratan karena kendala izin. Artinya, selama lima bulan itu mereka hidup terkurung di atas kapal. Perasaan dalam hati mereka campur aduk.
”Kami hanya ingin pulang. Liat anak pertama saya yang sudah lahir, belum liat bapaknya sama sekali. Ada juga temen di sini, bapaknya meninggal, tapi dia gak bisa pulang,” ungkapnya.
“Secara fisik kami sehat, tapi tidak dengan mental kami. Kami hanya ingin pulang,” katanya lagi.
Terpisah, Tugu Malang ID berusaha menghubungi istri Ali yang tinggal di Kota Batu. Namanya Rani Septi Ridwan. Rani cerita kalau suaminya berangkat saat usia kandungan masih 4,5 bulan hingga kini sudah lahir dan berusia 1,5 bulan.
”Belum lihat bapaknya sama sekali. Selama ini kami hanya bisa komunikasi via ponsel. Saya harap Pemerintah Indonesia bisa memulangkan suami saya,” harapnya.
Selama itu pula, Rani juga telah mencari berbagai cara, termasuk dengan meminta bantuan anggota DPRD Provinsi Jatim. Namun, hasilnya nihil. Suaminya dan juga delapan ABK lainnya masih terkatung-katung di Pulau Guam tanpa kejelasan.
“Kami bahkan juga sudah meminta bantuan kepada kerabat dan anggota DPRD Provinsi. Tapi ya belum ada kejelasan pasti,” sebutnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti