Tugumalang.id – Insiden penerbangan pesawat nirawak (drone) tanpa sertifikat dan izin kembali terjadi. Kejadian berulang kali ini adalah sebuah preseden di mana masih banyak pilot drone yang minim wawasan soal regulasi penerbangan udara yang juga meliputi pesawat drone.
Baru-baru ini kejadian lagi. Dua orang pilot drone diamankan Petugas Paspamres di Pos Tibkamdal, Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, pada Minggu (12/9/2021).
Mereka ditangkap karena penerbangan drone telah melewati Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang dilarang. Meski terlepas hal itu untuk kepentingan studi atau penelitian.
Dalam hal ini, operator drone diamankan lantaran tidak punya sertifikat. Ternyata, sertifikat menjadi fakfor utama insiden seperti ini terus terulang. Pasalnya, dalam proses sertifikasi ini otomatis meliputi wawasan
”Kalau sertifikasi gak punya, ya bisa jadi dia minim wawasan soal regulasi, teknis perizinan, dan segala macamnya,” ujar Arya Dega, seorang aktivis drone yang juga Penasehat Federasi Drone Indonesia (FDI), pada Selasa (14/9/2021).
Arya Dega menjelaskan, sekalipun sudah memiliki sertifikat, bukan berarti bisa bebas menerbangkan drone di mana saja. Wawasan seputar hal ini baru bisa didapatkan dengan bergabung dengan komunitas atau bahkan federasi.
Dengan mengikuti komunitas, terang dia, otomatis juga terpacu untuk mengikuti sertifikasi. Sertifikasi adalah soal peningkatan kapasitas kompetensi menjadi pilot drone profesional. Termasuk regulasi hingga mengenal wilayah-wilayah udara yang dilarang.
”Semua itu baru didapat dari sertifikasi itu. Sering saya bilang ke temen-temen itu, minimal setidaknya pilot drone itu ikut sertifikasi sekali. Paling tidak dari situ bisa mencegah insiden seperti ini,” kata Alumnus Fakultas MIPA Universitas Brawijaya ini.
Terkait mana saja wilayah yang ditetapkan jadi wilayah KKOP, Arya mencontohkan ada di fasilitas-fasilitas kenegaraan, kemiliteran, dan bandar udara. Bahkan, saat terjadi bencanapun juga tidak dibolehkan menerbangkan drone.
”Meski orang pers saja tetep tidak boleh atau paling tidak harus izin dan koordinasi dengan petugas terkait. Untuk studi penelitianpun juga harus ada izin. Nah, semisal yang punya sertifikasi saja masih bisa lupa, apalagi yang amatir?,” papar pria yang sudah bergabung di FASI sejak tahun 1998 ini.
Sebab itu, dalam setiap konten di YouTube miliknya dan setiap kesempatan, dia selalu menegakkan kode etik pilot drone yang memang harus dipatuhi. Bahkan, juga sudah diatur dalam Permenhub Nomor 180 tahun 2015 dengan ancaman pidana 3 tahun penjara atau denda hingga Rp 1,5 miliar.
Terlepas dari itu, Arya selalu tak bosan-bosannya menekankan pentingnya komunitas atau federasi dalam mensosialisasikan ‘do & dont’ menerbangkan pesawat tanpa awak ini.
”Selain itu juga dari penjual juga punya tanggung jawab soal ini. Setidaknya sebelum dilepas, juga selalu menyisipkan pesan terkait regulasi dan sertifikasi,” pungkasnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti