Tugumalang.id – Potensi merebaknya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) perlu diwaspadai oleh semua elemen masyarakat. Sebab serangan wabah DBD pada umumnya akan meningkat saat musim pancaroba tiba.
Dokter Anak Suspesialis Infeksi dan Penyakit Tropis Persada Hospital Malang, dr Irene Ratridewi menjelaskan bahwa kasus DBD memang masih ada di sepanjang tahun baik musim penghujan maupun musim kemarau.
“Tapi saat pancaroba gini biasanya akan ada peningkatan kasus DBD,” ucapnya usai mengisi acara Meet the Expert bertajuk ‘Waspada DBD pada Musim Pancaroba’ di Persada Hospital Malang pada Sabtu (16/12/2023).
Baca Juga: Hingga Oktober 2022, Dinkes Kabupaten Malang Catat 877 Kasus Demam Berdarah
Menurutnya, kasus kematian akibat wabah DBD secara nasional mencapai ratusan kasus di tahun ini. Namun dikatakan, di Kota Malang belum ditemukan kasus kematian akibat DBD sejak 6 bulan terakhir.
Secara umum, kata Irene, kasus kematian akibat DBD seperti gunung es. Paling banyak ditemukan pada pasien yang tak bergejala, lalu diikuti oleh gejala ringan dan berat. Kasus kematian pada pasien tak bergejala ditengarai akibat terlambat penanganan atau perawatan medis.
Baca Juga: Per Oktober 2022, Tercatat 600 Kasus Demam Berdarah di Kota Malang
Dia menyampaikan bahwa mayoritas masyarakat di Malang sudah tau cara penanganan pertama saat keluarganya terjangkit DBD. Terlebih, data pasien DBD yang dirujuk ke rumah sakit rujukan akhir akhir ini menunjukkan bahwa pasien yang berobat atau datang ke rumah sakit, datang di saat yang tepat.
“Yang bahaya itu pasien yang belum pernah tertangani lalu langsung ke rumah sakit rujukan. Tapi kondisinya sudah parah, sudah dingin di rumah lebih dari 1 hari, mulai gak sadar, berdarah banyak. Itu sudah parah,” ungkapnya.
Irene menjelaskan bahwa orang yang terkena gejala DB biasanya ditandai dengan demam yang tinggi secara mendadak dan disertai dengan pusing, mual serta lainnya.
“DB itu ada ciri khasnya, demamnya tinggi mendadak. Jadi misal pagi sehat tapi siang pulang pusing nyeri otot, mual, itu biasanya gejalanya, dengan demam tinggi,” katanya.
Dikatakan, pertolongan pertama bagi orang bergejala DB adalah minum air putih sebanyak banyaknya agar tidak dehidrasi. Namun, apabila hal ini masih terjadi mual atau muntah maka harus segera dibawa ke rumah sakit.
“Kasih cairan (air putih) sebanyak banyaknya, tapi kalau masih mual atau muntah harus dirawat di rumah sakit,” bebernya.
Meski tingkat kematian sudah rendah, Irene menyampaikan bahwa masyarakat tetap perlu mewaspadai DBD. Sebab bagi yang belum memahami, penyakit ini cukup berbahaya jika tak segera tertangani. Terutama bagi pasien DBD yang demamnya sudah turun namun kondisi tubuhnya justru lemas.
“Jadi kalau semakin parah, maka komplikasinya juga akan makin bahaya. Sehingga perawatan di rumah sakit juga akan lebih panjang jika terlambat datang ke RS. Pemulihan dan stabilitasinya makin panjang. Sehingga harusnya 7-10 hari maksimal sembuh, itu bisa sampai 2-3 minggu,” bebernya.
Irene menjelaskan bahwa penyebaran DBD bisa terjadi saat seseorang bepergian di tempat rawan penyebaran DBD. Salah satu lokasi rawan penyebaran DBD menurutnya adalah permukiman padat di sekitar daerah aliran sungai (DAS).
“Pancaroba itu sebetulnya hujan terus atau panas terus gak masalah. Tapi kalau ada genangan air yang dibiarkan itu bisa memberi kesempatan nyamuk berkembang biak. Bukan di genangan air kotor aja, yang bersih juga potensi. Jadi yang bahaya itu daerah DAS,” tuturnya.
Dalam teori segitiga epidemologi, Irene menyampaikan bahwa penyakit komunitas seperti DBD ini berkaitan erat dengan lingkungan, inang atau manusia dan virus atau penyebab penyakit.
“Jadi kita harus menggoyang 3 ini supaya tidak terjangkit. Penanganan lingkungan dengan dilakukan 3M, fogging, pasang net atau kelambu dan lainnya,” kata dia.
Kemudian memperkuat daya tahan inang atau manusia. Salah satunya dengan melakukan vaksinasi sebagai tameng virus. Namun kata Irene, formula pembasmi penyebab penyakit atau virus DBD hingga saat ini masih dikembangkan.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A