BATU – Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko akhirnya angkat bicara terkait hasil penelusuran penyebab banjir bandang di Kota Batu. Sebelumnya, dugaan terkait masifnya alih fungsi lahan di bagian hulu Sungai Brantas menguat dan menjadi sorotan publik.
Seperti diketahui, data riset dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menyebutkan, 150 hektar lahan yang mestinya berstatus hutan lindung di lereng Gunung Arjuno lenyap. Berganti menjadi lahan produktif untuk pertanian, permukiman dan juga penginapan.
Dewanti tidak menampik jika masifnya alih fungsi lahan tersebut menjadi faktor utama. Namun, dari hasil susur sungai yang dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas dan BPBD Kota Batu, masifnya alih fungsi lahan yang membuat hilangnya bendung alam bukan jadi faktor tunggal.
Dikatakan perempuan yang akrab disapa Bude ini, ada 2 faktor lain. Pertama, tentunya karena faktor curah hujan deras yang tercatat saat itu mencapai 80-100 meter kubik. Intensitas hujan tinggi itu membuat debit air di badan sungai meningkat.
Di sisi lain, limpahan air juga terjadi di daerah aliran sungai purba atau mati di sekitaran Lereng Pusung Lading yang memiliki kontur kemiringan hingga 60 derajat. Limpasan air ini bermuara ke aliran anak Sungai Brantas.
Limpahan air dari sini rupanya membawa banyak material berupa longsoran tanah dan pohon-pohon mati bekas kebakaran 2019 silam. Ribuan material inilah yang kemudian menyumbat jalannya aliran sungai hingga menjadi embung air.
Namun, karena curah hujan deras yang tak kunjung henti selama kurun 2 jam, sumbatan ini akhirnya tidak mampu menahan laju air sehingga jebol dan jadilah air bah yang membawa bencana di Kota Batu hingga Kota Malang.
”Jadi memang bukan hanya karena alih fungsi lahan saja faktornya, tapi juga karena sumbatan material yang membendumg aliran. Ditambahi sedimen tanah lahan pertanian hingga akhirnya ambrol dan menjadi air bah,” papar dia kepada wartawan, Senin (8/11/2021) malam.
Informasi dihimpun, sumbatan material serupa juga menyumbat aliran anak sungai di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji. Lokasinya tepat di atas dusun yang terdampak parah yakni Dusun Sambong dan Dusun Gintung.
Dari yang seharusnya aliran sungai berjalan lurus, namun karena sumbatan ini akhirnya limpasan air berisi material tanah dan pohon ini berbelok menerjang ke arah sungai mati yang melewati Dusun Sambong dan Gintung. Tidak ada yang mengira air akan menerjang sungai mati itu.
Akibatnya, bencana air bah ini memakan 13 korban jiwa di Kota Batu. 7 orang diantaranya tewas terhanyut banjir bandang dan sisanya 6 orang ditemukan selamat. Sementara itu, 17 rumah hilang disapu bah, 43 rumah rusak parah dan 32 rumah terendam lumpur.
Sementara di Kota Malang, 625 KK atau 1.100 warga terpaksa mengungsi dan 4 rumah hilang dan rusak parah diterjang banjir. Nihil korban jiwa. Hingga saat ini, evakuasi pembersihan sisa material masih terus berjalan. Data ini masih akan terus dimutakhirkan.
Lebih lanjut, rekomendasi dari BNPB menyebutkan Pemda setempat bersama lintas stakeholder dan masyarakat wajib menggalakkan reboisasi, khusus di bagian hulu sungai.
Saat ini, pihaknya berfokus untuk pemulihan pasca bencana mulai pembersihan sisa material banjir dan penanganan trauma healing bagi korban bencana. ”Untuk pembersihan material ditarget minggu depan selesai. Tapi kalau untuk normalisasi butuh waktu lama hingga 6 bulan,” jelasnya.
Selain itu, rekomendasi teknis dari BBWS untuk jangka panjang adalah dengan membangun cek dam dan bangunan terjunan untuk mengendalikan arus sungai.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Sujatmiko