Malang, Tugumalang.id – Universitas Brawijaya (UB) Malang kembali mencetak 4 orang profesor. Mereka akan dikukuhkan pada Minggu (17/3/2024) di Gedung Samantha Krida. Mereka meneliti banyak persoalan mulai pakan alternatif unggas hingga proyeksi iklim untuk pertanian.
Pertama Prof. Dr. Dra. Herawati, M.P. dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Kedua Prof. Dr. Ir. Sholeh Hadi Pramono, M.S. dari Fakultas Teknik (FT). Ketiga Prof. Dr. Drs. Jati Batoro, M.Si. dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Keempat Prof. Dr. Ir. Didik Hariyono, M.S. dari Fakultas Pertanian (FP)
Profesor pertama yang dikukuhkan ialah Prof. Dr. Dra. Herawati, M.P. Profesor aktif ke-1 di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dikukuhkan sebagai profesor dalam Bidang Ilmu Nutrisi Hewan dengan penelitiannya tentang Jakute (Jahe, Kunyit dan Temulawak sebagai pakan alternatif meningkatkan kesehatan unggas.
Pakan Jakute ini, menurut profesor aktif ke 220 di UB ini dapat menggantikan Antibiotic Growth Promoter (AGP) yang memiliki efek jangka panjang terjadinya resistensi bakteri seperti E. coli dan Salmonella Sp. yang patogen pada unggas.
Sementara, jika menggunakan Jakute dapat menjadi agen preventif terhadap infeksi bakteri dan kandidat alternatif pengganti AGP. ”Fungsinya sama, dapat meningkatkan imunitas dan produktifitas unggas, juga dapat menggemukkan dan menekan kematian unggas,” terang Hera.
Secara bahan baku, kata Hera, Jakute juga mudah ditemukan. Kajian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan alternatif meningkatkan efektivitas imunomodulator pada unggas, yang kemudian dapat diimplementasikan oleh para peternak.
Profesor kedua yakni Prof. Dr. Ir. Sholeh Hadi Pramono, M.S, profesor aktif ke 28 di Fakultas Teknik (FT) yang meneliti tentang rekayasa opto-elektroteknika untuk mendukung teknologi informasi dan komunikasi.
Profesor aktif ke 221 di UB tersebut mengatakan jika Opto-elektroteknika merupakan teknologi yang memfasilitasi pembangkitan, pendeteksian, dan pengendalian cahaya atau optic.
Rekayasa opto-elektroteknika menjadi penting untuk kualitas bandwidth dan realibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan komunikasi dalam bentuk sinyal elektrik. Selain menunjang sistem komunikasi, juga mendukung pengembangan layanan teknologi informasi dan komunikasi seperti Wireless Sensor Network (WSN) serta smart grid.
Ke depan, arah pengembangan rekayasa ini dapat memanfaatkan metode deep learning sebagai upaya optimasi rekayasa opto-elektroteknika, terutama untuk mengestimasi berbagai aspek non-linearitas dalam komunikasi optik.
”Tapi mengingat data pelatihan pada bidang optik sangat terbatas, maka kita bisa memanfaatkan physics loss sebagai kriteria pembelajaran model deep learning untuk mengatasi kebutuhan data pelatihan yang besar,” ujarnya.
Dengan adanya rekayasa opto-elektroteknika ini berharap dapat terciptanya pengembangan keilmuan untuk meningkatkan tingkat keandalan produk opto-elektroteknika yang lebih mutakhir.
Profesor ketiga yakni Prof. Dr. Drs. Jati Batoro, M.Si
Prof. Dr. Drs. Jati Batoro, M.Si. Profesor aktif ke 29 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ini mengkaji komsep taksonomi-etnobotani untuk pengelolaan sumber daya hayati.
Profesor yang dikukuhkan di Bidang Ilmu Taksonomi Tumbuhan dan Etnobotani ini menjelaskan konsep taksonomi-etnobotani ini penting dalam pengelolaan sumber daya hayati dengan menentukan status tingkat takson, spesies baru (new spesies) secara tepat merupakan kebaharuan daripada kekayaan keanekaragaman hayati.
Pengungkapan spesies, kata Jati, didukung melalui pengawetan flora untuk membantu menentukan status spesies dan bahan spesimen penelitian.
Studi Etnobotani juga telah menjadi primadona oleh mahasiswa baik S1, S2, dan S3 berkaitan dengan berbagai bidang kajian pariwisata, industri lebah madu, biologi, pertanian, kehutanan, peternakan, pariwisata, ilmu-ilmu sosial dan ilmu lingkungan.
“Namun, minat penelitian di bidang taksonomi klasik oleh para mahasiswa masih kurang sehingga perlu diikuti pendekatan menggunakan karakter yang lebih dalam. Misalnya pada tingkat karakter DNA dan kajian molekuler, evolusi yang dikembangkan di bidang biosistematika,” jelasnya.
Keunggulan konsep taksonomi-etnobotani ini ada dalam taraf menentukan status tingkat takson, dan menyediakan informasi data akurat yang dapat dimanfaatkan ilmu bidang lain. Bahan dasar tingkat takson tersebut berguna dalam mengungkap sistem pengetahuan masyarakat/etnik, dalam pengelolaan sumberdaya hayati.
”Fungsi dari kajian etnobotani ini bisa jadi jembatan untuk mengungkap pengetahuan tradisional dan modern serta dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan,” harapnya.
Terakhir, ada Prof. Dr. Ir. Didik Hariyono, M.S. yang dikukuhkan sebagai Bidang Ilmu Agroklimatologi ini mengkaji Antropogenik Agrotekno untuk proyeksi iklim yang berguna untuk teknologi mitigasi pertanian.
Menurut Profesor aktif ke 36 di Fakultas Pertanian (FP) ini, peningkatan frekuensi perubahan iklim yang disebabkan oleh antropogenik ini mengakibatkan ketidakstabilan produktivas di bidang pertanian. Yaitu pengaruh terhadap ketersediaan hasil pertanian.
Upaya dalam memperbaiki produktivitas tanaman di antaranya melalui teknologi proyeksi iklim yang mensimulasikan skenario emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dengan proyeksi radiasi pada skala berbeda atau Representative Concentration Pathways (RCP).
Prinsip RCP bekerja berdasarkan data historis iklim, analisa data menggunakan uji validasi model proyeksi iklim, analisis tren perubahan curah hujan tahunan, suhu rata-rata bulanan, dan analisis RMSE untuk proyeksi produktivitas tanaman.
Keunggulan kajian ini dapat menentukan pergeseran pola cuaca, peningkatan suhu di atmosfer, serta perubahan pada berbagai variabilitas iklim yang mempengaruhi musim tanam, pertumbuhan, serta hasil panen tanaman durian berdasarkan proyeksi iklim.
Seperti peningkatan suhu atmosfer (suhu maksimum dan suhu minimum) hingga tahun 2100 menggunakan model proyeksi iklim pada tiga skenario Representative Concentration Pathways (RCP).
”Namun, kelemahannya terletak pada kesadaran masyarakat yang masih rendah soal perubahan iklim. Sehingga dibutuhkan edukasi terpadu melalui penyuluhan pertanian maupun sekolah lapang iklim dan perlu dilakukan koreksi persepsi tentang penyebab perubahan iklim,” ungkapnya.
Kajian ini merupakan cara mengembangkan rancangan teknologi skenario proyeksi iklim hingga 100 tahun mendatang, Yaitu melalui proyeksi peningkatan suhu udara (suhu maksimum dan suhu minimum) hingga tahun 2100 sehingga dapat diketahui tren pola kenaikan rata-rata suhu atmosfer.
”Harapan dari teknologi ini adalah menjadi prioritas pemerintah di bidang pertanian untuk meminimalisir dampak negatif perubahan iklim dari pengembangan potensi pertanian khususnya produktivitas tanaman tahunan dan musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” harapnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
editor: jatmiko